"Hujannya belum berhenti juga. Bagaimana ini, Oppa?"
"Kalau cuma gerimis begini, kita tidak akan basah. Pakai sarung tangan, topi, juga mantelmu." Jimin tampak kerepotan dengan semua barang-barang yang disebutkan abangnya tadi. Dia menaruhnya di permukaan jok kereta untuk dikenakan satu-persatu.
"Oppa minta maaf, gara-gara bangun kesiangan, kita jadi tidak sempat sarapan," ucap Seokjin berikutnya.
"Bukan salah Oppa, aku juga terlambat bangun. Harusnya aku tidak terus-terusan menunggu Oppa yang menyiapkan makanan untuk kita. Lagi pula, aku masih bisa beli roti di kantin. Oppa juga jangan lupa sarapan."
"Tenang saja, tidak usah pikirkan Oppa. Kau itu yang terkadang melewatkan waktu makanmu--semuanya sudah?" Jimin mengangguk, kemudian memperhatikan lamat-lamat abangnya.
"Sebentar, ini harus dikancing dengan benar. Udaranya sangat dingin, aku tidak mau Oppa sakit." Penuturannya menyebabkan si abang tersenyum lebar.
"Kau lupa ya, siapa yang mudah sakit di antara kita?"
"Aku tahu. Tapi, kalau Oppa yang sakit, rasa-rasanya kekuatanku langsung hilang." Kali ini seringai semula datang bersama desahan rendah.
"Tidak akan terjadi, Oppa akan selalu siap menjagamu. Ayo, naik!" titahnya pada sang adik. Keduanya benar-benar mengendarai vespa kuno itu untuk sampai ke kampus mereka.
-
Hujan yang berkepanjangan kemarin mengakibatkan sebagian jalan yang mereka lalui terendam banjir. Seokjin sengaja melaju pelan, agar angin tidak menghempaskan tetesan hujan lebih banyak ke tubuh dia dan adiknya. Namun, siapa sangka keburukan lain justru menimpa mereka dari sisi berbeda.
Pengendara mobil menyetir dalam kecepatan tinggi di belakang, bertepatan pula vespa Seokjin berada tepat di samping genangan air. Gesekan kuat dari ban tersebut kontan menekan genangan air hingga menerjang keras ke vespa. Air menampar setengah dari badan mereka, terutama sang adik.
"Oppa, biarkan saja. Tetaplah jalan, Oppa."
"Tidak bisa, Ji! Orang itu harus diberi pelajaran." Seokjin pun tidak menahan lajunya lagi, demi bisa mendahului mobil yang entah kenapa seperti sengaja jua menurunkan kecepatannya. "Turun, kau!" Hardiknya kasar sambil memukul badan mobil, meski tak dapat didengar oleh siapapun orang di dalam.
"Oppa--" Jimin merengek, masih berusaha menghentikan abangnya dan dia terlambat ketika si pemilik mobil turun memperlihatkan mimik yang sulit dibaca.
"Kau pikir jalan ini punya nenek moyangmu? Lihat apa yang kau lakukan!" Seokjin tak bisa meredam amarahnya saat mendapati mantel Jimin kuyup di bagian kanan.
"Aku sedang terburu-buru, maaf."
"Huh! Dasar tak tahu etika! Mentang-mentang kau kaya, lalu dengan maafmu itu semuanya bisa selesai? Di mana tanggung jawabmu?!"
"Oppa--" Ini bentuk usaha terakhir Jimin, tak lupa dia menarik lembut lengan abangnya dengan wajah memelas. "Dia sudah minta maaf, sebaiknya kita pergi."
"Kau dengar 'kan? Dia saja tidak mempermasalahkannya, kenapa kau yang marah-marah?!"
"Jungkook--ya ampun, gadis ini basah! Sudah kubilang kau jangan mengebut."
"Katakan pada si brengsek ini, aku tidak akan pernah memaafkannya!" Saking geramnya, Seokjin sampai menunjuk-nunjuk ke muka Jungkook. Hampir si empu yang dituju turut terpancing amarah, andai temannya yang baru saja muncul tidak menariknya kembali ke dalam mobil.
"Masih pagi, mestinya kau tidak semarah ini." Detik itu juga Jimin mendekap abangnya dari samping, menghapus punggungnya pelan-pelan, membagi kenyamanan. "Setidaknya dia ucapkan kata maaf, sudah cukup buatku. Kau mau aku yang mengendarai vespanya?"
"Naiklah ke belakang--aku benar-benar ingin sekali meninju mukanya."
E.N.D
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Drabble JIKOOK GS
ContoKumpulan fanfiksi pendek dari beragam ide dan mungkin juga genre, khusus JIKOOK GS.