25. Lembar Terakhir

370 40 38
                                    

Untuk Teteh,

Maaf Teh, Aya gagal menjadi juara satunya.
Aya mau istirahat sebentar, capek banget, Teh.
Mau minta pelukan sama Teteh takut dimarahin.
Teteh juga pasti capek, iyakan?

Maaf Teh, kalau Aya sudah nakal.
Setelah ini Aya tidak akan nakal lagi, janji.

Maaf Teh, kalau Aya selalu membenci Ana.
Setelah ini Ana bisa hidup dengan tenang.
Sama Teteh pastinya. Beban Teteh berkurang.

Habis, Teh. Lembaran buku harian Aya habis.
Dan ini adalah lembar terakhir. Aya pamit.

Teteh jangan sedih, Aya ngga apa-apa, kok.
Cuma mau istirahat saja.

Aya sudah tahu, kok.
Kalau selama ini Aya yang bukan adiknya Teteh.
Aya cuma anak yang diangkat sama Ayah.
Aya cuma pengganti Ana supaya Teteh ngga sedih.

Teteh maaf kalau Aya sering mengeluh.
Setelah ini Aya pasti tidak akan merepotkan lagi.

Buku hariannya Aya buang, gagal.
Ngga bakalan ngebuat Teteh senyum-senyum juga.
Aya juga sudah menyerah, Teh.
Aya ngga mau menjadi dokter.

dari Ayara
Adiknya Teh Ajeng

Ajeng terpaku membisu.

Selembar kertas itu tergeletak di atas meja belajar adiknya, tentu dengan tanpa lembaran-lembaran lainnya, buku harian lengkap itu tidak berada di sana. Lembar terakhir itu dirobek dari bukunya, disimpan rapi di atas meja.

"Aya ke mana, Na?"

Ajeng menyimpan selembar kertas itu, ia berbalik dan melangkah terburu-buru keluar dari kamar.

"Ayana!"

Ajeng mengusap wajahnya, matanya mulai perih ketika tidak melihat keberadaan Aya di dalam kamarnya. Padahal Ajeng berniat mengajak Aya makan malam bersama, namun saat masuk ke sana dia tidak menemukan keberadaan Ayara.

"Teteh kenapa?" Ana bertanya cemas saat Ajeng datang padanya.

"Aya di mana, Na?" Ajeng memegangi kedua bahu Ana. "Aya ke mana? Tadi dia di kamarnya, 'kan? Dia ngga lagi pergi ke mana-mana, 'kan?"

Ana menggelengkan kepalanya. "Memangnya ngga ada, Teh? Tadi dia benar-benar ada di kamarnya, kok. Ana yang nganter Aya ke kamarnya tadi sore."

"Tapi ngga ada Na!"

Ajeng melepaskan kedua tangannya dari bahu Ana, dia bergegas pergi keluar rumah untuk mencari Aya yang tidak dia temukan dalam kamar. Pekarangan rumah benar-benar sepi, tidak ada Aya atau apapun.

"Ayara~"

"Ayara~"

"Ayara, kamu di mana?"

"Ayara, kamu pasti masih di sekitar sini!"

"Ayara, jangan pergi~"

"Ayara, kamu tetap adiknya Teteh~"

Ana berlari dari dalam, dia menghampiri Ajeng yang terus memanggil Aya.

Lembar TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang