Chapter 9 Resident Evil V

324 46 12
                                    

Suara angin selalu terdengar dipedesaan. Melewati semak dan daun-daun membuat mereka terbang tinggi dan terjatuh ketanah. Terpaan angin yang tidak berhenti membuat dedaunan itu bersuara cukup nyaring, dengan burung berkicauan yang ikut diterpa.

Padahal di area itu hanya ada keheningan dekat kaki gunung. Tanpa seorangpun yang berlalu lalang kecuali tiga pemuda.

Entah apa yang mereka lakukan kala petang menyahut menandakan hari mulai berakhir.

"T-tenn-nii..." lirihnya pelan dengan tubuh yang bergetar dan air mata yang bercucuran. Seraya tangannya digenggam erat oleh sosok dihadapannya. Maniknya tidak terlihat, tertutup oleh surai yang kontras dengan merah.

"...nee Riku..." kulit pucatnya mengusap pipi orang dihadapannya dengan lembut. Terlihat dirinya tersenyum, namun maniknya tak bisa dia lihat jelas.

Surai raven merasa harus mengatakan sesuatu. Apapun itu asal surai merah itu tidak disalahkan.

"Ku-kujou-san... ini--"

"Aku mohon diamlah sebentar Izumi Iori... aku ingin mendengarnya dari Riku..." ucapnya tegas seperti biasa, namun terdengar lembut. Iori menurunkan bahu tegangnya. Yakin karena sang kakak takkan mengatakan hal pedas kali ini.

Manik pink pucatnya terlihat. Penuh dengan kekhawatiran meski tersenyum. Entah apa yang adiknya kira melihatnya berekspresi seperti itu. 

Marah? Kecewa? Dia tak tau... tak bisa ditebak.

"...a-aku..." akhirnya surai merah berucap meski terbata. Sambil menstabilkan nafasnya terlebih dahulu.

"Kita duduk di saung sebelah sana..." ucap sang kakak menuntunnya ke saung terdekat. Iori juga mengikuti.

Setidaknya hembusan nafas panik itu tidak menjadi kambuh. Dia bisa mengendalikannya perlahan hingga tenang. Membuat surai raven dan putih pink itu menghela nafas lega. Nafas Riku yang stabil menenangkan dadanya. Sekaligus memastikan 'hari' tidak berkurang.

Surai pink pucat itu kembali duduk berhadapan dengan sang adik.

"Aku takkan memaksamu menceritakannya... toh, aku juga tak bisa melihat apa yang kau lihat..." ucap Tenn lagi membuat bahu Riku menegang.

"Aku ragu jika aku bisa membantu..." sesalnya "Tapi kumohon, beritahukan semuanya padaku... dengan itu aku dapat membantumu walau hanya sedikit..." dia terdengar memohon

Jarinya bertautan dengan sang adik. Memastikan kalau kata-katanya ini tulus tak ada maksud untuk memarahi. Atau dia sedang berusaha menahan rasa marahnya yang menggebu-gebu.

"Aku... tak ingin kita melewati satu sama lain lagi, dimana kau pergi tanpa memberitahukan apa-apa... dimana apa yang kau sembunyikan menjadi penyesalanku..." genggamannya menjadi lebih erat.

Surai merah itu masih tertunduk. Namun sudah merasa tenang kali ini dan mengeratkan balik genggaman itu. Hingga manik merah itu memberanikan diri untuk melihat kakaknya.

"A-ada masalah dengan desa ini..." ucapnya pelan meski masih terdengar nada bergetar. Mulutnya ragu untuk menceritakan. Tapi melihat ekspresi sang kakak yang duduk diam dan menunggunya dengan sabar, surai merah itu meneruskannya.

"Tu-tunggu Nanase-san! Jika kau mengatakannya apa tidak berefek negatif pada tubuhmu?" tanya Iori tiba-tiba memotong. Khawatir mengingat sebelumnya ketika membeberkan informasi, bisa saja bayangan itu datang kembali dan memperburuk si kutukan.

Dan itu membenarkan firasat Tenn. Menyadari ada yang salah dengan Riku semenjak memasuki desa ini. Darimana dia selalu melihat sekeliling, dimana dia tiba-tiba gelisah saat itu, dan bagaimana dia selalu mengenakan pakaian panjang meski cuaca sedikit panas. 

A Certain Future with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang