14. Kotor

388 20 2
                                    

"Halo Ri. Lo masih di sana, kan?"

"Rad, you don't have to leave your family. Kenapa lo langsung cemas gitu, sih?" Aku jadi tidak enak hati. Apa yang harus aku katakan nanti bila bertemu Ayah dan Ibu?

"Oh, ya? Buat apa gue cemas? Lo kelihatan baik-baik aja sejak terakhir kita ketemu. Jadi kenapa gue cemas?"

"Tapi lo tetap pergi ninggalin keluarga lo, kan?"

"Yeah."

Tapi untuk kali ini aku boleh egois?

"Makasih Rad, untuk pengorbanan lo ninggalin Ayah, Ibu dan Nindy demi gue."

"Your... welcome?" ucap Radhi tak yakin. Radhi terkekeh. Aku ikut tertawa di atas keegoisanku.

"Lo di mana sekarang? Gue akan sampai dalam 10 menit."

"Gue masih di depan kamar Papa."

"Sama siapa?"

"Sendiri."

"Mas ... Lingga di mana?"

"Dia di kamar ketemu Papa."

"Ooh. Kalau, hanya kalau lo mau. Lo bisa tunggu gue di lobi rumah sakit."

"OK." Aku mengiyakan saran Radhi dengan cepat. Entah kenapa aku merasa Radhi mengerti sangat atas kegundahanku. Mengerti kalau aku tidak ingin dekat-dekat dengan Lingga.

Sebelum pergi, aku singgah ke nurse station untuk memberi tahu perihal infus Papa yang hampir habis tanpa perlu menutup sambungan telepon dengan Radhi.

"Good girl," kata dengan nada penuh kelegaan.

Aku tersenyum dalam hati, seakan-akan aku anak TK yang baru mendapakan pujian dari gurunya.

"Ari."

"Hm?"

"Malam ini gue akan berada terus di samping lo," ujar Radhi dengan sungguh-sungguh.

"Makasih, Rad. Gue pikir, gue bakal butuh lo untuk membunuh malam." Karena aku takut serangan mimpi akan datang dan aku tidak akan bisa tidur semalam suntuk.

"You can count on me, Maheswari."

Somehow, aku percaya padanya, pada si Tukang Masak profesional yang digandrungi cewek-cewek se-Indonesia.

Selama beberapa menit, yang aku dengar dari ponselku hanya suara napas Radhi yang memburu, seperti habis berlari dari satu tempat ke tempat lain. Dudukku tak tenang karena takut kalau-kalau Lingga datang ke lobi dan kami terpaksa saling berhadapan lagi.

Aku benapas lega dan spontan menarik garis senyumku ketika melihat Radhi melambai padaku. Aku tidak tahan menunggu. Segera aku songsong kedatangan Radhi di pintu lobi rumah sakit.

"Wow, lo kok cepet banget Rad? Ngebut, ya?"

"Hm," gumam Radhi disertai kedua bahunya yang terangkat samar. Aku curiga Radhi memang ngebut ke sini.

"Trus apa kata Ayah ketika lo mau pergi?" Kami berjalan lambat menuju lift. Sangat-lambat-seperti-siput.

"Ayah justru nyuruh gue untuk cepat pergi."

"Emang apa yang lo bilang ke Ayah?"

"Gue cuma bilang ada yang urgent aja di rumah sakit."

"Hoo. Tapi makasih ya Rad, lo bela-belain ninggalin acara keluarga lo demi datang ke sini. Gue jadi sungkan ama lo. Sama Ayah, Ibu, dan Nindy."

MAHESWARI [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang