"Lama sekali kelasmu bubar?"
"Huh?" Dia kebingungan. "Ada apa kau kemari?"
"Ck, pulang bersamamu tentu saja," dia mendecak.
"Kau pulang sendiri saja, aku pergi dengan Mark Hyung," ucap Jaemin.
Jeno menaruh kedua tangannya di pinggang, "kau berani menolak ku?"
"Eung, cepat pergilah." Jaemin mendorong bahu Jeno dengan bahunya.
Saat Jeno hendak menyerbu Jaemin dengan kalimatnya, tiba-tiba seseorang datang.
"Jaemin-ah!"
Mark datang, kesempatan bagi Jeno.
Mark masih setengah jalan, namun senyumnya terukir kian melebar.
Jeno mendecih, "cih, lihat wajah konyolnya. Hey, dia sedang kemari, saatnya ku katakan bahwa kau bayi bau susu padanya."
Jaemin spontan berbalik, "hey! Kau sudah berjanji untuk itu," serbu Jaemin.
"Pulang bersamaku, ya?"
Jaemin masih diam.
"Ya atau tidak? Si Pirang itu semakin mendekat."
Jaemin sungguh gelisah. Di satu sisi ia tak mau Mark mengetahui fakta konyolnya, di satu sisi lainnya ia tak mau berbagi waktu dan tempat bersama Jeno yang menyebalkan.
Ia semakin gelisah, Mark segera datang.
"Jaem-"
"Aku pulang dengan Jeno, Hyung," potong Jaemin segera.
Wajah Jaemin kini sedikit kemerahan, keringat dingin menguar dalam tubuhnya.
Dia sangat berdebar.
"Huh?" Mark bingung. "Kenapa? Bukankah kemarin sudah selesai urusanmu dengan dia?"
"Ah, a, aku-"
"Kau tak dengar?" potong Jeno. "Dia pulang denganku."
"Tidak bisa. Dia harus pulang denganku. Ayahnya menitipkannya padaku, aku harus memulangkannya dengan selamat. Lagi pula, kemarin kau bawa dia sampai malam hari, ayahnya khawatir." Jelas Mark dengan penuh tekanan.
"Jaemin-ah, ayo." Mark meraih lengan kanan Jaemin.
"Dia pulang bersamaku, kau tak dengar?" Jeno meraih lengan Jaemin yang satunya.
Jaemin merasa ia seperti seekor rusa yang diperebutkan oleh singa dan serigala untuk dijadikan mangsa.
Tatapan mereka bak saling membunuh, Jaemin takut.
Di dalam suasana mencekam itu, sekonyong-konyong dihentikan oleh sebuah bola basket besar mendatangi mereka.
Ketiganya serempak menoleh kearahnya, kemudian Mark berkata, "lakukan dalam satu babak. Jika kau menang, Jaemin pulang bersama mu, begitu pun sebaliknya."
"Sure."
Jaemin memutarkan bola matanya. Kian menjadi lama ia pulang ke rumah. Ia sudah lelah. Ia ingin tidur segera.
Hal berikutnya tentu saja pertarungan antara singa dan serigala.
Jeno sudah membuka seragam sekolahnya, menyisakan kaus hitam polos yang membalut tubuhnya.
Sedangkan Mark sudah mengganti bajunya dengan Jersey merah bernomor punggung nol dua kebanggaannya.
Hari memang sudah malam, namun masih ada segelintir siswa-siswi yang masih belajar.
Jaemin sudah mengantuk, ia ingin segera pulang.
Pertarungan mereka hanya satu lawan satu. Jeno melawan Mark.
Jaemin hanya menonton mereka di sisian lapangan. Duduk di salah satu bangku panjang. Memeluk tas gendong di depannya, udara malam ini sangat menusuk kulitnya.
Mark dan Jeno sungguh handal. Sejak tiga puluh menit berlalu masih tak ada yang memasuki keranjang lawannya masing-masing.
Keduanya sangat gesit dalam berpindah. Saling merebut bola satu sama lain.
Namun gerakan Mark lebih mengesankan dari Jeno. Dia memang anggota club basket, tak heran jika ia sangat hebat, tapi Jeno tak kalah hebat.
Usaha Jeno sungguh benaran. Ia mengorbankan tenaganya hanya untuk satu jalan dengan Jaemin. Ini merupakan salah satu hal yang tak pernah Jeno lakukan sebelumnya, mencipta lelah hanya berbuah jalan semata.
"Sudah selesai?" Tanya Jaemin ketika kedua laki-laki itu menghampirinya.
"Belum, belum ada yang menang," kata Mark.
"Cepatlah, aku ingin pulang," tutur Jaemin lemas tetapi terdengar dingin.
Jeno tak banyak bicara. Ia raih kemeja seragamnya, meletakkannya pada tubuh Jaemin, bermaksud menyelimuti tubuh lelaki manis itu dengan seragamnya.
Jaemin mengikuti arah Jeno yang bermaksud menyelimutinya, "Terima kasih," respons Jaemin dengan senyum tipis.
Melihat itu Mark tak mau kalah, ia keluarkan bantal leher yang selalu ia bawa untuk digunakan saat jam kosong, dari tasnya. Lantas ia pasangkan pada leher Jaemin dengan nyaman.
"Tunggu sebentar, setelah ini kita pulang." Mark mengelus-elus lembut rambut Jaemin.
Si empunya hanya mengangguk lemah, ia sudah sangat mengantuk!
Kemudian permainan dimulai lagi, kali ini Mark sungguh-sungguh mengeluarkan seluruh kemampuannya, Jaemin masih melihat itu, ia akui Mark memang gesit.
Jeno kelimpungan sekarang, tenaganya sudah tersisa sedikit, tak mampu melanjutkan permainannya lagi. Hal ini dimanfaatkan Mark untuk kian menyerang. Melakukan teknik-teknik hebat dan mencetak skor.
"Hah, lihat? Aku menang," ucap Mark angkuh.
Jeno menatap tajam pada Mark. Jadi seperti ini sisi lain si Pirang yang Jenius itu? Angkuh sekali Pikir Jeno.
Jeno melempar bola basket itu dengan kasar dan melengos pergi menuju kursi yang diduduki Jaemin.
Ketika ia mendekat, ia memelankan langkahnya, tak ingin membuat gaduh yang tercipta.
Tak ingin membangunkan kelinci yang tertidur pulas.
Setelahnya, Mark ikut menghentikan langkahnya.
Huh...
Mereka mendesah bersama.
Pada akhirnya, mereka pulang bersama-sama, Mark, Jeno dan Jaemin yang tertidur.
Salahkan Jeno yang memberikan Jaemin kemejanya, salahkan pula Mark yang memberikan bantal leher padanya. Keadaan itu sangat cocok untuk menerima kantuk yang ada.
Jaemin tak sengaja!
Menelpon Ayah Jaemin untuk menjemput mereka.
Maaf, ya, Ayah, bukan hanya direpotkan dengan Jaemin yang tertidur, namun juga direpotkan dengan dua bocah yang ikut serta.
Niatnya menjadi pahlawan malah berakhir menyusahkan.
TBC
21/02/23Pendek dulu, ya, temen-temen
Makasih udah mampir:)
Jangan lupa vote dan komen!
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Asmaraloka ; Nomin
RomanceSelisih kalimat seru penyerbu menyisakan seluruh kasih yang memburu. cr cover: canva, pin