1

6.1K 511 28
                                    


WARNING!

Sebelum mulai, pastikan kamu memiliki stok sabar yang banyak untuk menunggu chapter selanjutnya.

Sekali lagi, aku hadirkan kembali kisah manis di sini.

Terima kasih.

Terima kasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.....

" AWAS! "

BUGH!

Sahutan datang bersama hantaman bola yang melandas pada belakang lehernya. Sekejab, udara di sekitar bocah 10 tahun itu menipis. Jemari yang menekan tuts piano tersentak. Melodinya pecah. Awal pagi ini berhasil dihancurkan oleh benda bulat yang kian menggelinding di bawah sana. Tarikan napasnya dalam, kemudian berkata.

" Astaga... "

Iris madu yang semula menjamah tuts, perlahan naik, menatap lurus. Dalam ruang musik, ia menikmati sebentar sinar surya yang masuk dari bingkai jendela. Emosi yang terpancing, mulai pudar akan hadirnya canggung di tengah mereka. Anak bersurai hitam itu berdiri, mengusap tengkuk lehernya yang perih.

" Apa anak kecil selalu ceroboh dan tidak anggun? "

Wajahnya menoleh, melirik Sean--si penggila sepak bola di sekolahnya. Sean yang masih diam memeluk bola memberikan raut heran. Aneh. Dari banyak kata yang teman sekelasnya itu lontarkan, Sean hanya paham beberapa saja.

" Kata Papa, anak yang anggun cuma untuk perempuan. Aku itu laki-laki. Tapi, kalau Celo mungkin bisa. "

" Bisa apa? " Sean tersenyum jahil, lawan bicaranya terlihat penasaran. Jarak mereka terkikis. Sampai akhirnya, pernyataan dari Sean membuat anak bernama Celo itu kembali berang.

" Jadi perempuan. Celo 'kan manis, selalu bawa boneka ke sekolah, bahkan buku dongeng juga gak pernah lupa. Benar, kan? "

" Arseanio!! " Celo de Cosa--wajahnya terlihat murka. Dadanya naik turun. Tangannya mengepal, menahan jemari agar tak mencakar si Sean ini. Celo tak akan membantah fakta yang Sean lontarkan. Hanya saja, Celo tak suka apa yang ia lakukan dianggap abnormal oleh anak-anak di sekolah.

Sekolah Dasar (Scuola Primer), tempatnya menuntut ilmu adalah sebuah gedung swasta elite dengan fokus pada bidang olahraga dan seni. Sekolah yang memang didominasi oleh kaum laki-laki. Gedungnya luar biasa besar, dengan pembagian tiga tingkatan. Kakaknya juga ada di sekolah yang sama. Pada tingkat paling akhir, Sekolah Menengah Atas (Scuola Superiore, liceo).

Ketegangan di antara mereka buyar akan bel istirahat yang sudah berakhir. Celo menggigit bibir, omelannya tak jadi ia udarakan secara brutal. Tubuhnya bergerak membelakangi Sean yang setia memperhatikan. Celo tak mau masuk kelas. Masih geram dengan wajah Sean yang akan terus ditangkap oleh matanya.

CELOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang