BKC 19

2.4K 393 85
                                    

Jere memukul tembok di sampingnya merasa kesal saat mereka semua belum juga menemukan keberadaan sang ibu setelah 15 jam lamanya menghilang, dan aksi Jere yang menyakiti tangannya sendiri itu membuat Jeffrey, Jeno, Jeon, Daddy Seno, Daddy Sion, Papa Dohe bahkan Kai yang turut hadir ikut membantu pun menolehkan wajahnya dengan serempak, dan mereka dapat melihat bagaimana kalutnya Jere yang membuat Papa Dohe segera menghampiri cucu nya itu.

Dohe merangkul pundak sang cucu yang kini menyandarkan tubuhnya pada tembok dengan lemah. "Hey boy, jangan kaya gini okay? Sabar, mami Jere pasti akan ketemu. Saat ini kita semua harus tenang dan memikirkan gimana caranya mencari mami Jere dengan kepala dingin" ucapnya yang disetujui oleh yang lainnya.

Jeffrey menyenderkan tubuhnya pada sofa dengan tatapan kosongnya, lelaki tampan itu benar-benar terlihat kalut dengan rambut yang acak-acakan, beberapa kancing kemeja yang terbuka, dan dasi yang sudah di lepas. Sedangkan Jeno hanya menumpu wajah dengan tangan yang tertumpu diatas pahanya. Sedari tadi batin Jeno terus mengumpati Miana yang telah menculik maminya, juga beserta Jeon yang menghalangi mereka untuk melaporkan aksi kriminal anaknya itu pada kantor polisi. Mau bagaimana pun Jeon akan melindungi anaknya.

"Jeon kamu bener-bener gatau rumah bibi atau supir kamu itu?" Tanya Daddy Sion yang sedari tadi terdiam akhirnya membuka suara.

Jeon menggeleng dengan tangan yang terlipat di depan dada. "Saya bener-bener gatau dimana rumah mereka"

"Lo udah telepon lagi handphone bibi atau supir lo belum?" Tanya Kai yang sedari tadi mencoba mengehack lokasi handphone supir dan bibi Jeon yang sayangnya tidak aktif dan karena itu mempersulit aksi mengehack nya.

Jeon kembali mengutak-atik handphone nya dan hasilnya tetap nihil, mereka masih mematikan handphone mereka. Jeon memijit pelipisnya merasa pening dengan kelakuan Miana yang sekarang bener-bener sudah diluar batas, dan Jeon menyesal tidak menggunakan GPS pada mobil yang digunakan Miana. Miana begitu pintar menggunakan mobil baru milik Jeon yang belum terpasangkan GPS.

Jeon terus melihat riwayat handphone nya yang sudah berpuluh-puluh kali menghubungi handphone Miana, bibi dan supir. Jeon terus mengscroll handphone nya sebelum Jeon menemukan nomor asing yang pernah handphone nya hubungi, Jeon mengernyitkan alisnya berusaha mengingat siapa nomor asing tersebut sebelum Jeon melototkan matanya saat mengingat bahwa nomor tersebut nomor saudara bibi yang sempat meminta tolong menghubungi nya menggunakan handphone Jeon.

Jeon segera menelepon saudara bibi itu yang syukurnya langsung diangkat, dan sekarang mereka semua tau dimana tempat Rosé berada.



















Rosé berlari kencang tanpa memperdulikan disekelilingnya yang gelap gulita karena waktu sudah menunjukkan jam setengah 12 malam dengan banyak nya pohon dan sawah di kanan kiri nya. wanita beranak tiga itu terus berlari dengan angin yang terus menerpa tubuhnya, sedari tadi batin Rosé terus merapalkan doa semoga bertemu dengan orang yang dapat membantunya kabur dari Miana beserta bibi dan supir yang kini turut berlari mengejarnya di belakang sana. Rosé panik, saat ia baru saja bangun tidur dan mendengar bahwa mereka akan pergi ke negara lain malam ini juga, dan sekarang Rosé menyadari bahwa Miana senekat itu ia kira ia bisa membujuk Miana setelah tadi mereka menghabiskan waktu berdua melakukan aktifitas-aktifitas bagaikan seorang ibu dan anak.

Rosé terus berlari sekencang mungkin walaupun kaki nya terasa nyeri akibat tidak menggunakan alas kaki sekalipun dengan banyak nya batu kerikil yang ia injak.

Rosé menoleh kebelakang merasa bahwa Miana sudah tertinggal jauh di belakang sana. Rosé memejamkan matanya sejenak seraya membukuk memegangi lutut kakinya dengan nafas yang terengah-engah dan ia melihat sekelilingnya yang terdapat jembatan besar dengan jalan yang hanya cukup untuk 1 mobil.

Bukan Keluarga Cemara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang