Pukul 23.30
Radit dan Aretha sudah membersihkan diri dan kini hendak beristirahat di kamar lantai satu. Aretha sudah menetapkan pilihan pada kamar tersebut, walau tidak sesuai keinginan.
Setelah memakai piyama tidur yang bermotif sama, mereka mulai merebahkan diri di ranjang besar kamar itu. Semua kamar memang dilengkapi ranjang berukuran king. Dengan luas kamar yang sama. Kecuali kamar utama tentunya. Walau sebagus apa pun fasilitas di kamar itu, Aretha berminat sama sekali untuk menempatinya. Bukan hanya kamar mandi yang rusak tapi karena ada alasan lain tentunya.
Kini sepasang suami istri itu sedang berpelukan. Tubuh mereka tertutupi oleh selimut tebal. Karena makin malam kondisi udara di sekitar akan makin dingin. Sekali pun mereka berada di dalam ruangan. Tentunya mereka tidak memerlukan fasilitas pendingin ruangan di rumah itu.
"Gimana? Kamu suka nggak sama rumah ini?"
Aretha yang sedang memeluk Radit, menatap langit - langit untuk menemukan jawaban di sana. Tentu saja sebagus apa pun rumah ini, ia tetap nyaman berada di rumah mereka sendiri. Aretha yang memang sedikit terpaksa ikut Radit, tentu harus mempersiapkan dirinya untuk beradaptasi dengan lingkungan baru.
"Eum, betah dong. Apalagi kan ada kamu. Di mana pun juga, aku pasti betah kok."
"Duh, istri ku tersayang. Memang paling bisa bikin kalimat yang manis." Radit mengelus lengan Aretha lembut. Keduanya sama - sama menatap ke langit - langit kamar yang berwarna putih.
"Iya dong. Kan biar suami tambah sayang."
"Uluh uluh ... Manis sekali, ya." Sebuah kecupan mendarat ke kening Aretha. Sebagai bentuk rasa sayangnya, Aretha makin memeluk Radit erat.
"Ehm, tapi, sayang ... Kamu kenapa nggak mau di kamar atas? Apa ada sesuatu yang mencurigakan?" tanya Radit yang memang mencurigai sang istri menyimpan rahasia.
"Maksud kamu?"
"Rumah ini ... Apa ada hal yang ... Kamu tau, kan, maksudku?"
"Eum, oh iya, aku ngerti. Sebenernya aku belum lihat apa apa sih, sayang, di rumah ini. Cuma aku justru nggak begitu suka sama kondisi di luar sana."
"Yang di luar? Jadi di luar ada hantu?" tanya Radit blak - blakan. Dia sangat paham, jika istrinya memang peka terhadap makhluk - makhluk tak kasat mata.
"Iya, tapi aku belum jelas sih. Baru lihat sekilas aja. Tadi memang ada yang berdiri di kebun teh sana. Mungkin di rumah ini juga ada. Tapi sepertinya makhluknya biasa aja gitu, Dit. Tapi yang di luar ... Dia muncul udah dua kali, Dit."
"Dua kali?"
"Iya. Pas kita datang, masuk desa ini, perempuan itu ada di tengah kebun teh. Nah, tadi dia juga ada di depan rumah kita. Kan aneh. Seperti dia itu sengaja mengikuti kita, kan?"
"Wah, bener juga. Kalau misal cuma makhluk biasa, kan, mereka cuma diam di satu tempat aja, ya. Ini kenapa malah ngikutin. Apa mungkin ada sesuatu yang mau dia sampaikan, Sayang?"
"Mungkin aja sih. Ya udah, biar aja. Kalau memang dia mau menyampaikan sesuatu, dia pasti muncul lagi nanti."
"Kamu benar. Ya sudah. Kita tidur yuk. Udah malam. Capek banget aku."
"Besok kamu udah mulai kerja?"
"Iya, sayang. Tapi cuma survey tempat aja kok. Cuma sebentar. Nggak apa - apa, kan? Toh, istrinya Pak Slamet mau ke sini, bantu kamu beresin rumah. Aku paling pulang siang atau sore. Nggak sampai malam kok. "
"Oke. Nggak apa - apa kok. Ya udah, kita tidur aja. Aku juga capek."
Lampu dimatikan. Mereka merapatkan selimut, dan mulai memejamkan mata. Sambil saling berpelukan.
_____
"Ash-shalaatu khairum minan-nauum!"
Seruan azan subuh berkumandang. Aretha yang masih kelelahan akibat perjalanan semalam, tidak lantas terbangun. Telinganya mendengar dengan jelas suara azan, hatinya berseru untuk segera bangun dari pembaringan. Namun otaknya masih menyuruhnya untuk bersantai sejenak. Apalagi iqamat belum terdengar.
Lain halnya dengan Radit. Yang segera mematikan alarm ponselnya dan segera bangun. Dia hanya menoleh ke Aretha yang masih bergulung dengan selimut karena udara pagi ini jauh lebih dingin dari semalam.
Radit berjalan gontai keluar dari kamar. Dia hendak mengambil air wudu di kamar mandi yang letaknya ada di dekat dapur. Tidak terlalu jauh dari kamarnya. Apalagi tidak ada sekat penghalang antara ruang tengah dan dapur rumah.
Aretha tau kalau sang suami sudah keluar dari kamar. Dia memutuskan untuk tidur lima menit lagi, karena matanya masih terasa berat. Apalagi dia yakin benar, kalau Radit akan membangunkannya nanti untuk salat subuh bersama.
Ranjang besar itu bergerak, ada lekukan dia ranjang sisi Aretha. Ia berpikiran kalau Radit sudah mengambil wudu dan hendak membangunkannya. Sebuah tangan menjulur ke pipi wanita muda itu. Dingin.
Aretha tau, kalau udara di sini dingin, tentu airnya juga akan sangat dingin. Aretha lantas meraih tangan Radit, untuk menyingkirkan nya dari pipi. Aretha berhasil. Pipinya sudah terbebas dari rasa dingin. Tubuhnya bahkan menggigil setelah memegang tangan tersebut, saking dinginnya.
Tapi rupanya gangguan itu tidak berhenti begitu saja. Kali ini kaki Aretha mulai terasa dingin. Selimutnya tersingkap. Lebih tepatnya disingkap. Ia masih menganggap kalau Radit tidak pantang menyerah untuk membangunkannya. Tapi tiba tiba kaki kiri Aretha di tarik kasar. Aretha yang terkejut, langsung duduk dan bersiap meluncurkan omelan untuk Radit.
Tapi begitu dia melihat ke sekitar, tidak ada Radit di kamar itu. Pintu kamar bahkan masih tertutup rapat. Suasana kamar masih gelap. Dia yakin, kalau Radit belum kembali dari kamar mandi. Lantas tangan siapa tadi.
Aretha tiba - tiba teringat sesuatu. Dia melotot sambil mengelus pipinya. "Tunggu! Kayaknya tadi memang bukan tangan Radit. Soalnya kok kukunya panjang!" gumam nya. Ia langsung tengak tengok ke sekitar walau tidak mendapati siapa pun di ruangan itu.
Pintu dibuka. Lampu diruang tengah yang sudah menyala membuat sosok yang berada di pintu tidak terlihat wajahnya. Aretha diam membeku sambil memperhatikan terus siapa yang berdiri di pintu kamarnya.
"Sayang, kamu udah bangun? Ambil air wudu sana. Kita jamaah." Radit lantas masuk ke dalam kamar, santai. Ia menggelar sajadah miliknya dan memakai baju koko serta peci putih. Aretha melongo namun terlihat lega. Karena ternyata dia benar benar Radit. Hanya saja nyalinya mulai ciut. Dia yakin betul kalau ada sosok yang sejak tadi mengusik tidurnya. Yang dia pikir adalah Radit, suaminya sendiri. Tapi ternyata bukan.
Aretha yang berusaha berpikir positif, beranggapan kalau gangguan itu untuk alarm paginya. Agar tidak malas bangun, untuk menjalankan ibadah.
"Sayang?" panggil Radit yang melihat istrinya hanga bengong sejak tadi.
"Eh, iya! Aku wudu dulu. Tunggu sebentar!" kata Aretha lalu segera turun dan berlari kecil menuju kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Indigo (Aretha Dianah Aryani) Season 5
Humor[DILARANG SHARE, COPAS TANPA IZIN. APALAGI MEMPLAGIAT. SIAPA SAJA YANG MELIHAT CERITA INI DENGAN PENULIS NAMA LAIN, TOLONG HUBUNGI SAYA. TERIMA KASIH] Cerita ini dipindah ke aplikasi Fizzo dengan Judul Nisa, si Gadis Indigo Radit dan Aretha pindah...