26

1.5K 272 42
                                    



🥀___🥀


Setelah dua hari bermalam dirumah Iren, akhirnya pikiran Daniella terbuka. Iren banyak mengajaknya bicara, mencoba mengalihkan setres nya Daniella namun selain stress nya yang hilang, pintu keikhlasannya pun ikut terbuka. Bukan berarti Daniella sudah memaafkan Jayden, bukan. Selama lelaki itu tidak meminta maaf sambil bersujud di kaki Helia, Daniella tidak akan mau memaafkannya. Ia hanya sedikit lebih ikhlas menyatunya keluarganya dengan keluarga baru Jayden. Kalau memang cinta Mahen dan Nana sekuat itu, maka Daniella tidak punya hak untuk melarang.


"Kenapa sih mbak?"

Daniella heran melihat Iren yang sedari tadi menatap ponselnya dengan kening yang mengkerut. Sekarang keduanya bisa bicara lebih santai, 'Mbak' adalah panggilan kesepakatan keduanya.

"Ini loh Dan, WO nya dari tadi nelfon aku bilang Jazz sama Lia gak bisa dihubungi"

"Jazziel lagi bistrip kan ya??"

Iren mengangguk, "Dia baru pulang hari Minggu nanti, kalau cepat sih Sabtu sore kayaknya. Kalau lagi bistrip gini HP nya biasanya sama sekretaris nya sih"

"Lia??"

"Nah, aku gak tau. Tadi juga aku ditelfon sama pihak butik, katanya Lia batalin janji ketemu hari ini"

"Astagaa" Daniella memegang keningnya, kepalanya tiba-tiba pusing karena tingkah dua sejoli yang akan menikah itu.

"Karna janji yang di butik dibatalin, gimana kalau kita aja yang dateng buat ketemu WO nya. Kasihan juga mbak, waktunya udah dekat tapi yang mau nikah susah ditemuin"

Iren sedikit ragu, pasalnya kan dari awal Helia sama Jazziel udah wanti-wanti buat gak banyak turun tangan, katanya mereka berdua aja mampu handle semuanya. Tapi semakin mendekati hari pernikahan, kehadiran keduanya semakin jarang.


"Yaudah Dan, aku ambil tas dulu ya. Kamu juga siap-siap" Iren berlari kecil menuju kamarnya. Sedangkan Daniella meraih ponselnya setelah memastikan Iren sudah tidak terlihat. Sederet kalimat ia kirimkan kepada Helia, berharap anak gadisnya itu segera membalas pesannya tapi tidak, Helia hanya membaca pesan tersebut.





🥀___🥀






Bunda💕

Kalau ada masalah diomongkan baik-baik bukannya saling menghindar. Melibatkan bunda atau mama dimasalah kalian pun gak masalah, kalian butuh seseorang yang lebih dewasa dan berpengalaman untuk nasehat.


Helia membaca sekilas pesan yang bundanya kirimkan, setelahnya ponselnya ia tutup kembali dengan layar yang menghadap permukaan meja. Isyarat kalau ponselnya tidak akan mengganggu konsentrasinya untuk beberapa waktu kedepan.

"Kalau bapak hanya datang untuk menunduk saja, saya undur diri" Helia mencoba berdiri tapi lelaki didepannya cepat mencegatnya agar duduk kembali.

"Ayah minta maaf" Tiga kata yang lelaki katakan tanpa sedikit pun mengangkat kepalanya. Itu Jayden. Jayden menghubungi nya dan mengajaknya untuk bertemu, karena ajakan Jayden inilah Helia membatalkan janji temu nya untuk mengambil gaun dan tuxedo pernikahan.

"Maaf karena ayah sempat gak ngenalin putri ayah"

"Saya bukan anak Om!" Jawab Helia cepat, ekspresi gadis itu benar-benar datar. "Sedari saya kecil, saya gak pernah tahu ayah itu sosok seperti apa. Anda tidak punya hak menclaim kalau anda ayah saya!"

"Lia...." Jayden menatapnya sedih, seberat apa yang putri kecilnya ini rasakan sampai-sampai ia seperti tidak punya hati?? Sekeras apa kehidupan yang Helia alami sampai-sampai hatinya pun ikut mengeras??

"Ayah tahu ini sudah terlalu lamban untuk meminta maaf, tapi dengan segala kerendahan hati, ayah minta maaf sama Lia" Jayden berusaha membawa jemari Helia untuk ia genggam tapi secepat itu pula Helia menepisnya.

"To the point! Saya ada janji ketemu WO, kalau pertemuan ini benar-benar tidak penting, saya akan benar-benar pergi"


Jayden sekali lagi menunduk, dengan hati yang teramat hancur ia mendorong pelan buku bank kearah Helia.

"Ayah kira ini dari pak Yuda, kemarin ayah ngomong banyak sama beliau, kita berbagi kisah. Sampai akhirnya keberanian ayah terkumpul dan menanyakan perihal uang yang beliau kirim. Pak Yuda terkejut, karena dia tidak pernah mengirim uang kerekening ayah, pak Yuda hanya mengirim uang kerekening Natasha di tanggal yang sama ketika ayah mengirimi Nana"

Helia menatap buku bank itu dengan tatapan datar, meski hatinya bergejolak tapi ia benar-benar tidak menunjukkan ekspresi yang spesifik sampai Jayden pun ragu untuk melanjutkan kalimatnya.


"Kalau ayah boleh tebak...." Jayden menatap Helia, "Ini anak ayah yang kirim??"

Secepat kilat Helia mengalihkan tatapannya, hatinya sakit dan takut kalau pertahannya akan runtuh.

"Kalau ayah boleh tahu, kenapa Lia kirim uang ke ayah?? Bahkan disaat ayah gak inget keberadaan Lia??"

"Om kira aku ngirim uang itu untuk apa??" Helia balik bertanya, tapi Jayden tidak ingin menjawab karena kalau ia menjawab maka sama saja dengan ia sedang berusaha membangun harapannya. Harapan kalau putrinya masih mengingatnya dan ada kemungkinan menerimanya dihati.


"Aku dari kecil ikut Bunda kerja, waktu bunda ngajar aku berusaha untuk mempelajarinya juga meskipun aku waktu itu belum faham apa-apa. Bunda nangis malem-malem karena bingung harus beli baju bekas siapa waktu aku mulai masuk SMA, Bunda juga pernah hampir daftar jadi TKW kalau waktu itu aku gak buru-buru bilang aku diterima beasiswa yang full cover padahal aku bohong. Beasiswa aku cuma cover uang semester, sisanya?? Aku kerja, cari pengalaman sana sini biar nanti ketika aku lulus, perusahaan gak akan ragu nerima aku. Trus sekarang?? Disaat aku udah hidup nyaman sama bunda dan memutuskan untuk ngirimin Om uang itu karena apa??"

Helia mengulang pertanyaannya seolah ia ingin kalau Jayden benar-benar menjawab pertanyaan itu.

"Karena anak ayah mau aya—"

"Karena aku habis mendoakan ayah!"

Meskipun kalimatnya dipotong oleh Helia, tapi Jayden tetap tersenyum. Helia mendoakan, dan itu membuat hatinya menghangat.

"Aku kirim uang setiap aku habis merutuki keluarga kalian, aku selalu doakan semoga om hidupnya menderita, semoga gak akan pernah ada perasaan bahagia didiri kalian. Aku selalu kirim uang karena cuma itu satu-satunya jalan biar aku tetap benci kalian!!"

Senyum Jayden perlahan luntur digantikan dengan genangan air matanya yang minta untuk dikeluarkan.

"Aku harap ini pertemuan terakhir kita. Kalaupun nanti Nana jadi iparan sama aku, itu gak berarti kita bisa jadi keluarga. Aku anggap Nana punya kehidupan yang berbeda dari kalian, Aku gak akan memperlakukan kalian seperti aku memperlakukan Nana!"

Helia merogoh tasnya, dan mengeluarkan segepok uang. Ayahnya dulu meninggalkan mereka karena uang, dan kini ia meninggalkan ayahnya dengan uang!





🥀___🥀





Udah gak ada harapan aku bisa nonton TDs :(

Remember me?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang