— 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 —
"Teh."
"Teteh, bangun."
Suaranya terdengar serak, membangunkan seseorang yang dipanggilnya. Ajeng mengerjap, samar-samar dia melihat adiknya yang belum beranjak dari tidurnya. Sebelah tangan Ajeng terulur, mengusap bagian pipinya dengan penuh kasih sayang.
"Teteh mandi duluan, ya." ujar Ajeng sambil terus membelai pipi Aya. "Harus ke kantor, hari ini hari terakhir tes soalnya, kalau lulus posisi Teteh akan naik dari sebelumnya."
"Teteh," panggil Aya pelan. "Teteh lupa?"
Ajeng mengerutkan dahinya bingung, ia beranjak duduk dan melirik ke arah jam dinding yang menempel pada tembok. Dia menyibak rambutnya, mengembuskan napas panjang merasa bahwa waktu pergi ke kantor masih lama.
"Teteh siap-siap dulu, biar nanti Teteh yang buat sarapan sekalian," kata Ajeng. Kemudian dia menuruni ranjang Aya sembari mengikat rambutnya. "Oh iya, kamu mau sarapan apa, Ay?"
"Aya sarapan di sekolah saja, Teh," balas Aya. "Hari ini ada jadwal piket, jadi harus datang pagi-pagi."
"Ngga mau nungguin sarapan dulu? Minimal bawa bekal."
Aya mengangguk pelan. "Boleh, nanti titip saja sama Ana."
"Oke."
Ajeng melangkah keluar dari kamar Aya, lalu dia kembali ke ambang pintu kamar Aya merasa ada yang janggal. Aya berhenti dari aktivitas untuk merapikan ranjangnya, dia mengerjap cepat sambil menatap Sang teteh yang berada di ambang pintu sana.
"Kumaha Téh?" tanya Aya. "Kenapa masih di sana?"
"Apa kamu bilang barusan?"
"Yang mana?"
"Tadi, yang soal sarapan dibawa ke sekolah."
"Oh." Aya manggut-manggut paham. "Iya, nanti Teteh titipkan saja sarapannya sama Ana, tapi kalo mateng lebih cepat, Aya bisa bawa sendiri."
Ajeng menggelengkan kepalanya. "Kamu ... Ayara?"
"Iya, kenapa?"
Kedua sudut bibir Ajeng terangkat membentuk senyuman, lalu dia merentangkan kedua tangannya dan berlari menghampiri Aya. Dipeluknya Aya erat sekali, air mata haru jatuh begitu saja, hal yang tidak disangka-sangka pun terjadi ketika Aya balas memeluk Teh Ajeng.
"Ya sudah, kalau begitu Teteh mandi sekarang, nanti biar Teteh suruh Ana berangkat bareng sama kamu saja."
Pelukan itu merenggang, Ajeng menepuk kedua bahu Aya dua kali sebelum ia berbalik untuk lanjut pergi.
"Teh."
"Iya, Teteh bakalan buru-buru, sepertinya hari ini Teteh bakalan dapat nilai bagus, suasana hati Teteh bagus banget soalnya."
Ajeng melenggang pergi kesenangan, menyisakan Aya yang berdiri kaku di tempatnya.
"Teteh lupa sama ulang tahun Aya."
Aya memejamkan matanya, dia berharap jika ini hanyalah mimpi. Namun ketika membuka matanya, dia masih tetap berdiri di sini, tempat terakhir ketika dia ditinggalkan Teh Ajeng pergi.
"Iya, Teteh lupa sama hari ulang tahun Aya."
— 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 —
Ana berpegangan pada kedua bahu Aya dengan hati-hati, dia naik ke pijakan sepeda Aya yang berada di ban belakang.
"Assalamualaikum, Teh."