07. Masih Lembar Keenam

124 30 25
                                    

- 𝘓𝘌𝘔𝘉𝘈𝘙 𝘛𝘌𝘙𝘈𝘒𝘏𝘐𝘙 -

Kenan membawa Aya ke rumahnya, sekarang dia sedang duduk di sofa menghadap ke layar televisi besarnya sambil menggenggam secangkir susu hangat di tangannya. Kenan sudah menawari Aya main PS, tetapi untuk pertama kalinya Aya menolak permainan itu. Dia seperti kehilangan jati dirinya.

"Sudah bisa bicara, Ya?" tanya Kenan.

"Janji ya, Ken," ujar Aya. "Cuma kamu saja yang tahu ini, aku ngga mau yang lainnya tahu."

"Jadi kenapa, Ya?"

"Ada gadis asing yang ngaku-ngaku sebagai anak Ayah, dia hanya bawa surat wasiat dari wanita yang bernama Sekar."

Kenan mengubah posisi duduknya jadi sedikit menyamping, ia memandang Aya lamat sekali, siap mendengarkan kelanjutannya.

"Dan Teh Ajeng percaya begitu saja, seolah dia itu memang adiknya, seolah dia itu pernah ketemu sama Teh Ajeng, seolah dia-menurutku dia bakalan jadi benalu, Ken." Aya meralat kalimat akhirnya. "Baru datang dia sudah merebut Teh Ajeng dari aku."

Kenan meraih pucuk kepala Aya, mengusapnya lembut sehingga secara spontan membuat Aya ingin menangis. Benar saja, hanya dalam hitungan detik saja air mata meluruh sehingga Kenan yang pengertian tak sungkan untuk menyekanya. Kenan menangkup wajah Aya, memandangnya lembut sekali.

"Aku sayang sama Teh Ajeng, Ken," kata Aya. "Dan aku merasa kalau kehadiran dia itu akan menghancurkan seluruh kedekatan aku sama Teh Ajeng."

Kenan manggut-manggut paham, dia berikan Aya ruang untuk berbicara, sementara yang bertindak darinya adalah usapan-usapan lembut di pipi Aya. Lalu, Aya sempat-sempatnya menyeduh susu yang masih hangat itu, menarik ingusnya yang hampir keluar karena sejak tadi ditahan.

"Ngga apa, menangis saja."

"Muka aku jelek, ya?"

Kenan terkekeh. "Ngga, kata saya mah, kamu itu malah lucu, kayak bocil."

"Kenan~"

Dan Kenan tidak bisa menahan tawanya, lalu saat Aya ingin memeluknya dia dengan sukarela merengkuh tubuh gadis ini. Aya menaruh dagu runcingnya di bahu Kenan, bibirnya melipat menahan suara karena tangis yang tidak tertahan. Sejujurnya Aya ingin menjerit histeris, tapi Aya ingat kalau dia sedang bersama Mas Crush saat ini. Takutnya Kenan ilfeel, Aya gagal memilikinya, tambah sakit hati nanti.

"Mau main PS, ngga?" tawar Kenan.

Aya menggelengkan kepalanya.

"Ini sudah malam, Ya." Kenan melepaskan pelukan itu, lalu ia menyeka air mata di wajah Aya. "Pulang sekarang?"

Aya menganggukan kepalanya.

"Tunggu sebentar, saya ambilkan jaket saya, meskipun kita naik taksi, tapi kamu harus tetap hangat."

"Iya, boleh."

"Sudah atuh, kamunya jangan menangis begitu, saya ngga tega nanti."

Aya memaksa senyumannya, lalu dia menyeduh susu yang sisa setengah di cangkir itu. Ketika sedang berusaha untuk tidak salah tingkah, tatapan Kenan malah membuat Aya menyemburkan susu di mulutnya sampai mengenai wajah pemuda di hadapannya.

"K-ken, a-aku, aku ngga maksud, aku bersihin, ya?"

"Ngga apa, Ya," kata Kenan. "Ngga, ngga apa-apa, kok. Nanti saya bersihin di kamar mandi, ngga apa."

"Ih, maafin aku, Ken~"

"Ngga apa, Ya." Kenan memasang raut wajah pasrahnya. "Sekalian saya ambil jaket buat kamu. Btw, kamu ngga apa-apa, 'kan?"

Lembar TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang