04

1.8K 251 3
                                    

🥀___🥀

"Ibu, sorry" Ucap Nana lirih, wanita yang ia panggil ibu itu hanya menggeleng pelan lalu memberi gesture agar Nana masuk kedalam pelukannya. Apapun masalahnya, pelukan ibu obatnya. Setidaknya itu bekerja kepada Nana. Ia sedang setres. Tugas akhir yang masih belum ada kemajuan terus menghantuinya, ia benar-benar butuh istirahat saat ini. Makanya Nana memutuskan untuk pulang kerumah ibu.

"Ibu gak pernah nuntut Na, yang paling penting anak ibu sehat, anak ibu bahagia"

Nana semakin ingin menangis, ibunya selembut ini.

"Nanti kalo ayah udah pulang, kita ajak makan malam bareng di luar ya??" Nana mengangguk. Makan malam diluar adalah kegiatan yang paling jarang mereka lakukan karena mereka tidak punya cukup uang untuk itu. Nana punya dua adik laki-laki yang masih sekolah. Uang sekolah adiknya saja sudah cukup membuat kepala sakit, belum lagi UKT Nana. Ibu dan ayah benar-benar bekerja banting tulang untuk menghidupi keluarga mereka.

"Nanti, kalau Nana udah kerja. Semua uang yang ayah sama ibu keluarkan untuk kuliah Nana bakal Nana balikin ya ibu"

Tyana menatap putrinya iba. Ia faham betul perasaan Nana. Anak gadis satu-satunya itu tengah berada di titik terendah.

"Boleh" Ucap wanita itu akhirnya, tangannya terulur mengelus rambut panjang Nana. "Yang penting untuk sekarang apa dulu??"

"Aku sehat dan bahagia" Tyana mengangguk, begitu juga Nana. Senyum manisnya langsung terbit. Ia hanya bisa mengeluarkan sisi ini kepada ibu, karena kalau ia bersikap seperti ini kepada ayah, maka ayahnya akan merasa sangat bersalah. Dan Nana tidak mau itu terjadi.

"Gimana kemarin ketemu sama keluarga Mas Mahen??"

Pipi Nana bersemu, gadis itu siap menceritakan apa yang ia lihat dan alami beberapa hari yang lalu.




🥀___🥀



Iren terkejut saat melihat anak keduanya masuk kedalam rumah. Semenjak lulus kuliah, Mahen dan Jazziel memang memutuskan untuk tinggal terpisah. Mahen di studio nya dan Jazziel membeli apartemen yang dekat dengan kantor. Keduanya sempat dikatai lebai oleh sang Papa, karena Papanya juga bolak balik kantor tapi gak sampai tuh beli apartemen atau rumah yang dekat dengan kantor.

"Mama kira kamu weekend bareng Helia loh bang?"

Jazziel menjatuhkan tubuhnya di samping sang Mama. Dia memang jarang pulang Jum'at malam, biasanya Jazziel akan pulang di hari Minggu sebagai alasan agar tidak bisa menginap dirumah.

"Aku abis ngantar Helia, anaknya mau pulang Ma"

Iren mengangguk faham. Ia sudah banyak tahu tentang kehidupan Helia. Terimakasih kepada Chelsea yang banyak bercerita dan apresiasi juga untuk Helia karena gadis itu cepat sekali menyesuaikan diri dengan Iren. Bahkan Iren sudah beberapa kali membawanya gadis itu bertemu dengan teman-teman arisannya.

"Si Rina mau nikahan Jazz"

"Loh!!!" Jazziel langsung bangun, "Tiba-tiba banget???"

"Engga ah, gak tiba-tiba. Dia udah lama ada wacana mau nikah. Tapi baru bilang sama keluarga besar tadi. Nanti malam minggu kita kerumah mereka, mau rapat keluarga"

"Dilangkahin lagi Mas Mahen mahh" Ucap Jazziel tak sanggup menahan tawa. Mahen memang sudah banyak dilangkahi oleh adik-adik sepupunya. Tapi itu dimaklumi karena Mahen laki-laki. Bukan bermaksud deskriminasi tapi karena Mahen itu laki-laki, ia yang akan membawa perempuan yang akan dinikahinya nanti untuk menyusun kehidupan. Menjadi kepala keluarga itu tidak mudah apalagi anak itu masih senang kesana kemari.

"Kamu juga dilangkahi lohh" Iren menjawil hidung mancung Jazziel. Diantara mereka empat saudara, hidung Jazziel lah yang paling mancung.

"Mama tunggu aja deh, ada nanti waktunya. Aku gak tahu kapan tepatnya, tapi kayaknya tahun ini deh"

Mendengar kalimat Jazziel, Iren langsung membenarkan duduknya. Wanita itu langsung antusias.

"Beneran bang??"

Jazziel mengangguk yakin, "Lagian bunda udah nanya-nanya mulu. Katanya gak baik kalau pacaran lama-lama. Makanya ini Helia pulang, trus nanti balik lagi kesini sambil bawa bunda. Simulasi tinggal di Neo kalau kata Helia mah. Mama nanti siap-siap aja"

Mata Iren berbinar. Kalau Helia akan membawa bundanya kemari itu berarti ia harus sering-sering menemuinya agar punya kesan yang baik.

"Duh, Mama jadi ga sabar"

"Tapi sebelum itu, aku mau bantu Helia temui ayahnya dulu Ma"

"Helia tahu ayahnya dimana?"

Jazziel mengangguk. "Helia tahu, tapi dia gak mau ngasih tau. Dia juga sering diam-diam ngirim duit buat ayahnya. Aku gak tahu deh, Helia itu terbuka sama aku, kecuali untuk masalah keberadaan dan kondisi ayahnya"

"Gak apa" Iren menepuk pundak Jazziel. Ia tahu kalau putranya itu sedang dilema. Pasti Jazziel merasa kalau dirinya tidak berguna saat ini.

"Meskipun kalian udah pacaran bertahun-tahun dan akan menikah, Helia tetap punya hak privasi bang"

"Aku cuma sedih Maaaaa"

"Iya, silahkan. Tapi jangan pernah paksa Helia buat cerita ya???"

"Iya mamaaaaa"




🥀___🥀












Double up💕

Remember me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang