sembilan

12.4K 400 10
                                    

"Udah tenang? Hmm?" kata Danu saat tangisku berhenti. "Lo jelek kalo nangis." bahkan Danu masih bisa menggodaku. "Lo mau gue anterin ke kamar lo atau ke kamar gue aja?" jangan salah paham. Aku memang sering nginep di tempat Danu. Seranjang Malah. Tapi sumpah kita ga ngapa-ngapain. Kalo Angga cuman ketawa pas pertama tahu, beda sama Alika. Dia ngamuk-ngamuk, takut aku dan Danu kebabLasan kata Alika.
"Lo temenin gue malam ini ya. Please." kataku manja. Danu menggandeng lembut tanganku ke repsesionis meminta kunci kamarku. Selama menuju kamarku, aku memeluk Danu.hika mengingat betapa mesranya Mike dengan 'mantannya' kembali membuatku ingin menangis.
Danu membukakan kamar dan aku langsung berlari kedalamnya. Melewati luasnya kamar menuju ranjang. Menenggelamkan wajahku ke bantal-bantal. Aku tidak peduli ternyata Mom dan Dad memberiku kamar yang luar biasa mewah. Aku hanya menangis, Danu juga naik keranjang dengan sangat sabar membelai punggungku.
"Gue capek, mau tidur, Lo peluk gue ya!" rengekku. Ini kali ketiga aku tidur dengan pelukan seorang Danu yang sudah kuanggap seperti kakakku. Danu hanya mengangguk, lalu berjalan kerah kamar mandi. Aku melepaska dress ku menyisakan dalaman super mini dengan punggung terbuka karena menyesuaikan dress ku. Aku bahkan tidak memiliki sisa tenaga untuk membersihkan make up dan membersihkan diri.
Saat kembali dari kamar mandi, Danu hanya mengenakan boxernya. Jika perempuan lain akan mengeluarkan air liurnya saat melihat dada bidang dan perut sixpack serta otot bisep Danu, tidak denganku, karena aku sudah sangat kebal. Bagaimanapun kami sudah bagaikan saudara. Danu pernah bilang bahwa dulu pernah menaruh hati apadaku, tapi itu dulu. Sebelum aku memintanya menjadi kakakku. Mungkin dia sedang khilaf, tapi aku lebih yakin jika dia sedang bercanda. Aku tidak memiliki apapun hingga mampu membuat laki-laki tertarik padaku. Mikael adalah satu bukti bahwa hanya perawanku saja yang membuat laki-laki melirikku.
Danu naik ke ranjang, memelukku dan meninabobokan aku. Aku akan sangat berharap sosok kakakku ini bisa berbahagi menemukan belahan jiwanya. Karena entah apa penyebababnya, beberapa bulan terakhir Danu kadang terlihat bahagia namun kadang juga terlihat frustasi.

Aku terjaga saat mendengat teriakan seorang gadis. Aku membuka mataku dan tidak merasakan Danu memelukku.
"Astaga kenapa ribut sekali. Ada apa?" tanyaku sambil menguap mencari sumber keributan. kenapa Clara bisa ada disini dan menangis memukuli Danu? Aneh pikirku.
"Kak, apa bener kakak sama pria brengsek ini cuman tidur? Ga ngelakuin apa-apa?" teriak Clara.
"I... Iya tentu saja."jawabku bingung. " kenapa kamu nangis Clara?" aku bangun dan menghampiri Clara.
"Astaga!" pekik Clara. "Mana mungkin kalian hanya tidur dengan sisa pakaian kalian ini?" teriaknya lagi. Clara memukul Danu yangencoba memeluknya. Apa apa ini sebenarnya.
"Clara, Lana masih berpakaian. Setidaknya tolong dengarkan penjelasanku sayang!" bisik Danu pada Clara. Tapi aku bersumpa masih dengan jelas bisa mendengarnya. Dan Danu memanggil sayang pada Clara?. Demi tuhan ini membuatku semakin bingung.
"Dan, lo pake baju lo dulu. Baru kita bicara!" kataku pada Danu. Danu mengangguk padaku, mencium puncak kepala Clara dan masuk kedalam kamar mandi.

"Clara, tolong jelasin dulu apa hubungan kamu sama Danu. Kakak mau denger lengkap ga ada yang ditutup-tutupi!" kataku sambil menggenggam tangan Clara yang sedang terisak. Sungguh aku tidak tega melihatnya seperti ini. Wajah cantiknya dipenuhi air mata.
"Aku .. Aku." Clara bahkan hanya menangis tanpa bisa mengatakan apapun padaku. Saat Danu yang sudah mengenakan pakaian keluar dari kamar mandi. Aku langsung menatapnya meminta penjelasan.
"Aku sama Lana cuman tidur sayang. Demi tuhan kita ga ngapa-ngapain." Danu kembali menjelaskan pada Clara. Memeluk Clara, Fiks aku di acuhkankan disin
"Clara, kakak tadi cuman minta temenin Danu buat nenangin hati kakak. Danu sudah kakak anggep sodara. Mana mungkin kakak bisa macem-macem sama dia." aku meyakinkan Clara menenangkan. Sedangkan Danu merebut tangan Clara dari genggamanku dan menciumi tangan Clara bagaikan itu adalah nyawanya.
"Clara percaya kan sama kakak? Hemm?" tanyanku. Clara hanya mengangguk dalam pelukan Danu. Akhirnya Clara menceritakan jika mereka sudah menjalin hubungan yang tidak jelas selama lima bulan belakangan. Dan yang membuatku terkejut adalah saat ini Clara sedang mengandung anak Danu. Danu yang juga baru tahu sangat syok dan gembira.
"Oke oke. Gue ngerti sekarang. Clara kenapa kamu ga cerita sama kakak? bukannya kakak pernah tanya kenapa kamu akhir-akhir ini pucat?" memang Clara pernah terlihat sangat pucat. Saat aku menanyakannya, dia hanya menjawab hanya terlalu lelah.
"Tadi aku mau ke kamar kakak mau cerita masalah ini. Aku udah ga kuat nahan sendiri. Tapi aku malah liat kalian berdua tidur pelukan. Jadinya aku.. Aku, hiks." Clara kembali menangis dang Danu mengeratkan pelukannya. Pantas saja jika Clara tadi sangat histeris.
Aku memberikan waktu untuk Danu dan Clara menyelesaiakan kesalapahaman konyol ini.
Aku mengenakan kembali gaun brokat ku, Mencari Clutch ku dan mengikat asal rambut ku.
"Ehm, Dan, Clar." panggil ku meminta perhatian dua manusia yang sedang berpelukan mesra didepanku. "Gue balik ya Dan. Clara kakak pulang ya." pamitku. Tidak mungkin aku mengganggu mereka. Aku tahu mereka ingin berdua bukan.
"Lo bawa mobil gue ya! Ini tengah malam Lan." kata Danu tegas. " jangan membantah! Atau jangan harap bisa pulang!" lanjut Danu saat aku membuka mulutku untuk membatanya. Aku sungguh lelah, tidak ada walau hanya sekedar membalas ocehan Danu yang bagaikan diktator padaku. Sedangkan Clara hanya menatapku berterima kasih. Aku tersenyum pada Clara dan berjalan mengambil kunci mobil Danu kemudian keluar dari 'kamar' mereka.  Demi tuhan, kamar itu seharusnya menjadi molikku. Dan sekarang aku yang pergi. Sungguh malang nian nasib ku ini.
Dan sepertinya kesialan memang milikku, saat aku menunggu lift untuk membawaku turun ke parkiran, aku bertemu dengan pasangan yang sangat tidak ingin aku temui saat ini.
Aku pura-pura tidak melihat kearah Mike dan Mia yang sedang berbisil-bisik mesra sambil bergandeng tangan. Rasanya saat ini aku sangat ingin melepaskan gandengan tangan mereka, bahkan sedikitpun Mike tidak menyadari kehadiranku.
Hingga bunyi lift membuka yang membuat Mike mengalihkan pandangannya dari gadisnya dan menatapku tajam.
"Mau kemana kamu malam-malam begini?" tanya Mike. Aku melihatnya melepaskan tautan tangannya dari tangan Mia. Dan Mia dlseketika mencari apa yang membuat Mike melepaskan tangan cantiknya dan menemukanku sebagai penyebabnya. Mia tersenyum, dan aku balas dengan senyuman. Mana mungkin aku tidak membalas saat seseorang tersenyum padaku. Setidaknya bunda mrngajarkanku untuk beramah tama dengan orang yang ramah padaku, dan aku bukan jalang yang pongah.
Aku mengacuhkan Mike dan masuk kedalam lift yang akan turun. Tapi tangan mungilku ditarik kasar Mike. Sakit tangan ku tidak sesakit hatiku, aku yakin kalian juga tahu itu. Apa yang bisa aku lakukan selain hanya menampik tangannya yang menyakitkan itu.
"Jawab aku Lana!" bentaknya. Sungguh aku terkejut Mike membentakku. Bukankah ini sama sekali bukan urusannya meskipun aku akan membahayakan diriku sekalipun. Bahkan Mia terjengkit kaget dengan bentakan Mike.
"Mia, kamu tunggu di atas. Nanti aku akan menyusulmu." kata Mike pada Mia tanpa menoleh padanya. Mia hanya mengangguk dan tidak membantah. Sedangkan Mike ikut turun denganku. Entah apa maunya, aku hanya sebisa mungkin memgacuhkan kehadiriannya yang sudah membuatku basah dibawah sana. Demi Tuhan Lana, tangan mu sakit di cengkeram erat Mike, dan dia menyakitimu.
"Lana,,,"
"Aku cuma mau pulang Mike. Kembalilah ke Mia. Kasian kalau dia nungguin." potongku sedatar mungkin. Sekelibat bayangan Mia dan Mike bermesraan, make out, dan bercinta membuatku ingin menangis. Tapi aku tidak akan selemah itu. Aku memang mencintai pria aneh disebelahku dengan tatapan membunuhnya, tapi aku sudah bertekad akan mengubur dalam rasa sakitku ini.
"Lan, kamu kenapa?" Mike memegang kedua pundakku dan membuatku harus menatapnya. Dia tidak tahu seberapa sakitnya aku saat melihatnya. "Aku khawatir sama kamu. Please jangan menghindariku. Oke!" katanya. Dan kemudian Mike menarikku kedalam pelukannya.
Aku memeluk pinggangnya, merasakan kehangatan dan kenyamanannya. Aku menghirup dalam aroma Mike. Aku hanya merasa akan sangat merindukan pelukan ini.
"Lepas Mike, aku lagi ga bisa deket-deket kamu." kalimat itu tiba-tiba saja keluar dari mulut sialanku. Tepat setelahnya lift terbuka dilantai UG yang merupakan tampat parkir, dan aku segera melepaskan pelukan hangat Mike. Aku tidak perduli dengan kekosongan dan hilangnya kehangatan pelukan Mike, aku segera keluar dari lift dan menuju mobil Danu. Tapi sial dengan heelsku ini tidak bisa membuatku berjalan secepat yang aku inginkan tanpa mematahkan atau minimal membuatlu terjungkal, Mike dapat meraihku sebelum aku sampai di mobil Danu. Uh kenapa Danu parkirnya sangat jauh sih. Bikin repot aja.
"Apa maksudmu Lana?" tanyanya dengan suara geraman. Aku menatapnya galak. "Kamu tuli ya? Aku GAK MAU DEKET-DEKET KAMU aku meneriakkan setiap kata yang aku mau dia pahami.
Mike terlihat bingung dengan ucapanku. "aku salah apa? Apa aku nyakitin kamu waktu itu? Hmm?" suara lembut Mike membuatku mundur beberapa langkah. Sungguh aku tidak ingin semakin sakit hati disini. Aku akan semakin mencintai pria ini lebih dan lebih. Aku bahkan akan tetap mencintainya jika seandainya dia menyakitiku apalagi dengan suara lembut dan tatapan memohonnya itu. Sial!
"Kita sudah sepakat gabakalan bahas itu Mike!" kataku seketus mungkin.
"Lalu apa salahku? Kau membuatku bingung." Mike mengacak-ngacak rambutnya melepaslan sekalannya pada lenganku. Aku menggunakan kesempatan ini untuk berbalik namun Mike langsung meraih kedua pundakku membuatku menatap mata hitam kehijaunya itu.
"kita belum selesai Lana." geraman dalam suaranya seketika membuatku merinding saking mengintimidasinya.
"Jangan memaksaku Mike! Aku butuh kau menjauh dariku." kataku bergetar. "Pergilah! Mia pasti menunggumu." suaraku berbisik. Tapi aku yakin Mike bisa mendengarku. Tanpa melihat wajahnya aku berbalik dan menuju mobil Danu. Tidak menghiraukan teriakan Mike memanggilku. Karena jika aku berhenti dan berbalik, dia akan tahu jika sekarang aku menangis. Yah aku menangis, menangisi kebodohanku. Bahkan Mike akan menghabiskan malam ini dengan Mia, namun hatiku masih saja berani mengaharapkan sedikit saja Mike akan tertarik padaku.
Aku mengemudi keluar area The Mideltons membelah jalanan ibukota dini hari. Tangis ku semakin pecah. Aku berputar-putar tanpa arah dan tujuan

mohon di komentaru jika bahasa saya kurang nyaman untuk dibaca . Tausend Dank.

LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang