Rasanya malam itu Jeno tidak bisa tidur sama sekali. Membayangkan betapa senangnya ia jika keluar dari rumah besar ini, lalu melarikan diri lantas melaporkan segala perbuatan Renjun terhadapnya kepada pihak kepolisian.
Hahah, sangat mudah.
Jeno tidak membiarkan dirinya untuk tidur walau sepasang matanya sudah minta ditutup. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan lagi, dan ini adalah kesempatan emas.
Namun rasanya kelopak mata Jeno begitu berat. Alam mimpi seolah melambai padanya berulang kali. Alhasil Jeno tertidur, terlelap dalam nyenyak seiring alam mimpi menjemputnya. Detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hingga matahari terbit.
Renjun terbangun. Ia menoleh ke arah Jeno lantas segera beranjak. Membenarkan posisi selimut untuk pria yang ia cintai, kemudian segera membersihkan diri.
Hari ini ia akan pergi keluar untuk membeli beberapa barang kebutuhan. Sebenarnya ia ingin membawa Jeno keluar hari ini tapi sepertinya Jeno terlalu lelap dalam tidurnya. Renjun tidak mungkin membangunkan Jeno.
Renjun meninggalkan Jeno sendirian. Mengendarai mobilnya meninggalkan gedung tinggi tersebut, seorang diri.
.
.
.
.
.
.Deg.
Jeno terbangun.
Ia meringis kecil saat cahaya matahari menyerangnya lewat balkon kamar. Pria itu terdiam sesaat sebelum menoleh ke area tempat tidur yang biasa Renjun tempati."Tidak.... tidak..." Jeno berguman pelan.
Ia pun segera beranjak dari kasur. Berjalan cepat dengan kedua tangan menyatu menuju kamar mandi dan ruang ganti.
Kosong, tidak ada siapapun.
Lantas Jeno keluar dari kamar tersebut. Menuruni anak tangga satu persatu dengan terburu-buru kemudian menjelajahi rumah tersebut.
"RENJUN!" Ujarnya berulang kali. Untuk yang pertama kali menyebut nama penculiknya. Air keringatnya mengucur, nafasnya seolah memburu, akhirnya ia pun menyender pada dinding.
"Tidak..."
Tanpa disangka sebelumnya, Jeno meneteskan air mata. Menangis dengan pandangan kosong, menerima realita bahwa bagaimanapun juga ia tidak bisa keluar dari tempat ini.
Tubuhnya terjatuh. Menyender pada dinding lalu menghela nafas pelan.Bodoh, bodoh, bodoh. Pikirnya.
Bagaimana bisa ia terlelap begitu saja sedangkan jalan keluar sudah di depan mata?
Pip.
Jeno mengerutkan kening. Mendengar suara tombol pin pintu utama disusun sebanyak enam kali sebelum pintu terbuka. Mungkin itu Renjun, pikirnya.
Pria itu segera beranjak.
Berjalan pelan menuju lorong pintu utama sebelum telinganya menangkap sebuah obrolan."Aku akan turun dalam sepuluh menit. Aku hanya mengambil beberapa barang di kantor pribadiku. Kau pergilah duluan."
"Baik, Tuan."
Jeno meneguk ludah. Itu suara seorang pria yang sangat asing di kepalanya. Suaranya sangat berat, juga kasar. Ia pun segera berlari menaiki tangga begitu mendengar suara derap langkah mendekati. Bersembunyi di balik sekat yang mungkin tidak akan dilewati pria tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
MANIAC | JenoRenjun✔️
Fanfiction🔞 Adult Only JENO itu adalah pria tertampan yang pernah Renjun kenal. Tubuhnya, parasnya, senyumannya, hidung mancungnya, dan suara beratnya. Renjun ingin memiliki Jeno seutuhnya. Ia akan melakukan apapun demi mendapatkan sosok yang diidam-idamkann...