37. Melawan kuntilanak merah

36 6 0
                                    

Areta segera mendekat ke Liya yang masih dalam kondisi setengah sadar. "Kakak," panggil Liya sambil berusaha menyentuh wajah Aretha

"Iya, Kakak di sini. Liya nggak apa apa kan, Sayang?" tanya Aretha cemas.

Liya hanya mengangguk dengan kondisi tubuh yang lemas. Satu persatu warga yang ditemukan di dalam gua itu terbangun. Mereka tampak lemah tak berdaya.

"Kalian baik baik saja, kan?" tanya Radit menanyai mereka satu persatu.

Saking lemasnya mereka semua tidak ada yang menjawab pertanyaan Radit hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban yang pasti.

"Kalian bisa jalan?" tanya Aretha.

Mereka semua kembali mengangguk dan berusaha untuk berdiri sesuai dengan komando Radit.

"Ayo, kita harus pergi dari sini secepatnya!" tukas Hendra yang juga membantu orang-orang itu untuk keluar dari tempat ini.

Satu persatu dari mereka berjalan keluar walau dengan tertatih tatih. Ada banyak sekali orang yang terjebak di gua tersebut selama hampir ber bulan-bulan lamanya. Areta Yang penasaran ingin bertanya mengenai banyak hal, hanya bisa mengurungkan niatnya tersebut sampai kondisi mereka benar-benar stabil. Areta yakin kalau kondisi mental mereka semua sedang tidak baik-baik saja setelah kejadian yang telah menimpa mereka. Dari sekian banyak korban sebagian besar memang anak-anak yang masih di bawah umur.

Suara anak ayam terdengar di sekitar. Awalnya samar samar, kemudian makin kencang. Aretha yang berjalan paling belakang bersama Radit, dan Hendra lantas berhenti berjalan. Dia menoleh ke belakang, menyapu pandang sekitar.

"Kenapa, Sayang?" tanya Radit sambil menatap istrinya lalu menatap sekitar.

"Kamu dengar itu?" tanya Aretha. Diam, menajamkan pendengaran dan waspada pada sekitar.

"Dengar apa?"

"Suara anak ayam maksud lo?" sahut Hendra dengan pertanyaan yang membuat Aretha mengangguk cepat.

"Lo dengar juga, kan?"

"Oh iya, aku juga dengar, Sayang. Tunggu dulu! Kalau nggak salah, dulu misalkan ada suara anak ayam seperti ini artinya ...." Radit tidak menyelesaikan kalimatnya dan langsung menatap Aretha.

Keduanya pun saling tatap dengan penuh arti. Hingga membuat Hendra mulai merajuk karena tidak mengetahui apa maksud dari perkataan Radit tadi.

"Kalian selalu begitu. Selalu pakai kode rahasia. Udah tahu, gue nggak ngerti! Masih aja pakai bahasa isyarat," omel Hendra.

"Sebaiknya kita secepatnya pergi dari sini deh, Dit," ajak Aretha.

"Iya, kamu benar! Ayo, Hen! Bahaya kalau kelamaan di sini," cetus Radit.

"Kenapa dulu? Bukannya makhluk tadi udah lenyap? Apa yang kalian takutkan?"

"Ada makhluk lain, Hen. Sepertinya dia ada di sekitar sini. Kau harus waspada!" tukas Radit.

"Makhluk lain? Apalagi? Astaga!"

Baru beberapa langkah mereka pergi meninggalkan tempat itu, bahkan belum sampai ke pintu rumah yang dijadikan jalan masuk menuju hutan aneh ini, suara tawa melengking mulai terdengar.
Orang orang yang berjalan di depan ikut berhenti sambil tampak ketakutan.

"Hen, cepat bawa orang orang itu pergi dari sini. Biar gue sama Radit yang menahan makhluk itu!" kata Aretha.

"Tapi ...."

"Udah, Hen. Sebaiknya lo cepat pergi! Kami baik baik saja! Percayalah!" tambah Radit sambil menepuk bahu Hendra.

Walau ragu-ragu, Hendra akhirnya menuruti perkataan Radit dan Areta untuk segera pergi dari tempat itu sambil membawa korban dari penculikan umum sibyan. Untungnya Radit paham betul bagaimana karakter Hendra. Dia termasuk salah satu manusia yang akan mudah menghafal jalan. Jadi Radit yakin kalau Hendra pasti paham jalan yang sebelumnya mereka lewati untuk sampai ke tempat tersebut. Sehingga Radit yakin kalau Hendra pasti bisa membawa semua korban kembali ke desa dengan selamat.

Areta dan Radit kini tinggal di dalam hutan misterius. Mereka hanya menatap orang-orang yang sudah mereka selamatkan dari kejauhan. Radit lantas meraih tangan Areta dan menggenggamnya erat. Dia tersenyum saat Areta menatap ke arahnya.

"Kita hadapi bersama, seperti sebelumnya," kata Radit.

Areta mengangguk dan tersenyum. Sekalipun ini bukanlah pertama kalinya mereka mengalami hal-hal mistis yang mencekam, tetapi tetap saja keduanya akan merasa tegang saat menghadapi para makhluk halus yang berniat buruk kepada mereka. Apalagi mereka hanya menghadapi nya berdua saja. Biasanya akan banyak bala bantuan dari teman teman yang lain, bahkan saat mereka terjebak di Dusun Kalimati beberapa tahun silam. Mereka menghadapinya dengan beramai-ramai. Hanya saja saat ini situasi berubah tetapi kereta tetap bersyukur karena masih ada Radit yang selalu berada di sisinya.

Suara tawa melengking kembali terdengar kali ini suaranya cukup jelas di telinga mereka. Aretha dan Radit lantas menatap sekitar untuk mencari di mana sosok yang memiliki suara khas tersebut. Sampai akhirnya mereka pun melihat sosok wanita yang kini sedang berdiri di salah satu pohon yang berada tak jauh dari mereka berdua. Sosok wanita dengan penampilan yang sama seperti yang biasanya mereka temui sebelumnya. Dia sedang duduk di salah satu dahan pohon sambil memperhatikan mereka berdua dengan mulut yang menganga lebar.

"Kau lagi rupanya! Aku pikir kau dan teman-temanmu sudah lenyap dari muka bumi ini! Tapi ternyata aku salah! Hanya saja kali ini aku akan memastikan kalau kalian benar-benar menghilang dari tempat ini!" kata Aretha tegas dan lantang.

Hanya saja makhluk itu tidak menyahut perkataan Areta dan hanya tertawa cekikikan seperti biasanya.

"Turun kau! Jangan terus-terusan menghindar. Dasar pengecut!" kata Radit menantang.

Tiba-tiba makhluk itu menatap Radit dengan tatapan nyalang. Sepertinya dia benar-benar tersinggung dengan apa yang dikatakan oleh Radit barusan. Makhluk hidup pun akhirnya turun dari atas pohon dengan terbang melayang ke bawah. Dia berdiri tepat di hadapan Radit dan Areta. Areta mundur selangkah sementara Radit mengulurkan tangannya ke samping untuk menutupi sebagian tubuh Areta.

"Kalian kembali?" tanya Makhluk itu sambil menyeringai.

"Yah, kami kembali! Kenapa? Aku pikir kalian sudah musnah. Tapi ternyata kalian masih berada di desa ini bahkan menyebarkan teror yang lebih jauh. Sepertinya kalian Tidak kapok dengan apa yang sudah terjadi dulu!" Radit tampak berani. Tidak ada sedikitpun perasaan takut saat mengatakan hal itu di depan makhluk mengerikan yang sebenarnya sudah agak lama tidak mereka lihat dan temui.

"Hihihihihi. Kalian pikir kalian itu hebat? Buktinya kami masih berada di tempat ini sampai sekarang!"

"Baiklah. Kalau begitu kalian akan kami musnahkan detik ini juga!"

"Coba saja kalau bisa!"

Sosok kuntilanak itu mendorong tangannya ke depan dan membuat Areta dan Radit justru jatuh berguling ke belakang. Dia lantas tertawa saat melihat lawannya langsung kalah saat pertama kali menyerang. Hanya saja Radit dan Areta tidak akan mau menyerah. Mereka sekarang bangkit dan menyiapkan serangan balasan. Keduanya lantas melantunkan doa-doa seperti biasanya. Radit juga sudah diajarkan doa-doa tersebut oleh Yusuf.

"Hentikan! Hentikan!" jerit Kuntilanak itu sambil menutup telinganya.

Tapi Radit dan Areta justru semakin gencar melantunkan doa-doa tersebut dan bahkan mengeraskan nada bicara mereka. Sosok kuntilanak makin kesakitan. Telinganya bahkan mulai mendengarkan cairan yang membuat jeritannya makin memekakkan telinga. Tiba-tiba makhluk itu terbang melayang dan langsung berada di atas tubuh Areta. Dia mencekik leher Areta dengan posisi menaiki pundak wanita itu dan membuat Aretha dan Radit kehilangan fokus untuk membaca doa.

Melihat istrinya sedikit kewalahan Radit pun akhirnya bergerak untuk membantu Aretha. Dia berusaha untuk melepaskan sosok wanita itu dari tubuh Aretha. Hanya saja tentu itu tidak akan mudah. Justru kini ada sebuah sulur panjang dari akar tanaman yang bergerak mendekati Radit dan menarik kaki pemuda itu hingga membuatnya tergantung di atas pohon. Radit menjerit dan tampak sangat kesal.

"Hei! Lepaskan aku! Lepaskan!" kata Radit dengan suara yang menggema ke sekitar.

Tiba-tiba saja muncul bayangan seseorang yang berdiri tepat di depan Aretha. Aretha yang mulai kehabisan nafas, hanya bisa melihat sekilas sosok di hadapannya. Kain jarik yang ada di bagian bawah tubuh sosok tersebut sangat tidak asing baginya. Bahkan Areta bisa mengenali aroma tubuh dari sosok yang kini berdiri di hadapannya.

"Ne-nek? Si-ti," ucap Aretha.

Twins Indigo (Aretha Dianah Aryani) Season 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang