13. Jangan lupa bersyukur

545 110 2
                                    

Happy Reading!
.
.
.

*-*-*-*

Malam hari di rumah Hasan terasa berbeda, sebab ada Caka yang kini ikut bergabung. Sejak tadi Hasan mengajaknya, Caka sama sekali belum membuka suara soal kepergiannya dari rumah. Anak itu hanya diam dan menggelengkan kepala ketika ditanya.

Dan, saat ini mereka sedang makan malam. Menunya sangat sederhana, hanya ada telur dadar dan tempe goreng yang tinggal 4 potong karena itu memang tempe sisa tadi siang yang sudah Emak hangatkan untuk makan malam.

"Nambah lagi, Jang?" Tanya Emak pada Caka. Siapa tahu Caka masih lapar dan ingin nambah.

Caka menatap ragu pada bakul yang hanya menyisakan nasi setengah centong lagi, juga pada piring bekas wadah telur dan tempe yang sudah kosong. Caka yakin, Emak dari temannya itu hanya sedang berbasa-basi untuk memperlakukan seorang tamu.

"Nggak, Mak. Caka kenyang." Alibinya. Padahal, Caka masih ingin nambah, tapi melihat nasi dengan lauk pauk yang sudah habis membuat Caka urung. Ditambah, tadi ia melihat Hasan hanya makan sedikit sekali. Mungkin ia sedang menghemat agar makanannya bisa cukup untuk 4 orang.

"Hayu cuci tangan dulu." Ajak Jaka. Caka lantas bangkit, mengikuti.

"Kunaon ceunah make kabur-kaburan?" Emak bertanya pada Hasan dengan nada berbisik.

Hasan yang sedang membereskan piring kotor menggeleng. "Kurang tahu aku juga. Tapi, kayanya lagi ada masalah."

"Emak juga tahu itu mah. Kalo gak ada masalah, mana mungkin kabur dari rumah."

Hasan cuma ngangguk-ngangguk menanggapi. Setelah itu ia bawa piring-piring kotor ke kamar mandi untuk kemudian dicuci. Ketika di dapur, Hasan berpapasan dengan Jaka yang sudah selesai mencuci tangan. Menyisakan Caka yang katanya lagi buang air kecil di kamar mandi.

"Jak."

"Naon?"

"Coba nanti ajak ngobrol si Caka. Tanya lagi ada masalah apa di rumahnya. Soalnya itu anak gak biasanya kabur-kaburan kaya gini." Tutur Hasan sedikit berbisik, takut Caka mendengar.

Jaka mengangguk, mengiyakan. "Nanti aku tanya."

Tak lama, Caka keluar. Hasan langsung buru-buru masuk ke kamar mandi untuk mencuci piring, sementara Jaka mengajak Caka untuk duduk-duduk di bale depan rumah.

Suasana berbeda yang kini Caka rasakan. Tidak ada ejekan Kahfi, tidak ada suara game online yang bersahutan, tidak ada suara televisi yang menyala dan tidak ada suara kebisingan kendaraan.

Semua tampak hening. Hanya ada suara jangkrik dan burung hantu yang bertengger di atas pohon kelapa.

"Aneh nya?" Jaka mulai membuka suara. Ia menyadari raut wajah Caka yang sedikit bingung.

Caka menoleh. "Sepi. Kalo di rumah gue suka rame."

"Yaaa.. Namanya juga di kampung. Rumah lo kan deket jalan gede, jadi rame sama suara-suara motor."

Caka mengangguk mengiyakan. Lalu dian lagi. Ia bingung harus memulai obrolan apa.

"Yakin mau nginep? Kayanya lo gak betah." Kata Jaka lagi.

Caka tidak langsung menjawab. Anak itu menunduk, menatap kakinya yang ia ayun-ayunkan dengan pikiran bercabang kemana-mana.

"Nggak tahu.." Gumam Caka.

Mendengar itu, Jaka sangat yakin jika Caka memang sedang ada masalah. Tapi, dia bingung harus pergi kemana untuk menenangkan pikiran.

"Kunaon?" Jaka mulai memberanikan diri untuk bertanya.

Cerita kami, 7 bujang Desa || Nct DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang