01. Lembar Pertama

371 40 22
                                    

- 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 -

  Buku ini diperuntukan bagi Teh Ajeng
  Teteh kesayangan Aya
  Teteh yang Aya kagumi
  Teteh yang hebat

Teh Ajeng itu baik
Teh Ajeng itu menarik
Teh Ajeng itu ... cantik

  Teh,
  Kalau suatu hari nanti nemu buku ini,
  Dibaca baik-baik
  Isinya pasti bikin senyum-senyum

Aya mengucapkan hatur nuhun alias terima kasih
Karena Teteh sudah merawat Aya
Sampai Aya seperti sekarang ini
Aya bangga punya Teteh seperti Teh Ajeng

  Teh,
  Hatur nuhun
  Setelah Ayah pergi, Aya masih bahagia
  Dan itu karena Teteh

Dari Ayara
Adiknya Teh Ajeng

Nama lengkapnya Ayara Senjani Darmawan, tetapi orang-orang terdekatnya memanggil dengan sebutan Aya. Kalau dalam Bahasa Sunda, Aya itu artinya ada.

Aya tidak mudah mengungkapkan isi hatinya, jadi Aya membeli buku harian yang dilihatnya saat di pasar malam bersama teman-teman. Buku harian dengan cover polos dan berwarna cokelat itu menarik perhatian Aya. Setelah dibeli Aya tidak langsung mengisinya, lalu saat mengetahui bahwa dia sangat mengagumi Teh Ajeng, dia memutuskan untuk mulai mengisi.

Aya mengagumi Teh Ajeng sebagai seorang kakak yang hebat. Setelah kepergian Ayah Darmawan, Teh Ajeng dengan baik mengisi kekosongan dalam diri Aya ketika Ayah pergi untuk selamanya. Menyusul Ibu yang dinyatakan meninggal ketika melahirkan Aya.

Rasa kagum Aya kepada Teh Ajeng meningkat saat semua keinginannya dikabulkan. Sepeda baru, tas baru, sepatu baru, semua yang Aya katakan kepada Teh Ajeng pasti langsung didapatkan. Di buku hariannya Aya mengungkap rasa sayangnya kepada Teh Ajeng, tapi di kehidupan nyata dia justru sering beradu mulut dengan Tetehnya. Interaksi terbaik agar hubungan tetap terjalin.

"Teh, kemarin Aya naruh hape itu di sini, kok!"

"Boong, kalau di sini kenapa ngga ada?"

"Suer, Aya taruh hape itu di sini, Teteh yang nyuruh Aya naruh di sini."

"Buktinya mana?"

Aya mengusutkan rambutnya frustrasi, ponsel khusus untuk bekerja Teh Ajeng menghilang. Semalam dipinjam sebentar oleh Aya, kemudian ditaruh pada tempat yang disarankan oleh Ajeng. Tapi begitu pagi tiba, ponsel itu menghilang. Tidak ada di tempat yang disarankan.

"Ah, ngga mau tahu, cari hapenya sampai ketemu!" kata Ajeng telak.

"Di depan Nathan sudah menunggu, Teh~" Aya berucap setengah merengek. "Aya mau berangkat sekolah ini."

"Ngga, ngga, cari dulu hape Teteh!" Ajeng bersikeras.

"Teh, kalau Aya terlambat bagaimana?"

Ajeng berkacak pinggang, ia mendengkus tak terima karena ponsel itu sangat penting bagi dirinya. Seharusnya Ajeng tidak mengizinkan Aya meminjam ponselnya semalam.

"Coba ingat-ingat lagi, Ya," kata Ajeng.

"Teteh nyebelin banget, si!"

"Apa?"

"Ehehe, e-engga, ngga, Aya ngga ngomong apa-apa, kok."

Lembar TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang