02. Lembar Kedua

211 33 42
                                    

— 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 —

   Teteh marah tadi
   Karena Aya bolos les
   Teteh kalau marah seram
   Tapi tetap cantik

Aya yang salah
Seharusnya Aya pergi les
Teteh marahnya tidak pernah lama
Aya minta maaf ya, Teh

   Teteh cantik banget kalau lagi masak
   Aya bangga punya Teteh

dari Ayara
Adiknya Teh Ajeng

Namanya juga butuh hiburan, butuh sesuatu untuk menghilangkan stres. Aya pergi ke rumah Kenan padahal Teh Ajeng sudah melarang dan menyebut Aya berbohong soal kerja kelompok, bahkan ketika itu Aruna yang bicara. Tapi Aya tetap keukeuh, pergi ke rumah Kenan supaya bisa main PS.

"Teh atuhlah, jangan ngambek lama-lama, Aya lapar."

Ajeng tidak menggubrisnya, dia tampak sibuk mengotak-atik keyboard laptopnya yang sudah pasti sedang mengurus kerjaan kantor. Namanya juga karyawan, kalau tidak rajin posisinya tidak akan meningkat. Ajeng butuh posisi lebih tinggi lagi, menjadi sekretaris contohnya.

"Teh, ngga kasihan sama Aya?"

"Kalo malam ini Aya ngga bisa tidur, gimana?"

"Terus Aya ganggu tidur Teteh, gimana?"

"Terus kalau Aya—"

Ajeng menutup laptopnya sedikit kasar, tentu saja hal itu membuat Aya tak lanjut bicara. Aya menunduk dengan jemari yang bertaut cemas, takut Teh Ajeng makin marah.

"Ayo minta maaf sama Teteh," kata Ajeng. Kemudian, dia menatap Aya yang sedang tertunduk. "Sambil lihat Teteh."

Aya menggelengkan kepalanya.

"Aya, bulan juni kamu tujuhbelas tahun, kamu bukan anak kecil lagi, jadi jangan kekanakan!"

Aya menggigit bibir bawahnya sendiri, menahan agar tidak melawan.

"Teteh capek kerja dari pagi sampai sore, dan itu cuma buat pendidikan kamu, Aya!" tekannya. "Teteh bayar mahal-mahal les supaya masa depan kamu terjamin, katanya mau menjadi dokter."

Sebenarnya Ajeng tidak akan marah berkepanjangan jika Aya berani meminta maaf. Akan tetapi, sampai sekarang Ajeng tidak pernah mendengar kata maaf keluar dari mulut Aya. Adiknya ini memang tidak terlalu suka mengungkapkan isi hatinya secara terang-terangan, terlalu malu katanya. Sehingga meminta maaf secara langsung pun dianggap sulit baginya.

"Kalau punya otak itu dipakai!" tandas Ajeng tegas dan lugas. "Kamu mau menjadi juara pertama, Teteh biayain les kamu!"

"Teteh lupa?" tanya Aya. "Teteh kan, yang pengin Aya rangking satu, bukan Aya."

Ajeng terdiam seketika.

"Ya udah, Aya minta maaf." Aya akhirnya mau meminta maaf, walau dia masih menunduk tidak berani menatap Ajeng. "Mau makan, Aya lapar."

"Jadi perempuan itu harus bisa masak!" tekan Ajeng. "Memasak saja tidak becus!"

Aya mengangkat kepalanya. "Teteh atuh, ih!"

Lembar TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang