Beban 1

380 44 2
                                    

Sudah tak ada herannya bila Mark selalu saja setiap harinya berdiri di samping pintu kelas milik Jaemin setelah lonceng penanda waktu istirahat berbunyi.

Jaemin mengulangi kesalahannya seperti tempo hari, meninggalkan kotak bekalnya.

Berbeda dengan Mark yang sudah menenteng tas bekal miliknya saat ia menunggu Jaemin.

"Aku melupakannya lagi," lirihnya.

Mark tersenyum, "Mau makan di kantin saja?"

Respons Jaemin hanya mengangguk. Setelah mendapatkan jawaban, Mark segera menarik lembut lengan Jaemin menuju kantin. Berjalan beriringan dengan obrolan sedikit-sedikit.

"Mark Hyung, ingat? Saat itu ketika aku melupakan buku besar milik Chae Min Ssaem di perpustakaan, aku,"

Dugg..

"Ahkk ... " Pekik milik Jaemin.

Dia menengadahkan kepalanya 'tuk melihat seseorang yang menubruk bahunya tadi.

"Aish, si Bodoh lagi! Sakit sekali bahuku ini," Serunya.

"Hei! Kau yang tidak lihat jalan,
pendek," Jawab seseorang.

Seseorang itu ialah Jeno. Seseorang yang menempati peringkat manusia paling menyebalkan versi Jaemin.

"Dasar tak tahu malu. Kau sengaja menyinggung bahuku, sialan."

"Percaya diri sekali. Kau yang sibuk mengobrol malah menyalakan ku!"

Alis mata Jaemin menukik tajam. Dia terdiam dan tidak balik menyeru kepada Jeno. Benar sepertinya, dia begitu bersemangat bercerita kepada Mark.

Menyerbu Mark dengan kalimatnya sedari tadi. Tidak melihat pada jalanan, hanya kepada Mark dia berpandang.

"Tak apa Jaemin-ah. Mari kita lanjutkan saja menuju kantin," Tutur lembut milik Mark melemahkan suasana yang ada.

"Maaf, Jeno-ssi. Lain kali kami akan berhati-hati. Semoga harimu menyenangkan." Mark mengakhiri perseteruan kucing dan anjing itu. Membawa Jaemin kepada dekapannya.

Mengusap-usap lembut bahu yang tadi terantuk.

Mark memang mengetahui Jeno selain perseteruan Jeno dan Jaemin tempo hari. Hanya tahu tetapi tidak dekat. Mark mengetahui Jeno sebagai seseorang yang pemalas tentunya.

Mark telah beberapa kali mendapati Jeno sedang dimarahi oleh Seo Hoo Ssaem ketika dia mengambil buku milik teman-teman sekelasnya di ruang guru.

Dalam perjalanan kini giliran Mark yang berucap pada Jaemin. Sedikit menghibur suasana hati si Manis yang sempat buruk. Saling melempar tawa sebagai pemanis obrolan mereka.

Berbeda dengan seseorang lainnya. Jeno sedikit terbakar melihat bahu sempit itu disentuh orang lain.

Dia juga ingin!

***

Cerianya lembayung biru nan bersih pun tak dapat membuat seseorang itu merasa senang.

Berbanding terbalik dengan atmosfer di sekitarnya yang sejuk nan cerah, air mukanya tampak kusam kelabu. Bak diterpa hujan dan angin topan dan geledek.

Wajahnya ia tekuk dan merengut, tak sama seperti beberapa jam lalu.

"Berhenti membuat wajah kusam seperti itu," Seseorang lain berbicara.

"Jaemin-ssi! Kau dengar tidak?" lanjutnya.

"Kau sungguh berniat menyiksaku, ya?" Akhirnya Jaemin membuka sesi tak ingin berbicara nya.

"Kenapa? Kau menyetujuinya
kemarin," Ucap Jeno.

"Akh, menyebalkan."

Kelanjutan dari percakapan malam itu ialah ...

"Aku tidak mau," Tegas si Manis.

"Kau sungguhan? Tadi kau bilang akan melakukan apa pun."

"Aku tidak mau! Aku tahu kau akan semena-mena padaku, sialan."

"Baiklah. Mungkin seseorang yang akan aku beritahukan dahulu adalah si Pirang itu."

"Hei!" Jaemin berseru,

"Baiklah-baiklah, tapi, jangan kau berbicara pada Mark Hyung bila aku menjadi seorang yang kau sebut babu itu."

"Kenapa?" Tanya Jeno heran. Dia berpikir bahwa benar Jaemin memiliki sesuatu dengan si Pirang.

"Pokoknya tidak boleh."

"Hah, apa lagi permintaanmu?" Jeno memutar bola matanya.

"Jangan ganggu waktu belajar ku. Itu saja."

Begitulah awal mula si Manis menjadi budak Jeno.

Setelah menghabiskan makan siangnya bersama Mark tadi, Jaemin mendapatkan pesan dari Jeno yang mengharuskan ia pergi ke atas atap sekolahnya dengan melewati ratusan anak tangga yang panjang.

Meninggalkan Mark dengan alasan ingin menyendiri dulu tiba-tiba.

Semalam, Jeno menyuruhnya menuliskan nomornya di ponsel milik Jeno. Dia berkata bahwa Jaemin harus selalu sigap begitu Jeno butuh.

Seperti saat ini, waktu istirahat tersisa masih lama, Jeno meminta Jaemin untuk mengerjakan tugas matematikanya yang akan segera diperiksa setelah jam istirahat.

Tetapi yang sedari tadi membuat Jaemin sebal adalah, bangku yang dia duduki berada tepat di tengah-tengah atap. Tak ada sesuatu pun yang membentang menutupnya dari panasnya baskara yang kini sedang cerah-cerahnya.

Sedangkan Jeno, dia bersantai di bawah atap gudang rooftoof. Sehingga dengan begitu, dia tak sama tersorot panas matahari seperti Jaemin.

"Ayo mulai kerjakan." Jeno menitah ketika dia sudah duduk di sofa yang tersedia.

Jaemin hanya menurut. Segera mungkin ia mengejakan soal-soal yang pernah ia pelajari ketika Olimpiade lalu.

Tubuhnya panas, pikirannya pun ikut panas.

"Si Bodoh itu sungguh ingin menyiksaku!" Jaemin

bersungut-sungut rendah.

Gerakan tangannya sungguh cepat,
tak tahan dengan panasnya matahari yang menyentuh kulit putihnya.

Di sisi lain, Jeno malah tersenyum seperti orang gila. Melihat wajah menggemaskan Jaemin yang tengah menyumpah serapahinya. Diam-diam dia mengeluarkan sebuah buku besar berukuran A4, disusul dengan pena berwarna hitam.

Sama-sama menumpahkan tinta hitam pada lembaran putih, bedanya, pemuda Lee berbuat dengan tenang.


Membuat sketsa seseorang di depannya itu.

Dia selesai lebih dulu dari si Manis. Meletakkan gambar yang ia selesaikan tadi di sisinya. Melangkah menuju bangku yang diduduki pujaan hatinya.

Jaemin tak merasa panas lagi setelah seseorang menutupinya dari teriknya matahari. Mendongkak pada Jeno yang berdiri di sampingnya.

Kedua mata mereka saling
berpandangan. Yang tua menatap kagum, yang muda menatap heran.

Kedua mata Jaemin melotot, dadanya bergemuruh tak karuan.

Jeno berhasil membelai pipi tembam milik Jaemin. Kemudian dia mendekatkan wajahnya pada Jaemin dengan perlahan.

Tak ada tolakan dari Jaemin.

Sebaliknya, ia malah memejamkan matanya.

TBC
11/02/23

Terima kasih temen-temen yang sudah baca update-an ku kali ini.

Maaf aku telat update karena lagi sibuk banget di rl 😞

Aku mau ngasih tau kalo yang cetak miring itu flashback yaa. Aku pake cetak buat masa lalu yang satu episode sama masa kini.

Jadi kalo flashback yang gak di cetak miring itu pasti satu episode penuh dan aku tandai pake tahun.

Begitupun sama bagian di masa kini, aku tandai juga sama tahun ya.

Karena ini lanjutan flashback kemarin, aku ga pakein tanggal, jadi kalo mau masuk ke masa kini lagi aku pakein tanggal lagi.

Makasih, yaa, semoga paham apa yang aku ketik 😞😞

See u

Asmaraloka ; NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang