9. Pulang

163 20 0
                                    


"Pak. Apa boleh saya minta sesuatu? Saya tahu ini di luar kebiasaan. Tapi apa saya boleh izin pulang cepat hari ini dan tidak masuk kerja sampai besok?"

Keningnya berkerut, menatapku seakan-akan berkata, 'sudah di kasih hati, minta jantung. Habis dipuji-puji, malah ngelunjak minta izin tidak masuk.'

Aku pasrah.

"Kenapa? Kalau saya boleh tahu." Pak William mencondongkan dirinya lebih dekat.

"Papa saya sekarang dirawat di rumah sakit."

"Di mana beliau sekarang?"

"Di Bandung Pak."

"Ooh. Ok." Aku lega seketika. Ternyata tidak sesulit yang aku bayangkan.

"Terima kasih Pak. Mengenai rencana kegiatan acara--," Pak William segera memotong perkataanku.

"Kamu tidak perlu memikirkannya sekarang. Pulanglah."

"Ya?"

"Saya bisa mem-back up kerjaan kamu. Pulanglah, temui papa kamu Mahes. Oh, saya akan telepon supir saya biar antar kamu ke Bandung. Kamu bawa mobil sendiri, kan?" Pak William hendak mengambil ponselnya.

Tidak. Pak William sudah terlalu baik padaku hari ini. Tidak memarahiku saja aku sudah bersyukur. Di kasih kopi pula.

"Tidak. Tidak perlu, Pak. Dari awal saya sudah berencana untuk memakai jasa travel. Terima kasih sudah memikirkan saya." Aku menolak dengan halus.

"Kalau begitu biarkan saya menelepon agen travel punya keluarga saya. Kamu tinggal persiapkan diri, tunggu di lobi. Dalam 20 menit akan ada mobil yang menjemput kamu. Mobil kamu inap di kantor saja selama kamu izin." Suara tegas Pak William yang seperti ini adalah suara yang tidak mau dibantah. Aku sudah menandainya.

"Tapi Pak..."

"Kamu tahu kan saya tidak suka penolakan. Kalau begitu semua sudah beres. Sebaiknya kamu siap-siap, Mahes." Aku ingin menjawabnya tapi Pak William langsung menyibukkan diri di depan laptop.

"Kalau begitu saya izin pulang, Pak."

"Hm."

Aku masih ragu untuk berdiri. "Pak."

"Ya, Mahes?" Dia mengangkat kepalanya menungguku bicara.

"Terima kasih untuk izinnya hari ini." Pak William hanya mengangguk sebagai balasan. "Dan terima kasih juga untuk kopinya." Kali ini beliau tersenyum. Senyum manis yang belum pernah aku lihat selama tiga tahun terakhir.

***

Kini aku berada dalam Toyota Camry putih kepunyaan travel keluarga Pak William menuju Bandung. Apa mobil seperti ini juga disewakan agen travel? Sulit dipercaya.

FYI, Pak William mengirim satu unit mobil pribadi dengan aku penumpang satu-satunya. Dan kalian tahu apa? Bahkan supirnya perempuan! Pak William memperhatikan hingga hal kecil seperti ini.

Dia mengatakan kalau aku tidak perlu memikirkan biayanya. It's on him. Tapi bagaimana bisa? Akomodasi ini terlalu mewah untukku untuk memakainya dengan gratis, tapi beliau memaksa semua biaya dia yang tanggung. Aku akan mencari cara untuk membalasnya suatu hari nanti.

Sudah setengah perjalanan kami lalui menuju Bandung. Dan peristiwa tadi di kantor masih terngiang dalam pikiranku, terus berputar bagai kaset rusak, lagi dan lagi. Ada perasaan ganjil yang menyelinap setelah aku berbicara empat mata dengan Pak Will tadi dan untuk semua perlakuan tiba-tiba beliau yang di luar kebiasaan.

Pak Will... berubah.

***

Selamat datang di kota Bandung, Maheswari.

MAHESWARI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang