"Sepi. Nggak ada apa apa, Dit," kata Hendra lalu membuka lebar lebar pintu tersebut.
Radit yang penasaran lantas berjalan masuk ke dalam. Kamar ini merupakan kamar utama yang seharusnya ia tempati. Tapi karena beberapa alasan, Aretha enggan menempati kamar ini.
"Wah, gede juga kamarnya. Kenapa kalian nggak pakai kamar ini aja?" tanya Hendra.
"Aretha nggak mau di sini." Radit terus berjalan hingga balkon kamar. Sementara Hendra masih menikmati suasana kamar utama yang memang terkesan elegan dengan perabotan mahal dan mewah. Hanya dengan melihat saja, dia bisa tahu berapa harga ranjang di tengah kamar ini, sekaligus meja rias, pajangan dan lukisan mahal yang memang bernilai tinggi.
"Waw, ini lukisan asli?!" pekik Hendra saat menyentuh sebuah lukisan dengan pemandangan hutan dan beberapa rumah penduduk di sana.
"Nggak tahu. Kenapa? Emangnya lo tahu, ini lukisan apa?" tanya Radit ikut melihat benda seni di hadapan mereka.
"Ini lukisan punya Raden Saleh, yang juga dapat predikat lukisan termahal. Kalau nggak salah namanya "A View of Mount Megamendung"."
Lukisan yang menggambarkan potret pemandangan alam di area Megamendung, Puncak, Bogor merupakan seri pertama lukisan Megamendung karya Saleh, dan merupakan tonggak sejarah bagi pelukis asal Semarang ini.
Lukisan ini dibeli oleh kolektor seni asal Inggris dengan harga Rp 36 miliar di Drout Paris, Prancis. Delphine Kahl, selaku perwakilan rumah lelang Jack-Phillipe Ruellan menyatakan A View of Mount Megamendung ini memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki lukisan lain dengan seri sama. Itulah mengapa lukisan itu memiliki harga yang cukup mahal.
"Bagus sih emang. Tapi gue nggak sangka kalau harganya semahal itu. Tapi lo yakin kalau ini lukisan asli? Jangan-jangan kw lagi," tukas Radit.
Hendra mendekat dan mengamati seluruh lukisan itu, tak lama mengangguk yakin. "Asli! Asli ini mah! Ckckckck. Keren banget!" ungkap Hendra.
Tiba tiba di belakang mereka angin berembus cukup kencang. Bahkan Hendra dan Radit menoleh bersamaan ke belakang. Tapi anehnya tidak ada apa pun di sana, bahkan pintu balkon pun masih tertutup rapat.
"Angin dari mana, ya, Dit?" tanya Hendra berbisik.
"Nggak tahu. Ya udah, kita turun aja, yuk, " ajak Radit lalu berjalan lebih dulu ke pintu. Hendra langsung berlari menyusul Radit.
Sampai di bawah Aretha heran menatap kedua pria itu yang seperti berlomba agar bisa cepat turun ke bawah.
"Kalian kenapa sih?" Tanya Aretha menatap heran Radit dan Hendra.
"Enggak apa apa kok," sahut Radit lalu mendekat ke istrinya. Tiba tiba Radit memeluk Aretha dari samping, di depan semua orang yang ada di ruang makan. Walau tidak banyak orang, tapi tetap saja itu dilakukan di depan umum. Aretha tidak menepis ataupun menanggapi, hanya diam sambil terus menunggu jawaban dari pertanyaannya tadi.
"Nggak ada apa apa di atas. Paling cuma angin aja," sahut Hendra sambil melirik ke Aretha.
Aretha hanya melirik ke arah Hendra dengan tatapan yang tidak percaya. Tetapi dia tidak berniat untuk membahasnya lebih lanjut. Seolah-olah Aretha mengerti apa yang sebenarnya terjadi di lantai atas.
Akhirnya acara pun segera dimulai. Beberapa warga desa yang memang sengaja diundang untuk datang ke rumah sudah menemani tempat masing-masing di ruang tamu. Ruang tamu di rumah itu disulap dengan menggelar karpet di dalam serta teras untuk keperluan pengajian. Rupanya warga yang datang cukup banyak. Beberapa orang tampak familiar bagi mereka dan Radit karena sebelumnya mereka sudah pernah bertegur sapa sejak datang ke desa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twins Indigo (Aretha Dianah Aryani) Season 5
Humor[DILARANG SHARE, COPAS TANPA IZIN. APALAGI MEMPLAGIAT. SIAPA SAJA YANG MELIHAT CERITA INI DENGAN PENULIS NAMA LAIN, TOLONG HUBUNGI SAYA. TERIMA KASIH] Cerita ini dipindah ke aplikasi Fizzo dengan Judul Nisa, si Gadis Indigo Radit dan Aretha pindah...