Nostalgia Bersama

314 39 1
                                    

Juni 2020

Asap mengepul dari roti yang baru saja dipanggang. Aromanya mengantarkan sedap pada indra penciuman pria itu.

Memilih menyempatkan sedikit waktunya untuk sarapan pagi yang tertinggal di rumah. Membeli beberapa roti gandum buatan Shin Ahjumma dekat kantornya.

"Terima kasih, bibi Shin," ucapnya setelah menerima rotinya.

Sedikit kesusahan dengan keadaannya sekarang— tangan kanannya memegangi roti tadi dan tangan kirinya yang berusaha mengambil dompet di dalam tas gendongnya.

Seseorang berjalan menuju kasir, membuat pria itu bergegas cepat-cepat mencoba mengambil dompetnya, tak ingin membuat antrean panjang hanya karena ulahnya. Namun lengan seseorang itu melewatinya.

"Untuk kopi dan roti milik pria ini, ya, Ahjumma," kata seseorang itu.

Yang sedang sibuk tadi terkejut, lantas ia putar kepalanya. Meraih tatap pada seseorang yang telah berbaik untuk membayarkannya, ingin ia ucapkan terima kasih padanya.

Namun saat ia berbalik, ia lebih terkejut lagi, "Mark Hyung?" Jaemin berseru.

"Annyeong!" Mark tersenyum.

***

Di sisi lain, Jeno sedang sibuk mengurusi kedainya. Terlihat pagi ini sudah banyak sekali pelanggan yang berkunjung.

Ia hanya mengelola kedai ini bersama paman Kim yang bertugas memasak mi, sedang Jeno bagian melayaninya. Ibunya telah lama tak lagi membantu. Sudah waktunya istirahat, kata Jeno seperti itu.

Adapun Jaemin datang membantu kala senja melukis langit. Hanya sebentar, kemudian kedai tutup pada malam hari.

Ia berjalan kesana-kemari mengantarkan pesanan pelanggan. Bulir bening sudah tak terbendung lagi derasnya.

Lelah sekali.

Tinggal satu meja lagi yang belum mendapat mi pesanannya. Setelah itu ia sudah dapat duduk diam sepertinya.

"Jeno-ya, ini pesanan terakhir!" Teriak paman Kim.

"Ah, nee." Jeno berlari mengambil semangkuk mi yang akan ia antarkan pada meja di pojok itu.

"Silahkan," ucap Jeno dengan senyum di wajahnya.

Ia menghembuskan napasnya dengan kasar. Lalu ia pergi masuk ke dalam meja kasir. Membersihkan botol-botol minuman dari debu yang bersarang.

Mengambil satu persatu botol untuk ia bersihkan menggunakan kain pembersih. Sampai pada botol ke delapan, secarik kertas jatuh setelah ia mengambil botol. Warna dari kertas itu sudah menjadi kuning kecoklatan. Sepertinya sudah lama tersekap diantara botol-botol.

Jeno meletakkan kembali botol ke delapan itu, memungut kertas yang terjatuh tadi.

Ia terkekeh geli saat melihat kertas itu. Terlihat terbentuk figur seseorang di dalamnya, terlukis dalam tinta hitam yang kini sudah cerai-berai oleh udara.

"Astaga, berapa lama lagi?" Kesal seseorang.

"Tunggu saja, cerewet sekali, aku belum selesai!"

Asmaraloka ; NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang