12. Meninggalkan

138 31 24
                                        

— 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 —

"Aya."

Aya menatap Ana intens, ia melipat kedua tangan di bawah dada saat melihat Ana menggunakan pakaian seragam sekolah. Dia sedikit berdecak, tahu kalau hari ini dia pasti akan berangkat bersama dengan Ana.

"Aya," panggil Ana. "Kata Teh Ajeng, kita berangkatnya barengan."

"Ngga sudi."

"Tapi aku ngga tahu jalan ke sekolah, Teh Ajeng juga sudah pergi ke kantor pagi-pagi."

"Terserah."

Aya melenggang pergi meninggalkan Ana, dia berharap bisa pergi ke sekolah dengan tenang tanpa diganggu oleh Ana. Yah, walau sejauh ini Ana tidak banyak melakukan hal yang mengganggu sebenarnya. Hanya Aya saja yang belum siap menerima dia, karena terlalu mengejutkan kehadirannya itu.

Ana benar-benar mengekori Aya, dia juga mengambil sepedanya yang berada di sebelah sepeda Aya. Aya sudah lebih baik setelah minum obat, jadi dia bisa kembali ke sekolah.

"Aya," panggil Ana. "Tunggu sebentar, itu ban sepeda kamu bocor kayaknya."

Prakh!

Aya mengempas sepedanya begitu saja, lalu dia memilih untuk jalan kaki. Ana tidak tinggal diam, dia memutuskan jalan kaki juga karena takut menambah hancur suasana hati Aya. Kasihan.

Di perjalanan itu Ana hanya diam, berjalan di belakang Aya tanpa berani memulai percakapan. Ana tahu akan bagaimana jika nanti dia memulai percakapan, kemungkinannya Aya akan mengatakan hal-hal menyakitkan hati.

"Oi! Oi! Oi!"

Aya dan Ana menoleh ke sumber suara, seruan itu berasal dari Nathan yang datang dengan sepedanya. Pemuda itu memicingkan matanya, dia menatap gadis asing yang berada di belakang Aya intens. Maka Nathan mengucek matanya, takut dia melihat sesosok hantu, sebab tubuh gadis tersebut sangatlah putih.

"Orang, Ya?" tanya Nathan.

"Nebeng boleh, Nat?"

Belum juga Nathan mempersilakan Aya untuk naik ke sepedanya, Aya sudah lebih awal naik ke pijakan yang terletak di ban belakang sepeda Nathan. Aya menepuk bahu Nathan, memberi kode agar segera pergi.

"Asli, itu yang tadi manusia, Ya?" tanya Nathan di sela mengayuhnya, ia menoleh ke belakang dan masih melihatnya. "Iya bener, manusia itu."

"Berisik, fokus ke jalan!" cetus Aya.

"Kamu kenal, Ya?"

"Nat!" Aya menekankan. "Aku ngga mau kamu nabrak tukang cilok lagi, ya."

Aya benar-benar meninggalkan Ana yang langkahnya begitu pelan, padahal perjalanan menuju ke sekolah juga masih jauh. Entah akan seperti apa nasib Ana nantinya, tapi berharap saja dia tidak tersesat dan sampai ke sekolah.

"Tadi anak siapa, Ya?" tanya Nathan. "Dia ngga mungkin perempuan jadi-jadian, soalnya napak kaki dia."

"Makasih."

"Lho? Kalo ditanya harus jawab atuh, Ya."

Aya tidak peduli, dia benar-benar melenggang pergi dari hadapan Nathan. Kalau sudah berterima kasih Aya pergi saja, yang penting tidak lupa mengucapkan terima kasih saja.

Di kelas benar-benar heboh persoalan murid baru, beberapa mengatakan kalau murid baru itu berasal dari Jakarta, beberapa juga bilang kalau murid baru itu memiliki saudara di kelas ini. Dan mereka menatap Aya, seseorang yang diketahui memiliki hubungan dengan murid baru itu.

Lembar TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang