Thio dan Joshua sudah tiba lebih dulu di rumah sakit, tempat ibu Jendra di rawat. Namun nihil, keduanya justru kaya orang hilang. Ini salah mereka sih karena gak nanya Jendra, tapi Jendra kenapa gak bisa dihibungin juga coba. Jadi salah siapa?
"Bang lo tau nggak nama nyokapnya Jendra?"
"Lo kira gue orang dukcapil, tau nama bokap Jendra?
"Ya nanya aja, santai aja napa Bang"
Lelah mencari dan menghubungi Jendra, Thio dan Joshua akhirnya terduduk di kursi koridor. Mereka hanya bisa menunggu balasan Jendra saat ini, daripada harus berkeliaran tidak jelas seperti sebelumnya.
"Dery dimana?" Tanya Thio
"Katanya otw kesini, habis ngantar Gisa"
"Gisa sama Dery dekat?"
"Nggak! Mereka tetanggan doang, gak ada hubungan apa-apa" secara otomatis suara Joshua meninggi satu tingkat.
Thio memicingkan matanya, "Santai aja jawabnya"
***
"Gis, Jadi pacar gue mau nggak?"
Raut wajah Gisa tiba-tiba berubah jadi cengo gitu aja dengar confession dari Dery, sambil menatap horor pada Dery.
"...kak"
"Serius amat neng, bercanda gue" ucap Dery
"Padahal mau gue jawab Iya" balas Gisa
"Hah?"
Kali ini Gisa yang membuat Dery terkejut, "just kidding, serius amat bang"
Dery langsung melengos mendengar jawaban Gisa. Perempuan itu tertawa puas melihat Dery membuang muka.
"Lagian ada-ada aja" ucap Gisa
"Tapi kalau gue bilang gitu ke cewek kira-kira bakal di terima gak?" Tanya Dery
"Tergantung"
"Tergantung apa?"
"Dianya suka apa nggak"
Dery membenturkan kepalanya ke kaca samping, ia tidak habis pikir kenapa bisa keceplosan begitu pada Gisa. Dia tidak tahu harus bagaimana jika bertemu Gisa.
"Den, kenapa kepalnya di benturin mulu Den?" Tanya supir Dery
Dery langsung menegakkan kepalanya, "Sudah sampai Pak?"
"Sudah dari tadi Den"
"Kenapa gak bilang?"
"Den Dery gak sadar?"
Dery melihat keluar mobil, dia sudah di area parkiran. Bagaimana bisa dia tidak sadar jika sudah tiba. Dery bergegas keluar untuk segera menemui teman-temannya yang lain.