April, 2012
Binar Bagaskara telah mencapai titik tingginya, menghasilkan terik yang amat menyilaukan mata. Bagi manusia seperti Jeno, ini adalah waktu-waktu menjemput mimpi. Menjadikan kedua lengannya sebagai bantal. Suara-suara berisik itu anehnya malah membuat tidurnya semakin larut.
"Hei, bangun!" seru seseorang membangunkan.
"Kenapa dia tidur di jam istirahat?" tanya yang satunya. "Bukannya makan malah tidur," lanjutnya.
"Hei, bangun. Aku ingin duduk di sini, aish," kesal sudah perempuan itu lantas diguncangkan sedikit tubuh Jeno.
"Ah, kau mengganggu tidurku, sialan," pekik Jeno.
"Aku tidak peduli kau ingin tidur dimana saja dan kapan saja, aku ingin makan!"
Jeno mengusap wajah, "Makan tinggal makan, kenapa dibuat rumit."
"Kau menghabiskan tiga kursi untuk tidur bodoh!" suara perempuan itu meninggi. "Minggir!" dengan sekuat tenaga Jeno terjatuh akibat dorongan perempuan itu.
Ya ampun besar juga tenaganya, batin Jeno.
Dengan jiwa setengah tidur, ia paksakan untuk berdiri. Kelimpungan kesana-kemari mencari energi. Dia regangkan tubuhnya ke kanan dan kiri. Matanya melotot, ia kini melihat bidadari.
"Tidak mungkin," batinnya.
Pandangannya ia fokuskan pada laki-laki manis yang mirip dengan karakter anime kesukaannya itu. Terpana tak berkedip melihat sang pujaan hati."Kenapa manis sekali?" heran Jeno tersenyum lebar seperti orang gila. "Gila, sudah gila aku." Wajah Jeno sungguh sangat konyol sekarang. Sepertinya jika dipotret sudah menjadi meme.
Pandangannya kini terpaku pada laki-laki termanis yang pernah Jeno temui. Lihatlah kedua netra yang berbinar itu, melirik kesana-kemari entah apa yang dicari. Surainya begitu lembut ketika terembus dersik yang gigih. Tak lupa dengan kedua belah bibir yang merah merekah bak mawar merah indah.
Lama sekali Jeno pandangi pahatan karya Tuhan itu, sampai tak sadar bahwa kini telah terbuat sebuah antrean panjang membelakangi dirinya. Mereka berpikir Jeno sedang mengantre membeli segelas teh segar.
"Maafkan aku, silakan," kata Jeno meninggalkan tempat.
Masih tetap sama dia letakkan fokusnya pada laki-laki manis itu.Tak peduli sekitar yang sekian kali ia terbentur kursi dan meja kantin. Ketika mendapat kursi dia segera duduk dan menopang dagu dengan salah satu tangannya. Tidak mau terlewat satu detik pun dalam melihat pujaan hatinya kini.
"Jaemin!"
Ah, Jaemin namanya. Cantik sekali.
"Jaemin-ah, mau pesan apa?" tanya seorang laki-laki yang tertinggal.
Kedua alis Jeno berkerut. Apakah itu kekasih Jaemin? Begitu pertanyaan yang timbul dalam benak Jeno. Ia juga berpikir, mana mungkin lelaki semanis itu tidak memiliki kekasih?
"Kak Mark, mau pesan apa?" Jaemin berbalik berhadapan dengan Mark.
Ini pertama kalinya Jaemin pergi ke kantin sekolahnya setelah beberapa tahun dia berada disini. Setiap hari ia selalu membawa bekal dan menghabiskannya di taman belakang bersama Mark. Sekala bel berbunyi, Mark sudah berada di depan Kelas Jaemin, menunggu untuk waktu makan siang bersama. Namun, kali ini Jaemin melupakan kotak bekal beserta air minumnya. Katanya Bunda pagi-pagi sekali sudah bergegas pergi pada keperluan yang mendadak. Bunda pagi-pagi sekali sudah bangun memasak dan menyiapkan bekal untuk Jaemin. Karena terburu-buru dan tak ada yang mengingatkannya ia lupa membawa bekalnya. Tak apa lah, sesekali setidaknya ia pernah merasakan makanan kantin.
Mark menaikkan kedua bahunya, bahasa tubuh jika dia tak tahu. "Aku dengar bakmi disini sangat enak. Mau coba?" Mark memiringkan kepalanya sedikit dan tersenyum.
Melihat itu Jaemin pun ikut tersenyum manis. Tidak tahu saja dia jika sedari tadi ada seseorang yang berusaha kuat melihat senyum itu. "Kedengarannya bagus," jawab Jaemin.
Selanjutnya lelaki pirang itu meraih telapak tangan milik Jaemin, ia genggam tangan itu menuju kedai bakmi di sekolah nya. Melihat itu, Jeno kesal bukan main, merutuki dirinya sendiri mengapa baru sekarang ia bertemu dengan lelaki mirip karakter anime favorit nya.
Diam-diam Jeno ikuti langkah mereka menuju bakmi yang tadi di elu-elukan."Aku mau pesan es teh dulu, Kak Mark. Mau sekalian?"
"Oh, ya, Jaemin tolong pesankan aku satu, jika sudah selesai langsung duduk saja, aku akan menyusul." Mark melepaskan genggamannya, itu membuat Jeno lega tetapi sedetik kemudian ia kembali memanas, Mark mengusak surai lembut itu? Ia juga mau!
Setelah lelaki pirang itu pergi, Jeno segera melaksanakan aksinya. Berbuntut di belakang Jaemin sembari sedikit-sedikit mencuri pandang kepada Jaemin.
Ia ikut mengantre, tenggorokannya terasa kering juga ternyata.Mungkin ini satu-satunya hal gila yang pernah Jeno lakukan. Ia tidak pernah tertarik dengan siapa pun di tempat ini. Alasan utama dia pergi ke sekolah adalah karena ...
Jawabannya pasti bukan belajar,
Jeno bukan tipe orang yang seperti itu, terlalu pintar katanya, tidak cocok.
Alasan dia pergi ke sekolah adalah untuk tidur. Setiap hari tak terlewatkan teriakan sang ibu untuk membangunkan. Karena tak ingin diganggu, ia memilih tidur di sekolah saja. Oleh karena itu, tak ada yang menyadari kehadirannya di sini. Dia terlalu anti sosial. Makanya, ini hal tergila yang pernah dia lakukan.
Lama sekali Jeno menunduk menunggu giliran, sepertinya dia sudah tak ingat jika dia sedang membuntuti pujaan hatinya, ia ingin cepat-cepat minum sekarang.
Ketika dirasa tak ada lagi seseorang di depannya, Jeno segera melangkah dan ingin segera menyerukan keinginannya, namun ...
BYUR
Jeno tak melihat jika Jaemin berbalik dan mereka sama-sama saling melangkah. Dengan garis langkah yang sama, mereka bertubrukan.
Basah, dia membasahi seragam si manis.
"Kau ..."
TBC
22/01/23Terima kasih sudah berkunjung dan menyempatkan waktunya buat baca
ceritaku.
Jangan lupa kasih aku vote dan coment yaa.
See youuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka ; Nomin
RomanceSelisih kalimat seru penyerbu menyisakan seluruh kasih yang memburu. cr cover: canva, pin