06. Modal seribu

762 126 12
                                    

Happy Reading!

*-*-*-*-*

"Jadi gimana?"

"Nggak tahu. Gue males ah. Kerja bakti kan panas. Mending jajan ke Mixue, ngadem."

Jaka berdecak malas meladeni Caka yang  sedikit-sedikit bawa 'Mixue' ke setiap obrolan. Mentang-mentang orang kaya bisa beli jajan semaunya. Tapi, gitu-gitu juga Caka baik kok. Kadang suka jajanin Jaka boba. Jaka senang, tapi tidak enak juga karena sering merepotkan Caka.

"Sekali-kali aja, Cak. Kerja bakti nggak seburuk yang lo pikirin kok." Jaka melambaikan tangan untuk menghentikan angkot. "Gue jamin kerja bakti kali ini bakal seru. Kalau lo mau, nanti sore langsung datang aja ke lokasi. Dah ya gue duluan." Lalu menaiki angkot yang sudah biasa menjadi transportasinya setiap berangkat atau pulang sekolah.

Sementara Caka, masih harus menunggu kakaknya yang bilang akan menjemput. Malas sekali sebenarnya pulang bareng dengan Kahfi. Tapi, kalau tidak dengan kakaknya itu Caka tidak bisa pulang. Ia tidak terbiasa naik angkutan umum seperti angkot dan bus. Maklum saja, sejak kecil dirinya selalu dimanja dan tidak pernah diperbolehkan menaiki angkutan umum dengan alasan berbahaya banyak copetnya.

"Ikut gak ya?" Tanya nya pada diri sendiri. "Kalau nggak ikut, nggak pa-pa si sebenernya. Tapi malu di omongin jelek mulu sama tetangga. Tapi, kenapa harus ngurusin omongan tetangga? Kan ini hidup gue. Jadi suka-suka gue dong?"

Detik berikutnya bahu Caka langsung merosot lesu. Bingung dan malas memikirkan perihal kerja bakti yang akan dilakukan sore nanti. Padahal Caka sudah membuat jadwal untuk pergi jalan-jalan, masa iya harus dibatalkan.

Tiidd!

Suara klakson sebuah mobil yang berhenti di hadapannya berhasil membuat Caka terkejut bukan main. Hampir saja ia terjengkang jika tidak buru-buru menyeimbangkan tubuhnya. Dasar menyebalkan!

"Ikhlas gak si jemputnya?" Baru juga membuka pintu, Caka sudah marah-marah yang membuat Kahfi memutar bola matanya.

"Cepet masuk! Panas banget ini. Kamu mau kulitnya jadi gosong? Percuma dong tiap minggu ke dokter kulit."

"Bawel ah!"

Di sepanjang perjalanan mereka berdua hanya diam. Yang terdengar hanya suara dari penyiar radio yang Kahfi putar beberapa menit yang lalu untuk mengusir rasa bosan. Sebenarnya ia ingin mengajak Caka mengobrol, tapi ia tahu, mood anak itu sedang tidak baik apalagi berhadapan dengannya. Mereka kan masih Perang dingin gara-gara 'Mixue'.

"Eh! Itu temen kamu bukan?"

Caka yang awalnya asik scroll tiktok langsung melihat ke arah yang ditunjukkan Kahfi. Mata minimalis nya memicing, "Lah iya si Jaka. Berhenti, A!"

Begitu mobil berhenti, Caka segera keluar menghampiri Jaka yang sedang berdiri lesu di pinggir jalan.

"Jaka! Ngapain?"

Yang dipanggil menoleh ke sumber suara. "Lah? Ketemu lagi kita."

"Lo ngapain? Bukannya tadi duluan naik angkot?"

Jaka mendengus sebal. "Pikasebeleun pisan supir angkot teh. Tiba-tiba nyuruh gue turun cuma gara-gara dia mau jemput rombongan pengajian."

Caka tertawa kemudian menepuk bahu Jaka untuk mengajaknya pulang bersama saja. "Bareng gue aja."

Jaka melirik terlebih dulu pada mobil Caka yang berhenti tidak jauh dari posisinya. Terlihat Kahfi yang setia menunggu dengan menyimpan dagu pada setir.

Cerita kami, 7 bujang Desa || Nct DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang