" Sehari berbakti, sudah nabung tiket ke surga. Jadi, kalau mau mati sekarang boleh aja. "
━━━━━Terkadang, waktu sebentar sudah cukup dapat meningkatkan hubungan antara seorang anak dan juga seorang ibu. Atau mungkin, waktu sekejap bisa meningkatkan hubungan apapun itu. Mungkin itu lah, yang saat ini tengah terjadi kepada sepasang anak perempuan dan juga ibunya. Terdapat waktu libur satu hari, sebelum besok pagi sang putri tercinta harus di gondol* oleh sang calon menantunya.
Delapan belas tahun Jalila hadir, hanya saat-saat masih kecillah sang mami merawatnya dengan langsung. Adat Jawa yang masih kental dalam dirinya, menyebabkan mami Jalila lebih memilih mengurus dan membesarkan anak-anaknya tanpa bantuan pengasuh sama sekali. Berbeda dengan para menantu yang lain, yang lebih memilih memakai jasa pengasuh. Sebenarnya, semua itu pilihan masing-masing. Tetapi, karena maminya Jalila tidak ingin, ikatan anak dan ibu terkikis sedikit demi sedikit, akhirnya beliau lebih memilih mengurus sendiri.
Dan sekali lagi, dalam suasana kota semarang yang tiba-tiba mendung, benar-benar membuat suasana tampak lebih adem dan harmonis. Pagi ini, sepasang anak perempuan dan ibu itu, terlihat di dalam sebuah rumah kaca yang berada di halaman belakang kediaman utama keluarga Manggala. Maminya Jalila, yang saat ini tengah hanya sekedar merangaki bunga, dengan sang putri yang sedang merebahkan dirinya berbantalkan paha sang ibu, benar-benar pemandangan yang indah.
Ingin sekeras apapun kanjeng ratu Bimala kepada putri bungsunya, tetapi tetap saja, saat masa-masa seperti ini, memanjakan sang anak lebih terlihat penting. Maminya Jalila tidak pernah protes jika sang anak meminta ini dan itu, bahkan meminta hal yang paling aneh sekalipun. Bahkan, sesekali Jalila manja pun, beliau tidak pernah menegur dengan dalih, sudah berusia delapan belas tahun, kok masih manja? Maminya Jalila bukan perempuan seperti itu.
" Mi, dulu kenapa Mami memilih selesai S3 dulu, baru nikah sama Papi? " Pertanyaan Jalila, bersamaan dengan sebuah senandung lagu Jawa lawas, yang diputar pelan oleh sang mami. Sedangkan, maminya Jalila, masih belum menjawab, tetapi langsung menatap kedua mata sang putri, sembari mengusap pelan rambutnya.
" Dulu, Mami bukan orang sekaya Papi kamu. Amma kamu itu, dulu gila harta, sampai akhirnya jadi pengusaha teh sama kopi. Tetapi, obsesinya Amma kamu dengan yang namanya pendidikan setinggi langit benar-benar sudah tidak bisa diganggu gugat. Mami ketemu Papi itu, satu tahun sebelum Mami harus menyelesaikan S2 Mami. Sebenarnya, saat itu dengan uang dua miliar yang menjadi jaminan kalau Papi kamu sudah mapan, benar-benar tidak membuat Amma kamu goyah sama sekali. Padahal, uang yang Papi beri itu lebih daripada penghasilan bulanan yang Amma terima. Tetapi, dulu Amma kamu berkata, " Cah* ganteng, Saya itu memang gila harta. Tetapi, segila-gilanya Saya dengan Harta, Saya lebih gila lagi masalah pendidikan. Sudah cukup Saya bodoh dengan tidak bersekolah tinggi, jangan sampai anak wedok* Saya demikian. Jika memang Kamu cinta mati sama anak Saya, tungguin sampai Mala kelar pendidikan tingginya dulu. " Katanya gitu- "
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAK SEKOLAH [ COMPLETE ]
Roman pour Adolescents━━━━━ Pada kenyataannya, menjadi siswi kelas dua belas semester akhir yang di mana, masa-masa krusial dalam menetapkan masa depan. Adalah hal yang sangat lelah, dan juga meributkan. Ditambah, banyak sekali drama, kejadian, yang terkadang benar-benar...