~♡ Kopi kapan nikah?♡~

97 16 0
                                    

FICLET

Tags: lokal/ somplak/ santai/random

Jungkook; Jeriko/Koko
Jimin; Jihan/Jiji

.
.
.

"Bang Ko, dapat salam tuh dari salon sebelah."

"Siapa, Lis?!"

"Itu tuh yang bodynya kayak manekin, cakep, ayu dan cetar membahana."

"Siapa? Mbak Dea yang punya salon itu? Dia bukannya udah merit, ya?"

"Bukan dia maksud gue, Bang. Tapi mbak-mbak yang kerja di situ."

"Siapa sih? Gak tau gue, ah. Lu kasih penjelasan juga nangggung-nanggung, sebut aja namanya."

"Mbak Luna--gue diminta buat nyampein salam dia ke elu, Bang. Katanya salam hangat dari balik selimut."

"Anjir, salam apaan dah tuh?! Merinding gue dengarnya--eh, Jen, tumben lu lama?!" Seruan Jeriko bikin Lisa ikut menengok ke pintu. Dan mereka cuma bisa geleng-geleng saat menyaksikan betapa hebohnya kedatangan satu-satunya biduan di kedai 'Kopi Kapan Nikah'.

"Biasa, Bang. Sulam alis gue dah mulai pudar. Kepaksa deh singgah ke sebelah dulu tadi. Masih keliatan gak tintanya?"

"Gak sih, ya cuma rada kayak Shinchan elunya."

"Jahat lu, Bang. Masa gue yang bohai begini dikata mirip Shinchan."

"Ya abisnya alis lu pekat banget kayak aspal baru."

"Demi elu ini, Bang. Ya kali lu mau penampilan biduan lu ancur. Kalo gue cakep 'kan elu juga yang untung. Pelanggan jadi betah nongkrong di sini."

"Lu nampilin apa emang? Jadi model keliling? Lu nyanyi Jen di sini, gak perlu menor-menor juga lu dah cantik kok."

"Wah, gila Bang Koko. Kepala si Jennie makin gede tuh, Bang. Elunya muji gak pake izin dulu--hati lu gimana, Jen? Baik-baik aja 'kan? Awas bapereu yak."

"Suwek lu, Lis. Gue dah punya pacar kali."

"Jadi, udah gak getar-getar lagi dong, Jen?!"

"Diem, lu! Awas ya entar, gak gue bagi makanan enak."

"Idih bestie gue, ngambek nih ceritanya?!"

"Bodo."

"Sorry dong, ay."

"Sorry sorry, sorry pala lu!"

"Ehe." Lisa cengar-cengir tak jelas di situ, sementara Jeriko tampak sedang sibuk dengan mesin kopinya.

"Udah, udah! Siap-siap sana, Jen. Ganti baju lu di belakang."

"Iya, Bang."

"Lu tolong sign board kita ya, Lis. Ocha bentar lagi nyampe. Dia agak telat, mampir ke apotik dulu katanya."

"Siap, Bang." Lisa langsung bergegas ke pintu untuk membalik papan ucapan. Kemudian, baru saja tiga langkah kakinya menuju ke dalam, lonceng di pintu berbunyi menandakan ada seseorang yang masuk. "Silakan, mbak. Mau pesan apa?!" Refleks dia menyambut ketika pelanggan.

"Ada kopi 'kan?"

"Tentu, mbak. Karena ini kedai kopi, pastinya kita menyediakan kopi."

"Kalian punya kopi apa aja di sini?"

"Mbak boleh pesan beragam racikan varian kopi, kita bisa menyediakannya."

"Terus, kopi apa contohnya?!" Dahi Lisa berkerut sambil diam-diam sebelah sudut bibirnya terangkat. Aneh nih orang, niat minum kopi gak, sih?!

"Lis, kok lu diam aja? Udah ditanya pesanannya?"

"Abang aja deh mendingan, gue kebelet." Dan Lisa pilih menyingkir daripada menghadapi si pengunjung yang aneh ini.

"Selamat siang, boleh saya catat pesanannya?!"

"Ada kopi 'kan?"

"Bukannya sudah jelas, ya? Kamu mau kopi apa? Latte, espreso, machiato, amerikano, kapucino?"

"Ada kopi patah hati gak?"

"Hah?!"

"Gue maunya kopi patah hati." Dan Jeriko akhirnya sadar kenapa Lisa tidak mau melayani gadis ini.

"Maaf banget, tapi di kafe ini gak ada yang namanya kopi patah hati."

"Kopi kapan nikah 'kan nama kafenya?"

"Iya."

"Masa gak ada kopi patah hati buat gue?"

Apa hubungannya anjir?! Jeriko mengumpat di batin.

"Ya maaf, Mbak. Varian kopi yang mbak mau emang gak ada di menu saya."

"Loh, loh, Mbak Jiji? Ngapain di sini? Tumben banget. Bukannya elu gak suka kopi, kok mampir?"

"Jen, lu kenal dia?!"

"Dia sepupu pacar gue, Bang."

"Oh--" Jeriko manggut-manggut seraya mendesah lega. "Elu yang urus deh coba. Gue gak ngerti dia mau apaan." Herannya, si cewek itu tetap aja diam menunduk ke bawah. Sampai-sampai, Jeriko bergidik ngeri setelah Jennie menggantikan posisinya.

"Lu kenapa sih, Mbak? Bos gue ketakutan tuh gara-gara tingkah lu."

"Sakit hati gue, Jen. Pacar gue mau nikah sama cewek lain."

"Lah?! Lu lagi galau, Mbak? Pantasan lu salah masuk. Ini mah kedai kopi dan elu 'kan benci banget sama kopi, Mbak."

"Jen, kasiin gue kopi yang paling pait, Jen. Bisa 'kan?!"

"Serius lu, Mbak? Entar lu kejang-kejang di sini, repot dong gue."

"Buru, Jen! Atau gue nangis nih."

"Eh, iya iya gue buatin. Lu tunggu sini, lima menit lagi gue anter pesanannya."

Mampus gue. Ngapain dah dia ke sini? Bikin repot gue aja. Jennie menelan kecemasannya di dalam hati.

"Gimana, Jen? Apa pesanan dia."

"Sial banget sih gue, Bang. Bisa-bisanya dia nyampe dimari. Dia baru patah hati gara-gara ditinggal nikah sama pacarnya. Mbak Jihan tuh susah orangnya, gue gak ngerti sama dia. Dia tuh anti kopi, tapi malah ke sini dan minta kopi yang paling pait--gue harus apa dong, Bang?"

"Ya kasiin aja."

"Kalo dia tiba-tiba step?"

"Bangsul, masa minum kopi langsung step, Jen. Ada-ada aja lu, ah!"

"Ya makanya, Bang. Gue bingung."

"Udah biarin aja, kasih dah yang dia mau. Gak bakalan ayan kok cuma karena secangkir kopi. Tapi, kasian juga ya dia, cakep-cakep gitu kok aneh."

"Ye, mata lu, Bang! Pantang banget sama yang bening dikit."

"Sewot aja lu, Jen! Namanya juga lakik, biasa 'kan suka yang cantik-cantik?!"

"Serah lu deh, gue bikinin dulu kopi dia."

"Gitu, dong. Yang rajin ya, dek!"

"Najis, Bang. Mual gue nih." Kemudian, Jeriko pun tertawa usai sempat melirik-lirik sebentar ke meja si cewek sebelum, "Entar gue minta kontaknya deh, Jen. Penasaran gue. Setelah diliat-liat, imut banget tuh muka. Tipe-tipe minta dihalalkan dan dimanja." Jeriko pun buru-buru masuk ke ruangan, daripada mendengar Jennie mengamuk untuk memakinya.

Fin

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan Drabble JIKOOK GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang