maaf untuk salah ketiknya.
"Astaga! Radit!" teriakku.
Radit berbalik melihatku. Berjalan tergesah kearahku. Aku melepaskan genggaman tangan Mike dan memeluk Radit.
"Astaga Lana. Kau semakin luar biasa. Andai kau secantik ini saat kita berkencan dulu. Aku tidak akan pernah melepaskanmu." Canda Radit. Yap, Radit adalah mantan kekasihku saat aku masih di awal menjadi mahasiswi dulu. Dan ketika kami memutuskan menjadi teman saja setelah merasa tidak ada kecocokan diantara kami, kami memang benar-benar berteman. Kami menghabisan hampir seluruh waktu kami bersama kemanapun dan kapanpun. Bahkan dengan Danu pun, kami bertiga bagaikan tiga serangkai.
"Jangan bicara omong kosong. Bagaimana kabarmu?" aku mengamati Radit yang masih sama tampannya seperti dulu dengan setelan jas rapi.
"Aku selalu membicarakan kebenaran Sweet. You know me so well, right?"
"Ehem." Aku merasakan lengan Mike memelukku posesif. Apa-apaan dia menginterupsiku dan Radit. Aku menatapnya dan mengangkat alisku bingung. "Jangan memeluk milikku sembarangan, Raditya Wicaksono." Geramnya.
Radit menatapku dan Mike bergantian. "Easy Dude." Kata Radit menatap Mike geli. "Pejantanmu mengeluarkan ancamannya Sweet." Bisik radit namun tanpa mengurangi suaranya. Radit memang berniat menggoda Mike rupanya.
"Jangan menggodanya Radit, dia dalam masa PMSnya." Aku mengangkat bahuku acuh. Radit tertawa namun Mike menatapku tak suka.
Mike mendorongku berjalan menuju lift meninggalkan Radit yang masih saja tertawa.
"Radit aku duluan." Teriakku menoleh pada Radit namun dengan tetap berjalan didorong Mike.
"Aku akan menghubungimu nanti, Sweet." Aku mendengar teriakan Radit.
Sedangkan priaku disebelahku menggeram tak suka. "Jangan coba-coba."
Saat didalam lift aku menatap Mike bingung. Sadar aku megamatinya Mike menurunkan tatapnya apadaku. "Apa?"
"Kau seperti sedang cemburu kau tahu?" godaku.
Mike tidak menjawab, hanya mengehela nafas berat. Kecewa? Tentu saja aku kecewa. Ini membuktikan Mike tidak sungguh mencintaiku. Kemungkinan aku dicampakkan semakin besar. Aku akan bertahan dengan semua dinding sialanku dan mempersiapkan hancurnya hatiku. Mike meraihku, memelukku dari belakang dan aku menyentuh balutan tangannya diperutku. Aku bahkan tidak peduli jika nanti akan ada orang lain yang masuk kedalam lift. Untungnya hingga lantai bawah tidak ada orang lain yang masuk kedalan kotak besar ajaib ini.
___
Hari-hari ku berjalan dengan kesibukan baruku. Café Mia, La Mia Blou sudah mulai dibuka dua hari yang lalu. Aku meminta pada Mia untuk ikut menangani pemasaran serta belajar sedikit dalam meracik kopi. Mia yang sedang sibuk dengan persiapan pernikahannya sangat menyambut baik niatku. Bahkan Mia mempercayakan Cafenya padaku. Hubunganku dan Mike juga tidak ada masalah. Yang bermasalah adalah hatiku. Karena semakin hari aku semakin mencintainya.
"Mbak Lana, ada mas Mike yang selalu keren didepan." Ya begitulah pesona Mike. Andri salah satu dai pegawai Mia yang dengan terang-terangan memuja Mike. Bahkan tidak sungkan memuji Mike langsung apalagi padaku.
"Thanks Dri. Gue langsung samperin atau Lo mu gombalin dia dulu nih?"
"Aduh nanti kalo mas Mike pangeran pujaan kepincut saya beneran, mbak ga boleh ambil lagi loh ya." Kata Andri sambil kecikikan.
Aku meninggalkan menghampiri Mike yang duduk di meja bagian paling tersembunyi di Café ini. Dua kali dia kesini, selalu di tempat yang sama. Entahlah.
