"Aku mau duduk di sini, kamu mending minggir deh. Cari tempat lain sana, Ko!"
"Enak benar mengusir orang sembarangan. Kantin ini punya Nenek kamu? Enggak 'kan?! Kaki aku yang sampai di sini duluan. Jadi, harusnya kamu yang minggat. Masih banyak bangku kosong di belakang, di depan, kiri kanan juga ada."
"Tapi aku maunya duduk di sini. Ini tempat favorit aku sejak kelas 10."
"Aku yang temukan posisi ini di hari pendaftaran dan aku selalu duduk di sini setiap kali ke kantin."
"Aku juga duduk di sini, se-ti-ap ha-ri! Bukan kamu doang!"
"Yang mengajak kamu itu, aku! Tanpa aku, kamu enggak tahu spot ini. Dan satu lagi, aku malas berdebat sama kamu." Buru-buru si pemuda mendudukkan bokongnya di bangku, tak menghiraukan raut masam si gadis di depan dia. "Lagian, maksa banget buat duduk di sini--enggak bisa move on, kamu?"
"Jangan norak! Kamu terlalu percaya diri. Aku suka duduk di sini ya cuma karena suka, bukan gara-gara kamu!" Bibirnya mencebik, intens mengamati pemuda menyebalkan yang justru asyik sendiri dengan minuman kalengnya.
"Enggak peduli juga. Ya, terserah sih mau bilang apa."
"Kekanak-kanakan kamu!"
"Kamu yang kayak anak kecil, sedikit sedikit ngambek. Merasa paling dewasa lagi, apanya yang dewasa?!"
"Kalau niat ribut, bilang terus terang sama aku!"
"Enggak, aku bosan!"
Sudah seminggu mereka seperti ini. Setiap kali ketemu, pasti ujung-ujungnya bakal adu mulut. Tidak ada yang mau mengalah atau sekadar menurunkan tingkat emosi. Masing-masing kukuh melakukan pembelaan terhadap satu masalah yang sebenarnya tiada sengaja dibesar-besarkan.
"Pantas kamu yang paling semangat kita putus."
"Jangan mulai lagi, Ji! Aku cuma merealisasikan omongan kamu, apa salah? Kamu yang minta 'kan?"
"Harusnya kamu bujuk aku, minimal pergi sampai aku enggak marah lagi. Biasanya juga kamu kayak begitu."
"Kamu egois banget, ya?! Maunya menang sendiri terus!"
"Dari awal kamu 'kan sudah tahu aku kayak apa. Aku enggak pernah menutupi satu pun sikap aku dari kamu, termasuk yang paling buruk. Dan setelah dua tahun kita pacaran, kamu malah berubah."
Untuk pernyataan itu Jungkook tidak ingin berdebat. Dia terdiam sambil sesekali melirik wajah Jimin yang tertunduk mendung. Tak lama berselang, napasnya berembus rendah. Datang sekali lagi dan lebih berat ketika mendapati siswa siswi lain diam-diam melirik dan mencuri dengar perseteruan mereka.
"Ayo, masuk kelas! Kamu jadi tontonan orang kalau tetap di sini." Tangan Jimin ditarik lembut, digenggam tepat di telapaknya.
"Aku mau cheesecake," rengek Jimin.
"Nanti pulang sekolah aku belikan."
"Es krim tiramisu."
"Iya, sekalian itu juga."
E.N.D
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Drabble JIKOOK GS
Short StoryKumpulan fanfiksi pendek dari beragam ide dan mungkin juga genre, khusus JIKOOK GS.