Chapter •21

471 34 5
                                    

Happy reading!



Kael, Zion, Byan dan teman sekelasnya menikmati sisa waktu istirahat mereka dengan mengobrol santai dan bercanda di kantin. Belum lagi Cello, Jennie, Bella, Kalla dan Aska yang kelakuannya nge-reog abis sampai meja kantin saja bergeser-geser karena tingkah mereka. Beruntung Alat bekas makan di meja mereka sudah dikembalikan pada ibu kantin sebelumnya, yang tersisa sekarang hanya beberapa bungkus Snack dan botol berisi air minum untuk menemani obrolan mereka.

Tentu saja kegiatan mereka tak luput dari perhatian para siswa di sana, terutama untuk geng Rezvan. Berbeda dari siswa lain yang hanya mencuri pandang pada kelompok kelas mereka, geng Rezvan malah secara terang-terangan menghunuskan tatapan tajam pada mereka.

"Njir, serem banget tuh mantan gebetan Lo By" ucap Valerie dengan suara kecil yang memungkin hanya orang di meja mereka saja yang mendengarnya

Beberapa temannya mengangguk setuju, bahkan Aska, Bella, dan Kalla yang tadinya Hyperaktif sekarang duduk tenang dan ikut setuju atas perkataan Vale.

"Iya banget, gak tenang gue rasanya mau berekspresi" sungut Bella

Zion, prince, Cello, Jennie dan Helena menatap bingung. Mereka tau soal Duo A yang adalah kakak dari Amara, tapi mereka tak tau cerita soal gebetan Amara ini. "Lah emang mantan gebetan Byan yang mana?" Tanya Jennie menatap penasaran

"Yang tadi narik Byan dari Kak Kael loh. Itu dulunya gebetan Byan sebelum dia amnesia" jawab Vale

"Lo mau tau gak?" Sahut Bella

Nah ini, kalimat ini salah satu tanda per-ghibahan akan segera dimulai.

"Byan ini -"

"Sorry tapi kalo mau ghibahin masa lalu gue, tolong pake nama Amara aja, gak usah Byan. Itu kelakuan Amara dulu ya, bukan kelakuan gue" potong Byan

Bagaimanapun ia merasa tak terima saat kelakuan Amara ditimpakan padanya, enak saja.

Bella memandangnya Bingung sebelum abai dan melanjutkan ceritanya.

"Oke. Amara ini di SMP dulu itu nempel banget sama kak Rezvan dan duo A, sampe di bilang sasimo sama anak XHS. Gak main-main, kapan aja dia liat kak Arsen, Alvin atau Rezvan pasti langsung di samper dan gelendotan kek monyet. Beruntung aja sekarang dia udah sadar dan tobat" beber Bella dengan semangatnya

Setelah mendengar penjelasan dari teman baru mereka itu, Zion, Kael, Cello, Helena dan Jennie yang tak bisa menutupi ekspresi geli mereka saat menatap Byan.

Byan menatap tajam pada kelimanya, "sialan" umpatnya

"Iya, sial banget hidup baru Lo" ucap Helena dengan cekikikan

Maklum saja, Byan saat masih menjadi Mauren itu tak pernah terlibat dalam masalah percintaan. Itu karena dia tak ingin terjadi hal ribet seperti ini dan juga faktor keluarganya yang super protektif padanya. Cowok yang bisa dekat dengan Mauren hanya sedikit dan pastinya harus sudah lulus seleksi dari keluarga dan sahabatnya. Itupun dalam konteks diluar hubungan percintaan dan hal ambigu lainnya.

"Tapi loh si Rezvan emang lumayan. Boleh lah ya" celetuk Jennie sambil membalas menatap Rezvan yang sedari tadi memang menatap mereka

"Dari pada dia mending sama gue" sahut Kael

"Lah jauh mending sama gue" ucap Zion sambil memakan cemilannya dengan santai

"Si goblok. Kalian kan saudaraan" ucap Cello geleng kepala melihat kelakuan kakak dan sepupunya

"Iya juga" gumam Kael

"Sekarang kan udah bukan Ren, tapi Byan" sahut Zion

Byan, Cello, Kael, Helena dan Jennie menatap terkejut kearah Zion. Sedangkan teman Byan yang lain terlihat bingung dengan topik pembicaraan mereka sedari tadi.

"Kalian bahas apaan sih dari tadi?" Tanya Xaquile yang hanya memperhatikan dari tadi

"Gak ada" ucap Byan santai. "Kelas yuk. Bentar lagi bel masuk" ajak Byan pada teman-temannya

"Masih ada 10 menitan ini By" balas Kael menahan Byan yang sudah akan beranjak

"Dahlah, ngumpul di kelas aja" Byan menjeda perkataannya sebentar untuk menatap siswa sekeliling yang memperhatikan mereka, "capek juga jadi seleb mendadak gini" ucapnya dengan nada yang keras sehingga memungkinkan untuk didengar para siswa itu

Karl terkekeh, "Yaudah ayo" ucapnya sambil merangkul Byan

"By, kita harus ke kantor guru dulu gak sih? Kan tadi pak Vento suruh" celetuk Cello ketika mengingat pesan sang guru tadi

"Lah iya. Yaudah kalian duluan aja, gue sama Cello mau pergi dulu" ucap Byan sambil menggandeng tangan Cello untuk segera bertemu guru matematika itu.

Mereka yang melihat kepergian Byan dan Cello menggeleng kepala. "Makin bebas aja perasaan tuh anak" ujar Helena diangguki Jennie, Zion dan Kael.

•••••

Kembali pada Byan dan Cello yang kini tengah bergandengan menuju ruang guru.

"Kira-kira kenapa ya tuh guru manggil kita kek gini?" Tanya Cello bingung

Byan berpikir sebentar sebelum mengutarakan firasatnya, "kemungkinan bakal di uji dan disuruh ikut olimpiade sih... Tapi ini baru pemikiran gue aja, soalnya kan Amara ini terkenal bodoh, jadi kemungkinan buat itu masih Fifty-Fifty"

Jawaban Byan membuat Cello mendengus geli dan memilih berjalan tenang hingga mereka sampai di depan ruangan dengan plakat tergantung bertuliskan Ruang guru.

Cello mengetuk pintu di depannya sebelum memasuki ruangan itu. Dapat ia lihat terdapat beberapa ruangan dibelakang dan ada banyak meja serta guru yang duduk di sana menatap pada mereka.

Mengedarkan pandangan mencoba untuk menemui guru matematika yang menyuruh mereka kemari.

"Permisi pak, tadi sebelum keluar kelas bapak ada meminta kami untuk kemari" ucap Cello setelah bertemu pak Vento yang berada pada meja pojok dekat jendela

Melihat Cello dan Byan, pak Vento lantas menyuruh mereka untuk mengikutinya masuk ke dalam salah satu ruangan yang ada di sana.

"Ayo duduk dulu, ada yang ingin bapak bahas dengan kalian setelah melihat cara dan hasil kalian menjawab pertanyaan di kelas tadi" ucap pak Vento membuka suara atas alasannya memanggil mereka

Setelah menyamankan diri pada kursi, Byan menatap pak Vento "bapak tidak berniat memasukkan saya dalam partisipasi olimpiade kan?"

Mendengar perkataan Byan membuat pak Vento terkejut sebelum terkekeh pelan, "haha, bagaimana kamu tau?"

Mendengar pertanyaan itu membuat Byan menghela nafas. Jujur saja dia tak tertarik untuk mengikuti olimpiade seperti ini lagi. Dia merasa seperti bermain curang, mengingat dia sekarang seharusnya berusia 21 tahun di tambah dia telah menyelesaikan pendidikan perguruan negeri pula. Jadi sudah pasti ia akan memenangkan hal seperti itu dnegan mudah.

Melihat raut tak tertarik dari muridnya membuat pak Vento berpikir bagaimana untuk membujuk Byan. Iya, hanya Byan. Karena seperti Cello sangat antusias akan hal ini.

Belum sempat pak Vento mengeluarkan suaranya, Byan sudah lebih dulu bersuara "gak deh pak, Cello aja yang pergi. Saya yakin dia pasti bakal bawa piala" membuat Cello menatapnya mengisyaratkan protesan

Pak Vento menghela nafas pelan, "kita masih membutuhkan beberapa orang lagi Amara. Melihat peningkatan nilai dan hasil test kamu saat di kelas tadi membuat saya yakin pada kamu. Ini juga demi masa depan kamu, ini bisa jadi peluang kamu untuk mendapat Beasiswa dan masuk universitas impian kamu. Ini juga bisa membuat orangtua kamu bangga padamu" ucap pak Vento berusaha untuk membujuk muridnya itu

"Baiklah, apa ada yang kamu inginkan dari sekolah? Jika masih bisa saya lakukan, akan saya bantu" final pak Vento, entah mengapa dia merasa Amara ini akan membuat prestasi besar bagi sekolah mereka.



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello, I'm Byan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang