31. Bookstore Date

21.3K 2.9K 1.3K
                                    

Halo guyss, acha is backk! Udah lama banget aku ga up

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo guyss, acha is backk! Udah lama banget aku ga up. Btw sekarang kalian bisa panggil aku Mocha (Mommy Acha) atau Kak Acha juga gapapa 🤍

Dan aku panggil kalian 🍙 Mochi 🍙  okeii

Jangan lupa ramein komen! Happy reading mochi 🤎

***

"Vano mau ke mana?"

Kila yang baru saja selesai mencuci piring bingung ketika melihat Vano turun dari tangga sambil memakai jaket kulit hitam berlambang Revolver. Kila menerka Vano mau pergi ke suatu tempat.

"Mau main ke markas Revolver. Gue gabut," jawab Vano tanpa menatap Kila sama sekali.

Ternyata benar dugaan Kila. Vano mau pergi. Dan mendengar kata markas, mata Kila berbinar-binar. Sudah lama Kila tidak ikut berkumpul dengan teman-teman Vano. "IH, MAU IKUT MAIN DONG!"

Urat di leher Vano menonjol melihat betapa antusiasnya Kila. Sudut bibirnya berkedut dan tatapannya menjadi tajam seolah dia sedang menatap musuh. Sebenarnya Vano hanya kesal karena Kila selalu mengikutinya seperti anak itik mengikuti induknya. Ke mana pun Vano pergi, Kila selalu minta ikut. Vano memukul kening Kila sambil mengomel, "NGIKUT MULU!! KERJAIN TUH SKRIPSI!"

Kila refleks menutup kedua telinganya dengan kedua tangan. Bibirnya mengerucut selagi matanya menatap sebal Vano. Kila muak mendengar kata skripsi. Perutnya seperti dikocok tiap tugas akhir kuliah itu disebut. Kadang Kila berpikir, skripsi lebih menakutkan dari bertemu hantu atau perampok.

Dengan kepala tertunduk, Kila mengeluh, "Tapi gue gak tau harus nulis skripsi apa."

Vano terbelalak. "HAAAAH??? JADI SELAMA INI LO BELOM—"

Belum sempat menyelesaikan pertanyaannya, Kila sudah memotong dengan mengatakan, "Iya."

Kila mendesah. Kepalanya semakin tertunduk saat tatapan Vano semakin tajam. Gadis itu berpikir pisau daging kalah tajam dengan tatapan marah Vano. Suaranya lirih sekali saat melanjutkan ucapannya. "Soalnya gue gak bisa mikirin skripsi, Van. Yang ada dalam pikiran gue tuh lo doang."

Sekarang, bukan hanya urat di leher Vano yang menonjol, tapi juga pelipis. Mukanya merah padam. Rahang tegasnya mengatup. Giginya gemeletuk dan kedua tangannya mengepal. Vano mirip petasan yang akan meledak. "KILA! LO ... BISA BISANYA ANJIR!"

Kila meringis sebelum memberanikan menatap mata Vano. Ia menggaruk kepala yang sepertinya gatal karena belum sampoan beberapa hari. "Ya emang bisanya itu doang."

Vano menghela napas frustrasi. Tidak mengerti jalan pikiran Kila. Vano yakin otak gadis itu sudah rusak. Entah bisa diperbaiki atau tidak. Mudah-mudahan bisa. Setelah memijat pangkal hidung, Vano berkata, "Ya sudah. Setelah gue pulang, lo harus udah siap."

UNDER THE SAME ROOF: VANO & KILATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang