Kini Jaemin sudah diam telak bak tersambar petir. Setelah Jeno duduk tepat di hadapannya, pemuda manis itu enggan sekali untuk mengangkat kepalannya, seolah sesuatu di bawah sana lebih menarik untuk dia pandangi.
"Jeno-ya, perkenalkan dirimu," Suruh Tiffany.
Jeno berdeham sedikit menetralkan rasa canggung. "Ah, annyeonghasimnikka, Lee Jeno-imnida," ucapnya dengan senyum.
"Annyeonghaseyo, Jeno, namaku Yoona, dan ini putra ku, Jaemin," jawab Bunda menyiku bahu Jaemin. "Jaemin-ah," panggil Bunda.
Diangkatlah wajah itu, kemudian ia lemparkan senyum paksanya kepada Jeno. Setelah itu dia menunduk lagi.
"Maafkan aku, dia memang sedikit pemalu dan kikuk," kekeh Bunda lagi-lagi dengan elusan tangannya pada bahu Jaemin."Tak apa Yoona-ya. Mungkin Jaemin malu karena melihat putra tampanku. Ah, biasalah anak muda." Tiffany melemparkan guyonannya.
Sungguh aku muak sekali, ucap Jaemin dalam hati.
"Yah memang sepertinya. Dia tak terbiasa berbicara banyak dengan orang lain. Setiap harinya hanya berdiam di kamar dengan camilan-camilan kesukaannya."
Jaemin merutuki Bunda karena telah berbicara hal memalukan miliknya di depan Jeno.
"Jadi, dia sedikit canggung denganmu. Dia terpaksa ikut denganku karena katanya takut diculik monster, hahaha," lanjut Bunda.
Jaemin sudah menyerah. Mengapa Bunda malah menceritakan hal memalukan tentangku, di hadapan Jeno? Seseorang yang buatku sebal? Hilang sudah imej dingin nan keren ku di sekolah, karena Bunda membocorkannya!
Jeno tersedak mendengar pernyataan Bunda. Seketika Jaemin melihat pada Jeno dengan wajah setengah menunduk.
Jeno menertawakanku! Ucapnya dalam hati.
"Ya ampun, lucu nya,"
"Ada satu malam tak lama ini, ketika hujan turun, Jaemin berlari ke kamarku dan Siwon, dia mengadu melihat monster sedang mengorek kaca jendelanya. Dia sangat gemetar sembari menangis. Bibirnya sudah bengkak dan hidungnya merah tomat," cerita Bunda dengan menggebu-gebu.
Sungguh Jaemin sudah tak tahan. Kepalanya kian menunduk.
"Aku dan Siwon segera pergi ke dalam kamarnya, ternyata hanya ranting pohon yang tertiup angin. Siwon hanya tertawa mengetahui kebenaran itu. Dia terus mendekapku dan merapatkan tubuhnya erat sekali. Masih dengan wajah yang sembab sehabis menangis, dia merengek ingin tidur bersama kami, kami turuti. Dia ingin kami memeluknya saat tertidur, haha, sungguh dia seseorang yang penakut."
"OMO! Lucunya, dia benar-benar seorang bayi!" Tiffany memekik.
"Dia memang bayi dewasaku. Setiap malam harus kubuatkan susu."
Sudah kesal Jaemin tak terbendung lagi, ia hendak protes namun seseorang menyelanya dengan gelakkan tawa.
"HAHAHA." Jeno tertawa terpingkal-pingkal. Jaemin kesal sekali.
"Jeno-ya, perhatikan sikapmu," ucap Tiffany.
Dia menghentikan gelakkannya, namun pandangannya tetap pada Jaemin yang kini wajahnya merah cabai. "Maafkan aku." Dia membungkuk. "Aku ke belakang dulu, ya, ibu, ahjumma," lanjutnya meninggalkan tempat.
Jaemin berbalik menatap Jeno yang meninggalkan meja mereka, dia lihat Jeno balik menatapnya dengan wajah yang meledek.
"Bunda!" Jaemin merengut.
"Lihatlah, Tiffany, dia merajuk."
Bunda sungguh memuakkan.Dengan kesal, Jaemin beranjak dari duduknya. Berjalan keluar kedai dengan kaki yang dientak-entakkan lucu.
"Dia seperti itu jika merajuk," ucap Bunda.
Kedua wanita itu melanjutkan obrolan acaknya.
Di samping itu, di belakang kedai, Jaemin menangis karena malu. Lengan sweter yang ia kenakan berada di depan matanya, menahan air mata agar tak terjatuh.
"Huwa." Jaemin sesekali menarik ingusnya. "Aku mau pulang!"
"Bocah ini ingin pulang?" tiba-tiba Jeno datang dengan wajah menyebalkan itu lagi. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celananya, ujung bibirnya terangkat sebelah membentuk seringai.
Jaemin menghentikan tangisannya. Dia melihat Jeno yang sedang menatap dirinya dengan angkuh. Jaemin sebal.
"Bocah ini ingin pulang?" dia mengulangi kalimatnya.
"Diamlah kau, sialan," Jaemin mendengus.
"Hari sudah malam, sudah waktunya minum susu," Jeno berkata dengan tertawa.
"Hentikan!" Jaemin berseru.
Jeno hanya tersenyum gemas melihat Jaemin yang marah-marah padanya. Terlihat lucu baginya. Hanya dengan menggunakan celana kain hitam dan sweter berwarna putih tulang ditambah lagi dengan wajah merah sehabis menangis. Jeno menahan dirinya agar tak mengelus kedua pipi yang terlihat lebih berisi malam ini.
"Jaemin yang keren ternyata setiap malam menginginkan susu?" Dia tertawa lagi.
Pemuda manis itu sudah kesal bukan main. Napasnya mulai sesenggukan segera menangis, namun ditahan sangat oleh empunya.
"Jaemin yang dingin ternyata takut terhadap monster." Lagi-lagi Jeno tertawa kencang.
"Jangan memberitahukannya pada siapa pun, tolong," pinta Jaemin
terdengar lirih.Kedua matanya sudah berlinang air, jika saja dia mengedipkan matanya, mereka tentunya akan jatuh pada pipi merahnya. Bibirnya sudah melengkung ke bawah. Jeno melihat dia seperti kucing yang sedang memelas meminta sesuatu.
"Sepertinya ini akan menjadi hal yang menarik di sekolah," kata Jeno dengan wajah angkuhnya lagi.
Kedua tangan Jaemin sudah membuat kepalan yang dia simpan di depan dadanya, "Aku mohon, hiks."
Jeno tersenyum kemenangan, bahagianya melihat Jaemin yang menggemaskan di depannya ini,
"Mengapa juga aku harus menurutimu?"
"Ku mohon. Lakukan apa pun padaku, asal tidak memberitahu hal memalukan itu pada orang-orang."
Jaemin menggunakan lengannya lagi untuk mengusap air matanya.
Yes! Kesempatan ku, pekik Jeno dalam hati.
"Kau sungguh akan melakukan apa pun?"
Jaemin hanya mengangguk di dalam tundukkan kepalanya.
"Hah, baiklah." Dia menjeda kalimat nya. "Jadi babu ku, mau?"
Jaemin mengangkat kepalanya, matanya sedikit melotot tak percaya.
"Kenapa? Kau tidak mau?"
"Aish, aku ... "
TBC
05/02/23Terima kasih sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini.
Jangan lupa vote dan komen
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka ; Nomin
RomanceSelisih kalimat seru penyerbu menyisakan seluruh kasih yang memburu. cr cover: canva, pin