Haiiii
***
Gadis itu melihat sekitar kamarnya yang mengosong, semua barangnya tidak ada, hanya angin debu yang tersisa, serta cahaya matahari yang masuk melewati jendela kamarnya. Bibirnya terangkat, napasnya menggebu-gebu, rona merah memenuhi wajahnya.
"Nak. Tadi, bapak datang dan bawa semua barang ke rumahnya." Ucapan bi Ranti membuat gadis itu semakin tersulut emosi. Napasnya memompa dengan cepat, tangannya mengepal dan pergi meninggalkan rumah itu.
Bi Ranti mengusap dadanya, menghembuskan napas berat, "Semoga kamu baik-baik saja, ya, nak"
Gadis itu berjalan sangat cepat, ke rumah seorang laki-laki yang seharusnya menjadi cinta pertamanya. Jarak antara rumahnya dengan laki-laki itu tidak terlalu jauh. Sepanjang perjalanan, beribu umpatan di dalam kepalanya. Ia berhenti di depan gerbang rumah besar itu, menetralkan napasnya sebelum meluapkan isi hatinya, keringat mengucur dari dahi gadis itu. Dengan keteguhan, gadis itu membuka gerbang itu dengan kencang, ia berlari dan menggedor pintu rumah tersebut hingga menimbulkan gema di dalamnya.
"BUKA WOYYY!" Teriak gadis itu.
Dari dalam, terdengar suara kunci yang terbuka. Dan pintu tebuka lebar memperlihatkan wanita yang tak lain adalah ibunya. Lebih tepatnya, ibu tiri.
"Ada apa?" Wanita itu bertanya dengan wajah datar, sambil berkacak pinggang. Sungguh, hal itu membuat napasnya semakin tak karuan, tangannya mengepal, dan rona merah memenuhi wajahnya.
"Sialan lo, ya. Bersikap seolah enggak tahu apa-apa." Gadis itu menerobos masuk, menabrakkan tubuhnya dengan tubuh ibu tirinya yang membuat Amanda tersungkur.
"Anak tidak tahu diri," gumam Amanda.
"MANA SUAMI LO?" Tanya sang gadis. Suaranya menggema pada ruangan tamu itu.
"RENJANA! BISA ENGGAK SIH YANG SOPAN DIKIT SAMA NYOKAP GUE, DASAR ANAK PUNGUT" Sambar Rayanka yang tiba-tiba keluar dari kamarnya sambil membawa ikat pinggang pada tangannya. Jantung gadis itu berdebar kencang melihat wajah sang kakak yang merah mendekati posisi gadis itu.
Hal tersebut dihentikan oleh Amanda yang memeluk putranya, "Jangan, nak"
"Bokap nyokap lo saja bisa tidak sopan mengambil barang-barang gue tanpa izin. Masa gue yang hanya teriak kayak gini enggak bisa," geram gadis itu.
"Enggak usah geer lo. Enggak ada untungnya ngambil barang murah lo itu, lo cuma tamu di sini. Enggak usah belagu," tandasnya.
"Dia bukan tamu." Kata seorang pria yang berjalan mendekati mereka. "Renjana akan tinggal di sini, perilakunya harus kita awasi"
"APA?!"
"Seenak jidat lo ngatur gue, RADITYA!" Napasnya gadis itu tak karuan, jantungnya berdebar tak karuan.
Plak
Anak gadisnya ini menahan denyutan ngilu dan panas pada pipinya, "Sialan" batinnya.
"ANAK ENGGAK TAHU DIRI. SAYA INI PAPA KAMU, HARUSNYA KAMU BERSYUKUR MENDAPAT DIDIKAN SEPERTI INI, AGAR KAMU MENJADI MANUSIA YANG BENAR! DAN TIDAK MENJADI BODOH SEPERTI INI" Urat leher pria itu terlihat mengeras, hingga warna kemerahan memenuhi wajah dan lehernya.
"Jika kamu tidak suka dengan peraturan saya, mengapa kau tidak menyusul ibu mu saja, mengapa kamu tidak mati? Agar tidak menyusahkan saya," lanjut pria itu.
"Saya memasukkan kamu pada jurusan kedokteran agar kamu bisa menjadi apa yang kami mau, bukan seperti jalang yang hanya bisa jalan berdua dengan laki-laki yang enggak benar itu," lanjutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Goes On [On Going]
Teen FictionPertemuan Aksa si anak sastra Indonesia dengan Renjana si anak kedokteran pada satu kampus yang sama dimulai pada masa ospek mahasiswa. Bisa dibilang pertemuan mereka tidak terlalu baik. Ia berasal dari kalangan menengah kebawah, yang membuat hubun...