Film Horor

282 30 3
                                    

Rintikan air di luar sana masih mengguyur bumi meski surya bersembunyi dibalik ujung sana. Derasnya menjatuhi atap rumah mencipta suara yang nyaring karena masih belum ada aktivitas yang terlibat di dalamnya.

Udara masih terasa dingin akibat langit masih hitam, namun waktu sudah menunjukan pukul enam pagi. Pemuda manis yang meringkuk di dalam hangatnya dekapan suaminya yang sama-sama tak berbalut apapun untuk melindungi kulit mereka dari terpaan udara pagi.

Jaemin memandangi wajah Jeno yang masih terlelap. Tangannya ia bawa menuju rahang suaminya untuk ia belai lembut. Rupawan adalah kata yang Jaemin elu-elukan jika membahas mengenai Jeno. Bahkan ketika sedang tidur pun tak ada yang dapat mengalahkan paras tampan suaminya.

"Jaemin-ah, sudah bangun?" Suara berat Jeno menyadarkan Jaemin dari aktivitas memandangi wajah Jeno.

"Hujan masih deras di luar. Kau mau tetap membuka kedai?"

Tidak ada jawaban dari Jeno. Yang Jaemin terima malah dekapan Jeno pada tubuhnya kian mengerat. Wajah Jeno kini sepenuhnya ditenggelamkan pada perpotongan leher istrinya.

"Ingin bersamamu saja seharian ini. Begini pun tidak apa-apalah," suaranya terdengar seperti gumaman. Kedua lengannya semakin mendekatkan tubuh Jaemin pada dirinya.

Kegiatan yang mereka lakukan selanjutnya adalah tidur kembali dengan saling menghangatkan tubuh bersama dari dinginnya udara yang menusuk bak salju yang sengaja dilemparkan.

Sekitar pukul sembilan lewat lima menit, Jaemin bangun lebih dulu, ia merasa sudah cukup tidurnya pada pagi ini. Menyingkapkan selimut yang menutupi tubuh mereka tadi. Tungkainya ia bawa menuju kamar mandi untuk membersihkan diri sisa-sisa kegiatan malam mereka.

Membayangkan itu membuat kedua pipi Jaemin bersemu. Segala sesuatu yang dilakukan Jeno memang selalu manis menurutnya.

Tak lama bagi Jaemin untuk mandi, setelahnya ia kembali masuk ke kamar. "Jeno-ya." Jaemin mengguncang tubuh Jeno pelan.

"Hm," gumam Jeno sebagai jawaban. Matanya terbuka sedikit, tangannya terangkat untuk mengusap pipi istrinya. "Kenapa kau cantik sekali pagi ini? Aku merasa dibangunkan oleh bidadari."

Jaemin tersipu. Bidadari apanya? Ia hanya menggunakan kaus putih polos dan celana kain kotak-kotak. "Jangan bicara omong kosong. Aku sudah membuat Japchae kesukaanmu itu. Cepat bangun!"

Dengan mengumpulkan seluruh jiwa yang tertinggal di ranjang. Jeno bangkit dan terduduk, ia malah memeluk perut Jaemin dan kembali tidur.

"Hey, kenapa tidur lagi?" Jeno sudah seperti anak anjing yang hilang menurut Jaemin. Membelai rambut Jeno yang masih mencari kehangatan di perut Jaemin dengan menggosok-gosokkan wajahnya. Memang persis seperti seekor anak anjing kepada induknya.

Jaemin menuntun Jeno untuk berdiri. Menarik tubuh Jeno yang masih setengah tidur untuk pergi ke meja makan.

Selesai ia letakkan Jeno pada kursi, Jaemin meraih gelas dan menyodorkannya pada Jeno. Ia pun mengambil lap basah untuk disapukan pada wajah Jeno. Dirinya hendak menyuapi Jeno namun ditahan oleh empunya.

"Aku makan sendiri saja, Nana-ku harus makan juga." Katanya sambil tangan kanannya meraih sendok sedang tangan kirinya menggaruk bawah dagu Jaemin; seperti perlakuan pada kucing.

Jaemin tersenyum, "baiklah. Makan yang banyak, ya, *uri gang-aji." Tangannya mengusak rambut coklat Jeno.

Mereka mulai memakan sarapan paginya. Mengobrol sesekali dalam kegiatan sarapan mereka.

Jeno sudah berpakaian, ya! Meski hanya celana pendek saja yang ia kenakan. Huh, padahal diluar masih hujan, tapi hanya dengan melihat senyum manis istrinya dapat menghangatkan seluruh tubuh kekar itu. Dasar budak cinta.

Asmaraloka ; NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang