Flashback
'Halo, Jaemin-ssi, ayo pergi ke prom bersamaku'
'Jadi teman promku malam ini, mau tidak?'
'Jaemin-ssi! Aku tahu kita tidak akrab, tapi, aku mohon kau mau menjadi teman pesta perpisahan kelas tiga bersamaku!'
'Maaf mengatakan ini tiba-tiba, Jaemin-ssi, tapi wajahmu sangat cantik untuk aku lewatkan. Pergi prom bersamaku, oke? Wujudkan keinginan terakhirku di sekolah ini untuk pergi bersama pria tercantik di sekolah kita!'
Yang sedari tadi dielu-elukan hanya melepaskan helaan napas beratnya. Hari Kamis ini sudah tidak ada lagi aktivitas yang diperlukan untuk pergi ke sekolah, hanya menunggu kelas tiga menyelesaikan pestanya, libur panjang akan menjemput kemudian.
Jaemin tak mau menyia-nyiakan hari ini. Sejak pagi hingga petang kini yang dia lakukan hanya berbaring di ranjang kemudian tidur lama, sesekali membaca buku novel romansa, bermain ponsel, dan memakan camilan yang Bunda antar ke kamar tidur miliknya. Benar-benar tidak ada aktivitas yang sehat ia lakukan hari ini. Terlalu nyaman berada di ranjang sepanjang hari. Tapi, apa-apaan pesan-pesan yang ia terima tadi? Kakak kelas mereka yang mengajaknya pergi ke pesta perpisahan kelas tiga? Yang benar saja, siswa kelas dua mengikuti pesta kakak kelasnya. Malas sekali.
Mayoritas mereka si pengirim pesan adalah siswa-siswa nakal yang hanya ingin memamerkan pasangan pesta mereka pada media sosial atau teman sebaya. Jelas Jaemin tidak mau, dia bukan orang yang senang akan atensi, karakter yang dia bangun tidak bisa dihancurkan oleh orang-orang kampungan seperti mereka.
Sembari menyuapkan keripik kentang rasa rumput laut, Jaemin berangan, siapa yang Mark ajak pergi ke pesta itu? Ia berharap sedikit, Mark akan mengajaknya, meski memang dia tak mau merusak momen terakhir kelas tiga dan menjadi pusat perhatian seperti yang diceritakan tadi, ia yakin Mark tidak akan begitu, lagi pula pasti banyak sekali gerai makanan di pesta itu. Tapi kenapa sudah lewat pukul tiga tak kunjung datang pesan Mark pada ponselnya.
Sekian detik saja jarinya mencari kontak bernama "Mark" tiba-tiba dikejutkan dengan panggilan dari si bodoh, menyebalkan, tidak menyenangkan Jeno. Lantas Jaemin memandang lesu.
"Apa?" Ketusnya.
"Sudah bangun?"
Jaemin bangkit dari posisi terlentang menjadi duduk. "Apa-apaan pertanyaanmu itu? Aku bukan orang pemalas sepertimu!"
"Benarkah?" Dengan nada mengejek.
"Ya!" Serunya, "apa-apaan nada bicara begitu," ucapnya berbisik.
"Sudah mandi?"
Jaemin melotot kemudian menyerbu, "itu terlalu privasi, Jeno-ssi."
"Kalau begitu bersolek yang cantik, ya. Aku jemput pukul empat nanti."
Kedua alis Jaemin menukik. "Hah?"
"Pesta perpisahan, kau jadi teman pestaku. Tidak ada penolakan, okay?"
"Hey-"
Baru saja Jaemin ingin menyumpahi pria di sebrang telepon tadi, si empunya malah memutuskan secara tiba-tiba.
Jika sudah seperti ini bagaimana? Jeno memang siswa yang bisa dibilang 'cupu' tidak punya teman dan tidak populer. Aman-aman saja baginya jika ikut pergi.
Sekilas ia memikirkan Mark. Sudah kurang lebih dua pekan mereka tak banyak berinteraksi. Entah kesibukan apa yang Mark geluti, tidak ada satu pun kata atau sapaan bahkan kehadiran dirinya di dekat Jaemin. Seolah seperti menghilang, seolah Jaemin seperti ditinggalkan. Dalam benak Jaemin, ia merasa sedih, ia merasa Mark sudah tidak lagi membutuhkannya, sudah tidak lagi peduli padanya, sudah tidak lagi mau bersama dirinya. Bahkan saat hari terakhir kelas tiga melepaskan statusnya sebagai siswa-siswi sekolahnya, Mark tak memunculkan batang hidungnya. Jaemin sedikit kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka ; Nomin
RomanceSelisih kalimat seru penyerbu menyisakan seluruh kasih yang memburu. cr cover: canva, pin