Haiiii
***
Kala itu, mentari pulang. Kehadirannya digantikan oleh sang rembulan. Meski langit tak benderang saat bersama mentari, ia tetap menawan bersama rembulan. Bahkan, langit jauh lebih cantik sebab bintang-bintang turut menemaninya. Angin sejuk menyapa lembut, senyap. Hanya terdengar suara jankrik yang berkumandang. Dua sejoli yang kini berada di depan sebuah bangunan, berdiri, saling bertukar netra, tersenyum satu sama lain. Dengan gemerlap lampu jalan yang remang menghiasi keduanya.
Cowok itu memegang lembut pipi sang kekasih. "Bobo nya jangan terlalu malam, ya? Biar besok juga tidak kesiangan bangunnya"
"Siap pak bos." Gadis itu memberi hormat padanya sambil tersenyum. "Kamu pulangnya hati-hati, ya. Setelah sampai di rumah, bersihkan diri dulu, biar nyaman tidur nya, oke?"
"Iya, bidadariku." Cowok itu menepuk lembut sambil mengacak-acak rambut gadisnya.
"Aksaaaa. Kebiasaan deh." Gadis itu memanyunkan bibirnya, dan menatap Aksa dengan sinis.
"Ampun, bidadari. Maafkan saya." Ia menyatukan kedua telapak tangannya, sebagai permintaan maaf. Aksa sangat pandai membuat Renjana tersenyum, dan pandai juga membuat gadisnya cemberut.
Renjana menyilangkan tangan di depan dada, menatap kekasihnya dengan tajam. "Baiklah, kau pulang sana. Sebelum ada yang melihat"
"Tenang saja, Reren–ku. Tidak ada yang akan memarahi mu"
Gadis itu memutar bola mata malas. "Yasudah, Acaa. Pulang sana. Aku mau tidur." Ia masih dengan memanyunkan bibir merah mudanya itu.
"Ih, ngambek nih?" Tanya Aksa memastikan. 'Oh tuhan, mengapa dia sangat lucu?' batinnya.
***
Keesokannya.
Seorang lelaki berjas hitam, yang membuatnya terlihat rapih, melangkahkan kaki yang terbalut dengan sepatu pantofel warna hitam. Menyapa setiap orang yang ia lihat dengan anggukan sambil tersenyum. Berjalan santai, sambil merapihkan jasnya.
"Selamat siang, pak"
"Siang pak"
"Ganteng banget"
"Selamat siang bapak ganteng"
Itulah yang diucapkan karyawan padanya, saat menyapa. Lalu ia masuk ke dalam lift bersamaan dengan karyawan lain, masih dengan senyum sapaan kepada yang lain. Kemudian, ia menekan salah satu angka yang ada di lift itu.
"Ganteng banget, ya, anaknya bu Shinta. Sama kayak ibu nya," bisik beberapa karyawan perempuan di belakang cowok itu.
"Ganteng sih ganteng, emangnya kamu pernah ketemu bu Shinta?" Balas temannya sambil berbisik.
"Enggak sih, kan dia di Jerman terus, ditambah lagi dia udah gak ada. Tapi saya pernah liat fotonya, kok"
Tanpa sadar cowok itu mendengarkan obrolan mereka, ia menggelengkan kepala sambil tersenyum. Sesampainya pada lantai yang dituju, ia turun dari lift itu. Berjalan santai, dengan telapak tangan di saku celananya, pandangan lurus dengan senyum yang tak henti ia ukir pada wajahnya.
Ia membuka pintu putih dengan gagang pintu silver itu. Menampakkan sepasang meja dan kursi kerja, yang membelakangi jendela besar dengan pemandangan gedung-gedung lainnya. Tak hanya itu, terdapat pula sofa dan meja untuk tamu. Cowok itu duduk di kursi kerjanya.
Tok ... Tok ... Tok
"Ya, masuk"
Kemudian pintu itu terbuka memperlihatkan seorang wanita dengan blazer putih tersebut masuk ke dalam ruangannya sambil tersenyum. "Siang pak Aksa, perkenalkan saya Pradista Aruna. Saya di sini sebagai sekretaris bapak." Ucap Aruna dengan sopan, sambil membawa beberapa berkas di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Goes On [On Going]
Teen FictionPertemuan Aksa si anak sastra Indonesia dengan Renjana si anak kedokteran pada satu kampus yang sama dimulai pada masa ospek mahasiswa. Bisa dibilang pertemuan mereka tidak terlalu baik. Ia berasal dari kalangan menengah kebawah, yang membuat hubun...