Chapter •4

960 64 0
                                    


Happy reading!



"Eugh... " terdengar lenguhan dari gadis yang kini terbaring di brankar itu

Suara itu membuat dua orang lain yang tadinya sedang berbicara segera mengalihkan atensi mereka padanya.

"Amara, kamu udah sadar?" tanya seorang wanita lainnya, sedangkan sang pria bergegas menekan tombol yang ada di atas kepala brankarnya.

Gadis yang di panggil Amara itu linglung, menatap wanita dan pria disampingnya "Ha... us" lirihnya

Dengan cekatan wanita itu segera mengambil air dan membantu sang gadis minum.

Gadis itu sudah merasa lega, walau tenggorokan masih terasa tidak enak, setidaknya tak semenyiksa tadi.

Gadis itu menghela napasnya, melihat sekeliling ruangan warna putih itu. Dapat ia rasakan aroma karbol yang khas bercampur disinfektan memenuhi indra penciumannya. Dia cukup akrab dengan aroma ini, dia juga lumayan menyukainya. Karena terkadang beberapa minggu sekali dia akan pergi ketempat ini untuk menemui atau menemani kakaknya yang berprofesi sebagai dokter itu, membuatnya terbiasa dengan aroma ini.

Pandangannya beralih pada pria dan wanita disampingnya. Wanita yang tadi memberinya minum kini sedang menangis menatapnya, menanyakan keadaannya dengan nada khawatir.

Dia bingung, dia tak mengenali pria dan wanita ini. Lagi pula kemana keluarganya, orangtuanya? kakaknya? Opa-oma nya? Kenapa pula orang asing yang menemaninya?

"kalian siapa?" Tanya gadis itu

Mereka berdua terkejut mendengar perkataannya. "Amara, kamu gak ingat sama kakak?" Tanya wanita itu kembali

'Amara siapa? Gue Mauren! Kenapa manggil gue Amara? Sejak kapan pulaa gue punya kakak cewek selain kak El?' batin gadis itu yang memanggil dirinya Mauren

Mauren hanya mengernyit masih menatap mereka dengan kebingungannya. Dia termenung, memikirkan tragedi yang membuatnya seperti ini. Sesaat dia terkejut karena yakin, dia harusnya sudah mati karena peluru yang menembus jantungnya serta kehilangan banyak darah. Lalu, kenapa dia masih hidup sekarang?!

Tangannya meraba dada kirinya, rasa sakit itu tak ada disana. Dia mencoba menunduk untuk melihat dadanya, tetapi rasa sakit yang diharapkan kini malah menyerang kepalanya. Tangannya segera berpindah menuju kepalanya, dapat ia rasakan tekstur kain kasa yang melilit kepala bagian dahinya.

'pelurunya nembus jantung gue, tapi kenapa kepala gue yang sakit dan diperban?' tanyanya dalam hati.

Tak lama dokter datang untuk memeriksanya, kedatangan dokter membuat kedua orang tadi menyingkir.

"Arion, Amara gak inget aku!" Itu adalah perkataan wanita tadi sesaat ketika dokter itu masuk ruangannya.

Dokter yang dipanggil Arion itu mengangguk dan memulai pemeriksaannya, bertanya beberapa hal dan memberitahu suster disampingnya tentang diagnosanya.

"Sekarang aku mau tanya, nama kamu siapa?" Tanya dokter itu

Mauren melirik kearah dua orang tadi yang kini berada di belakang sang dokter masih memperhatikannya, sepertinya dia harus acting dulu sebelum mendapat kepastian dari keadaan ini.

"Gak tau" jawabnya

Dokter itu mengernyit heran, "kamu tau ada dimana?"

"Rumah sakit"

"Kamu kenal aku siapa?"

"Dokter" jawab Mauren singkat, agak kesal sebenarnya dia tuh.

Dokter itu menghela napas mendengar jawaban pasiennya, "Kamu kenal mereka siapa?" Tanya dokter itu lagi kini menunjuk dua orang di belakangnya

Hello, I'm Byan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang