tiga

20.7K 452 3
                                    

Senin yang sangat membuatku ingin segera mengakhiri pekerjaanku dan langsung bergelung dibalik selimut hangatku. Telfon Mikael tadi pagi semakin membuat hari ku menjadi lebih mendung.
„Cintaku, aku akan ke Lombok selama seminggu mungkin lebih, kamu gapapa kan?“ Kata Mikael.
„memangnya selama ini aku kenapa kalo kamu lagi keluar kota? Aku baik-baik saja Mikael. Hari ini aku akan minta jemput Danu saja. Alika sedang sibuk.“ Jelasku padanya
„baiklah, kamu bisakan tidak menggangguku selama aku disini?“ tanyanya. "Aku sedang meninjau proyek resort. Dan mungkun tidak sempat membawa atau mengecek hanphone“. Lanjutnya.
"Oke!“ jawabku. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini. Ditinggal Mikael untuk pekerjaannya.
"Hanya oke?“
“hah? Memang ku  harus jawab apa?”
“setidaknya berilah aku sedikit perhatianmu Lana. Kau tahu aku sangat mencintaimu. Tapi kau seperti hanya anggap aku tidak lebih dari teman-teman berandalanmu” suaranya meninggi.
“jangan memulai Mikael. Kau yang aneh. Akhir-akhir ini kau sangat mudah marah. Apa kamu pikir lebih baik dari pada teman-temanku?” tentu saja aku membela teman-teman yang sudah menemani aku sejak aku ABG.
“akankah kamu juga masih tidak bisa memberikan seluruh hatimu padaku setelah kita nanti? Kau masih akan tetap berlari saat teman-teman mu itu menintamu datang dengan alasan yang tidak masuk akal?” Mikael benar-benar marah hanya karena alasan tidak jelas ini. Mebuatku semakin pusing saja. Dan aku mendengar suara itu lagi. “sayang cepatlah, aku sudah siap untukmu” suara perempuan itu benar-benar menggaku pikiranku. Apakah dia berbicara pada MIkael? Tapi dengan kata ‘sayang’?
“MIkael suara siapa itu?” Tanya ku curiga
“aku pergi dulu, sepertinya kita memang butuh waktu untuk sendiri.” Tut tut tuut. Sialan dia menutup telfonnya tanpa menjelaskan suara perempuan itu.
Mengingat pembicaraanku dengan Mikael membuatku semakin badmood saja.
Aku berjalan menuju ruangan Alika. Tanpa mengetuk pintu aku langsung membuka ruangan Alika karena meja sekretarisnya Nindia juga kosong. Saat membuka pintu sialan ini, mata indahku disuguhi adegan yang sungguh membuatku mual. Bagaimana tidak? dua orang  sedang bercumbu dan mereka dengan sangat menyesal harus aku akui sebagai teman.
“Astaga Pig! Angga! Apa yang kalian lakukan. Carilah kamar!! Astaga! setidaknya kuncilah pintu sialan ini. Bagaimana jika orang lain yang masuk? Apa kalian gila?” teriakku. “oh Tuhan gue mengganggap kalian sudah dewasa tapi nyatanya hanya bokong kalian yang berwujud dewasa. Hentikan sekaran atau gue siram kalian”. Ancamku melihat mereka tidak mengentikan apapun yang mereka lakukan. Oke ini sungguh memalukan, melihat Angga mencumbu Alika hingga membuat Blouse biru yang Alika gunakan tersingkap memperlihatkan apa yang seharusnya ada dibaliknya terekspos.
Alike dan Angga menghentikan aktivitas “gila”nya. Tangan kekar Angga membantu Alika mengancingkan kembali blouse Alika. “Lain kali ketuk pintu napah Katz. Kalo gue lagi ada tamu penting gimana coba?” sulut Alika.
Aku hanya menggerutu melihat Angga yang salah tinggah.
“hentikan ngga.” Kata Alika. “Gausah gugup gitu. Sama Katze juga..” Alika membetukan roknya
“Gue mau cerita lengkap sedetail-detalnya”. Godaku sambil mengedipkan mata ke Angga.
Alike tersenyum tersipu dan duduk tepat de sofa didepanku. “kemaren pas di X’east gue cemburu Angga gandeng tangan lo. Karna gue tahu lo ga bakal godain Angga. Gue ambil kesimpulan paling Angga yang ada maunya sama elo, akhirnya gue nampar Angga”. Jelas alike memuali ceritanya. “Eh tiba-tiba dia nyosorin gue aja.”.
“lo tau kan Lan gue gimana dari awal. Enak aja dia ngira gue ada maunya sama elo. Daripada tu mulut seksinya ngomel-ngomel gajelas, gue kasih aja. Hahaha” jelas Angga. Emang mulut si ALika kadang seenak jidatnya aja kalau mau ngomong. “Gue si seneng-seneng aja dia cemburu, tapi ni cewek nuduh gue ada mau sama elo itu nyakititn hati gue banget.”. Kata angga sambil melihat sayang pada Alika.
“oke uda selesei masalah kalian, coba kalo kalian mau terbuka dri awal gabakal de gue jadi kambing hitam dulu.” Kataku acuh. “ eh ngomong-ngomong sekretaris lo mana Pig, kok mejanya kosong?” Tanya ku pada Alika. “gue suruh ke pantry lagi pengen kopi item gue”. Kata Alika tanpa mengalihkan tatapannya dari Angga, melirikku sedikit aja enggak.
Aku melemparkan majalah ke arah Alika yang sukses kena dahinya. “Pig kalo ngomong liat gue napa. Tau-tau yang lagi anget-angetnya.”
“Lana! Kalo Alika kenapa-kenapa gimana?” gerutu Angga sambil menepuk-nepuk sayang dahi Alika lalu mencium puncak kepalanya.
“elo ngapain si kekantor gue?” sungut Alika. “Ganggu aja”. Alika bersandar manja ke dada bidang Angga.
“lagi suntuk gue. Ribut sama Mikael.” Kataku pelan sambil menunduk sedih.”dia aneh akhir-akhir ini. Minta ML mulu”. Aku menatap kedua sahat hatiku.
“Anjing banget si tunangan lo. Dia ga maksa lo kan?’’ Tanya Alika sambil melotot.
Ku hanya menggeleng. “untungnya engga” kataku getir. “Dia lagi dilombok gamau diganggu seminggu. Aneh gapernah dia kayak gitu.” Dan tiba-tiba ide itu muncul.”Eh apa gue susulin kesana ya skalian liburan? Gue kan belom ambil cuti gue? ”
“Elo yakin? Kerjaa lo gimana Katz? Lo mulai cinta kali sama Mikael”. Angga yang sedari tadi diam bersuara.
“Kalian temenin gue dong. Sekalian liburan please”. Aku akan memasang muka memelas. Biasanya mereka sangat tidak tahan kalau aku emasang muka memelas.
“Stop pasang muka melas lo depan laki gue Katz,” Kata ALika, “ gausah terpancing sama Katze ya sayang!” rengek Alika.
“Maafin gue Katz, gue masih pengen dapet Alika. Lo berangkat sendiri ato ngajakin Danu aja.” Cengir Angga yang langsung dapat ciuman si buas Alika.
“jijik banget sih kalian ini. Heh masih ada gue depan kalian. Dasar Gila!’’ aku cemberut. Yaiyalah mana seru ke Lombok sendiri. Yang ada ntar aku nyasar gimana? “lagian Danu kan lagi ke ausie. Kalian tega banget sih”. Aku memelas pada dua cecunguk mabuk cinta didepanku.
“Lo berangkat aja. Tiket, hotel sama kendaraan disana gue yang atur”. Seru Angga. Ah inilah salah satu alasanku menyayangi sahabat-sahabat hatiku. Mereka tetap memikirkan aku walaupun hanya dengan hal-hal kecil. Ups kecilkah tiket, hotel, dan akomodasi. Setidaknya aku tidak perlu mengeluarkan uang bonus penjualan sebulanku untuk liburan. “seklian sama makannya ya Angga sayang” aku berdiri dan menghampiri Angga dan mengecup pipi Angga.
“gue balik dulu, dah Alika sayang.”
---

LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang