empat belas

6.9K 289 8
                                    


Mom dan Dad sedang berkunjung entah kemana untuk kunjungan rutin perusahaan. Awalnya Mom bersikeras tidak mau meinggalkanku, namun aku tahu diri untuk mengatakan aku baik-baik saja. Mana mungkin Dad bepergian tanpa Mom? Aku tidak ingin membuat Mom menjadi istri durhaka.

"Sayang bangun." Aku membuka mataku mendengar suara Mike lengkap dengan sentuhan lembutnya membangunkanku. "Sayang, ini sudah siang. Jangan tidur terus. Kamu membuat ku khawatir." Wajah Mike memandangku penuh kekhawatiran. Aku memang tegar saat Mom disini, namun sekarang aku sungguh lemah.

Aku sebisa mungkin memberikan senyum padanya. Mike sangat baik. Dia menjagaku, merawatku selama aku berduka kehilangan Bunda. Bagaimana aku bisa tidak sangat mencintainya dengan semua yang dia lakukan untukku. Dulu aku hanya membayangkan mana mungkin aku mendapat kebaikan orang lain, terbukti dengan apa yang dilakukan Mikael padaku dan itu sudah cukup untukku. Aku tahu aku memang tidak pantas untuk mendapat perlakuan baik sebaik apapun yang aku lakukan. Itulah mengapa aku membangun dinding milikku agar tidak terjatuh dalam kesakitan ketika orang lain menyakitiku.

Aku menggeliat, meregangkan ototku yang dua hari ini tidak aku gunakan selain berjalan ke kamar mandi. Aku tahu kelakuanku sungguh menjijikkan, terpuruk setelah perginya bunda ke surga tentu saja bukan yang bunda inginkan dariku.

"Ini sarapan dulu." Mike membawakanku bubur ayam kesukaanku lengkap dengan susu kedelai kesukaanku.

"Bisakah aku membersihkan diriku duu? Aku lengket." Suaraku seperti bocah lima tahun menjijikkan.

"Apapun yang membuatmu nyaman sayang."

Aku berdiri keluar dari selimut hangat yang menemaniku selama dua hari penuh menuju kamar mandi membersihkan diri. Dan kembali ke ranjang, tidak untuk kembali tidur, namun duduk memakan sarapanku. Aku tahu Mike sudah berbaik hati membawakan makanan untukku, mana mungkin aku tidak menghargai apa yang dilakukannya untukku.

"Kamu ikut aku hari ini. Aku tidak mau penolakan." Kata-kata Mike tidak ingin dibantah saat aku akan membuka mulutku ingin mendebatnya.

Mike mengajakku ke sebuah butik yang sangat mahal. Aku tahu harga pakaian termurah disini sama dengan separuh gajiku sebagai manager dulu. Aku hanya mengikuti Mike masuk kedalam butik dan memilih duduk di sofa yang berada di tengah ruangan.

"Pilihlah yang kau inginkan"

"Kenapa? Apa bajuku terlalu buruk untukmu?" tanyaku heran. Aku memeriksa diriku di cermin yang ada didepan sofa. Jeans belel dan kaos Zara sederhana ini memang sangat tidak pas untuk berjalan disish Mike, tapi aku tidak ada semanat untuk berdandan.

Mike tersenyum dan menghampiriku. "Aku hanya ingin membuatmu senang. Tidakkah berbelanja membuat kesedihan sedikit meninggalkan wajah cantikmu?"

Aku mengertnyitkan dahiku bingung dengan ucapan Mike. "Apa maksudmu?"

"Biasanya perempuan sangat suka berbelanja. Pilihlah apapun sesukamu." Bisik Mike merangkulku dari belakang. Saat aku melihat pramuniaga butik dari cermin yang sejak kedatangan kami tersenyum menggoda pada Mike, aku melepaskan pelukan Mike dan berbalik menatapnya, jika saja aku punya tenaga aku ingin meneriaki pramuniaga ini bahwa Mike milikku.

"Aku bukan mantan-mantanmu yang suka menghamburkan semua uangmu Mike. Kau membuatku sangat rendah, demi Tuhan." Aku menutup wajah dengan kedua tanganku. Aku tahu aku sekarang tidak memiliki rumah ataupun apapun. Aku sudah menjual semua milikku dan orang tuaku. Tapi aku bukan penjilat.

Mike memelukku. "Kenapa kau berfikir seperti itu? Dengar, jika aku membuatmu merasa seperti itu maafkan aku." Mike melepas pelukannya dan meraih kedua tanganku menariknya dari wajahku.

LanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang