CHAPTER 16

683 74 18
                                    

CHAPTER 16

Xiao Zhan sudah mulai pisah ranjang dengan suaminya. Xiao Zhan memilih untuk tidur di kamar Kevin dan membiarkan Jing Boran tidur sendirian di kamar utama. Hal itu tentunya tidak dapat diterima oleh Jing Boran yang masih belum menyetujui perceraian sampai sekarang.

Sekitar pukul sebelas malam, Jing Boran memasuki kamar Kevin. Dilihatnya Xiao Zhan tengah tertidur dengan posisi satu tangan memeluk putranya. Pria itu naik ke atas ranjang dan mulai berbaring di samping Xiao Zhan. Satu tangan bergerak memeluk perlahan.

Sentuhan yang sangat lembut masih bisa membuatnya Xiao Zhan terbangun. Xiao Zhan memang belum tertidur pulas. Lelaki itu membuka mata ketika merasakan tangan kekar memeluk pinggangnya.

Perlahan berbalik, kini posisi Xiao Zhan berbaring menyamping, menatap suaminya. “Ge?”

“Aku tidak bisa tidur tanpamu. Kamar kita terasa sangat dingin dan sepi,” ucap Jing Boran tanpa menunggu Xiao Zhan bertanya. “Tidurlah. Aku juga akan tidur di sini.”

“Kita akan berpisah, Ge. Tidak seharusnya kita tidur satu ranjang,” jawab Xiao Zhan.

“Memangnya kenapa? Selama beberapa tahun pernikahan kita, apa aku pernah memaksamu?”

“Ge---”

“Zhan, aku selalu memastikan kau aman bersamaku. Aku tidak akan pernah melakukan sesuatu yang kau benci.”

Xiao Zhan memilih untuk berbalik, memunggungi suaminya. Tetes air mata mulai mengalir di pipi. Menyesal dan merasa bersalah atas segala ketidakmampuannya menjadi seorang pendamping hidup yang baik.

Jing Boran kembali memeluk Xiao Zhan dari belakang, pelukan erat yang mengisyaratkan perlindungan dan kasih sayang. Pria itu mendengar isakan lirih dari lelaki yang dicintainya, semakin enggan untuk melepaskan.

Tanpa terasa, pagi telah tiba. Hari yang baru menyambut mereka dengan sinar hangat yang menyusup dari celah tirai jendela. Xiao Zhan bangun lebih dulu, mendapati tubuhnya masih dalam posisi sama seperti kemarin, yaitu di dalam pelukan Jing Boran. Sedangkan Kevin masih tidur dengan posisi terlentang.

Xiao Zhan perlahan menyisihkan tangan Jing Boran, berusaha untuk bangun. Namun, Jing Boran justru memeluk semakin erat.

“Jangan bangun dulu. Aku senang memelukmu seperti ini,” bisik pria itu di samping telinga Xiao Zhan.

“Ge, aku harus memasak sarapan,” ucap Xiao Zhan, berusaha menyingkirkan pria itu, tetapi tidak berhasil.

“Zhan, bagaimana kalau kita jalan-jalan hari ini? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat,” ajak Jing Boran.

Xiao Zhan sempat berpikir, kemudian menjawab, “Kevin kemarin batuk-batuk. Aku tidak mau mengajaknya ke luar rumah.”

“Kita berdua saja. Aku ingin kita bicara berdua. Di tempat yang sepi, di tempat yang dulu sering kita kunjungi.” Jing Boran berpikir bahwa mungkin Xiao Zhan akan mengubah keputusannya jika pria itu membawa Xiao Zhan ke tempat kenangan mereka, mengingatkan Xiao Zhan akan hari-hari bahagian ketika mereka baru pindah ke Jerman.

“Mn, baiklah.” Bagi Xiao Zhan sendiri, hal semacam itu tidak akan mengubah keputusannya. Xiao Zhan memutuskan untuk bercerai bukan karena dia tidak menyayangi Jing Boran. Justru karena sayang, Xiao Zhan memilih untuk pergi. Karena sayang, Xiao Zhan ingin Jing Boran hidup dengan lebih baik. Kehidupan di mana pria itu memiliki masa depan. Sampai kapan Jing Boran harus terus bertahan dengan dirinya, orang yang bahkan tidak bisa mencintai secara utuh. Seseorang yang terjebak dalam masa lalu, mengalami trauma, sakit secara mental dan mungkin tidak akan pernah sembuh.

HOW TO PLAY SEASON 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang