23. Sosok di rumah

45 7 0
                                    

Pintu dibuka perlahan. Aretha terus memperhatikan suasana di luar. Dia jelas jelas mendengar ada suara langkah orang yang sedang berlarian di ruang tengah. Tetapi saat pintu kamarnya dibuka, Aretha tidak menemukan siapa pun di sana.

Notifikasi grup di ponselnya berdering beberapa kali. Dia tahu kalau teman-temannya mulai memberondong nya dengan pesan-pesan lewat grup WhatsApp mereka. Hanya saja peta belum berniat untuk melihat apa yang mereka tulis Karena kini dia lebih fokus dengan suasana di rumahnya.

Suasana di ruang tengah, lantai dua dan dapur sepi. Tidak ada terlihat satupun orang atau sosok di sana. Posisi kamar kereta memang sangat strategis bisa melihat seluruh tempat di rumah ini kecuali ruang tamu.

Tiba-tiba di kakinya terasa ada seseorang yang menyentuh ujung bajunya. Aretha bersentuhan dengan sesuatu yang terasa dingin. Sontak dia menoleh ke samping. Sosok itu terlihat. Sosok anak kecil, perempuan, tengah terkekeh setelah menarik narik ujung bajunya lalu berlari ke dalam kamar.

Aretha terkejut, lalu memperhatikan sekitar kamarnya. Sosok itu menghilang. Tapi dia yakin betul kalau baru saja Ada sosok anak kecil yang telah menampakkan wujudnya di depan Areta.

"Siapa kamu?" tanya Aretha setengah menjerit.

"Hihihihi." Hanya ada suara tawa Anak kecil seakan-akan sedang meledek Areta. Wujudnya sudah tidak lagi terlihat di manapun Aretha mencari.

Braak!

Lagi-lagi pintu kamar utama yang berada di lantai dua terdengar menutup dengan keras. Ini memang sangat aneh karena wanita yakin betul kalau pintu kamar itu sudah ia tutup dan dikunci dari luar. Tapi kenapa selalu ada suara keras yang berasal dari pintu kamar tersebut. Areta yang masih berdiri di ambang pintu lantas menoleh ke kamar utama yang berada di lantai dua tersebut.

"Bener bener! Lo pada kebangetan ngerjain gue! Awas aja, ya!" ujar Aretha.

Dia kini berniat untuk menghampiri sosok yang mungkin sedang bersembunyi di kamar utama di lantai dua. Tanpa ragu-ragu lagi Areta berjalan dengan cepat dan mantap menaiki tangga. Aretha tampak sangat kesal. Sudah beberapa hari lamanya dia merasa diteror oleh kehadiran makhluk halus yang ada di rumah itu. Sepertinya dia sudah sangat lelah dan muak dengan gangguan-gangguan tersebut.

Sampai di pintu kamar utama lantai 2 tersebut, Aretha berhenti di depan pintu sejenak. Bukan untuk mengumpulkan keberanian karena dia memang sedang tidak takut dengan kehadiran makhluk tak kasat mata yang ada di rumah itu. Melainkan mengumpulkan tenaga untuk mengumpat siapapun yang berada di dalamnya.

Saat Areta membuka pintu itu, rupanya terkunci. Dia mengernyitkan kening. Dirinya sadar betul kalau beberapa menit yang lalu dia mendengar kalau pintu kamar ini menutup dengan cukup keras yang artinya pintu Ini seharusnya tidak terkunci. Karena kesal Areta terus menggerak-gerakan gagang pintu dengan penuh emosi.

"Heh! Setan! Keluar lo! Sialan! Jangan ngerjain gue mulu! Jangan cemen lo! Kalau emang lo mau nunjukin wujud ke gue, TUNJUKIN! BRENGSEK! SIALAN!" Arena terus mengumpat dengan emosi. Tidak hanya itu saja dia juga memukul-mukul pintu itu seakan-akan tantangannya benar-benar serius. Ketakutan yang selama ini ia rasakan semenjak berada di rumah itu tiba-tiba langsung hilang. Dia lelah dengan drama petak umpet dari makhluk yang menghuni rumah tersebut.

Tiba-tiba pintu kamar itu terbuka sendiri. Kondisi di dalam kamar yang gelap membuat area tadi yang sejenak untuk mengintip dari luar. Dia ingin memastikan Siapa yang ada di dalam sana. Tapi tiba-tiba tangannya diraih oleh seseorang. Saat Areta menoleh Ada sesosok anak kecil yang tadi berkeliaran di kamarnya. Anak kecil itu tidak lagi tertawa seperti sebelumnya. Dia menatap Aretha serius lalu menggeleng pelan. Gestur tubuhnya seakan-akan menyuruh Aretha untuk tidak masuk ke dalam.

"Kenapa?" tanya Aretha.

Tapi sosok anak kecil itu tidak menjawab apapun. Saat arena fokus pada sosok anak kecil yang ada di sampingnya itu, dari dalam kamar ada suara menggeram. Sontak Areta kembali melihat ke dalam kamar. Dia Yang penasaran dengan sosok yang ada di dalam kamar, kembali melangkahkan kaki untuk bisa masuk ke dalam kamar tersebut. Lagi-lagi anak kecil itu menarik tangan Aretha dan menahannya agar tidak masuk ke dalam sana. Anak itu kembali menggeleng. Namun saat sosok anak kecil itu melihat ke pintu kamar, dia seperti terkejut melihat sesuatu yang ada di dalam sana dan langsung pergi meninggalkan Areta. Seperti sedang ketakutan akan sesuatu.

"Hei, kamu ke mana?" tanya Aretha menjerit sambil tengak tengok sekitar mencari keberadaan anak kecil tadi. Hanya saja sosok anak kecil itu tidak lagi terlihat di manapun berada.

Aretha kembali menatap ke pintu kamar yang terbuka sedikit. Dia yakin betul Ada sosok lain di dalam kamar tersebut yang membuat anak kecil tadi ketakutan.

'Siapa, ya? Apa sosok perempuan berbaju merah?' tanya Aretha dalam hati. ' tapi sosok itu biasanya ada di kebun teh depan rumah. Rasanya nggak mungkin dia.'

" Assalamualaikum. Sayang. Areta, kamu di mana?" tanya seseorang yang baru saja membuka pintu depan. Radit segera masuk ke dalam rumah dengan tergesa-gesa dan langsung menuju ke arah kamar mereka. Dia benar-benar terlihat cemas akan keselamatan Areta, istrinya.

Melihat Kalau Radit sudah pulang Akhirnya Areta pun memutuskan untuk menemui suaminya itu.

"Aku di sini, Dit!" jerit Aretha yang akhirnya memutuskan untuk turun.

Radit yang baru saja masuk ke kamar lantai segera keluar lagi. Dia bingung saat melihat Areta baru saja turun dari tangga. " Kamu ngapain sayang di sana? Kamu baik-baik aja kan?" tanya Radit.

"Aku nggak apa apa kok, Dit."

Begitu keduanya sudah berhadapan Radit lantas memeriksa kondisi istrinya dari ujung kepala hingga ujung kaki. Bahkan dia juga menatap kedua bola mata Aretha lekat-lekat.

"Serius? Dari tadi aku teleponin kamu tapi nggak diangkat-angkat. Teman-teman yang lain juga khawatir mereka terus kirim pesan di grup dari tadi. Kamu nggak buka handphone?"

"Enggak. Waktu aku chat yang terakhir itu, aku langsung keluar kamar, jadi aku nggak lihat handphone lagi."

"Terus ada apa? Ada yang ganggu kamu lagi?" tanya Radit sambil tengak tengok sekitar, terutama lantai dua rumah itu.

" Iya gitu deh. Dari awalnya aku dengar suara orang lari-larian di ruang tengah sini, tapi pas aku cek malah suara itu pindah ke kamar dan ternyata itu adalah anak kecil yang lagi lari-larian gitu."

" Terus kenapa kamu ada di lantai 2 Memangnya kamu lagi ngapain??"

" setelah anak kecil itu hilang aku dengar suara pintu yang nutup keras banget dan aku yakin itu berasal dari pintu kamar utama. Aku kesel, Dit. Setiap hari diteror terus sama mereka. Jadinya aku samperin ke sana."

"Astaga, Sayang. Kenapa kamu malah jadi nekat gitu sih?"

"Sebel. Aku capek tahu, Dit. Setiap hari ada aja teror di rumah ini Entah di dalam rumah ataupun di luar rumah. Yang aku heran, ternyata di rumah ini ada lebih dari satu sosok makhluk tak kasat mata."

"Di dalam rumah? Memangnya Apa yang kamu lihat?"

" sepertinya ada sosok yang menempati kamar utama di atas. Dan sosok itu bukan sosok anak kecil yang biasanya aku lihat selama ini. Justru anak kecil itu malah takut waktu dia lihat kan kamar utama."

" tapi kamu nggak masuk ke dalam kamar itu kan? Udah deh mendingan renovasi kamar mandinya berhenti aja. Kunci aja terus kamar itu dan gak usah di apa-apain," tutur Radit tampak sebal.

" kenapa gitu kan udah kepalang tanggung kita udah beli bahan material buat renovasi kamar itu. Sayang banget kalau misalnya nggak jadi sampai selesai."

"Daripada kamu terus-terusan di teror gini."

" Terus mau kamu ngapain kamar itu dibiarin gitu aja?"

"Iya. Kunci aja selamanya."

"Dit, justru kalau kita tahu di sana ada yang menghuni seharusnya kita rapikan, kita bersihkan, dan kita pakai untuk salat misalkan atau kita bacakan Alquran di sana. Jangan malah dibiarin aja justru akan membuat catatan itu lebih senang. Lagi pulang kamu mau gembok pintu kamar itu Sekalipun Aku yakin pintu itu akan bisa dengan mudah buka dan tutup seperti selama ini."

"Hem. Serba salah. Ya sudah."

Twins Indigo (Aretha Dianah Aryani) Season 5Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang