[16] Tidak Pernah Menduga

61 9 6
                                    

Kami saling menyayangi.
Maka dari itu, tidak ada salahnya bukan ... jika kami bersatu?

-Kisah Giandra-
🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻🌻
Vote dan komen jika kalian sukaa :)

Happy Reading
🌤️🌤️🌤️

Keduanya telah sampai di penerbit.
Giandra dan Satria berdiri sejajar menunggu seorang pria yang sedang menulis tanda terima di hadapan mereka.

Sesekali Giandra melirik ke arah Satria yang begitu fokus menatap ke pria itu, lalu setelah pandangan Giandra kembali fokus ke sudut lain, rupanya malah Satria yang kemudian melirik ke arah Giandra.

Sejak tadi mereka hanya diam. Tidak berbicara satu kalimat pun. Yah, kalian pasti tahu bagaimana Satria?

Dia adalah kulkas 10 pintu yang tidak akan berbicara jika tidak penting dan tidak ditanya.

Terlebih lagi, hari ini mood Giandra cukup kacau. Dia malas sekali berbasa basi dengan Satria, yang memiliki kemungkinan akan semakin merusak moodnya.

"Baik Kak, sudah selesai."
"Ini bukti penyerahannya," Pria itu memberikan selembar kertas yang langsung diterima oleh Satria.

"Makasih ya Mas," tutur Gia sambil tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya.

Satria melirik ke arah Giandra, lalu ikut tersenyum ke pria itu,"Makasih ... M-mas." Satria terdengar kaku menyebut pria tadi dengan julukan Mas.

Satria mendorong troli yang berisi 40 buku untuk segera keluar gedung, diikuti oleh Giandra yang berjalan di sampingnya.

Mulut Giandra terlihat sekali sudah gemas. Dia ingin berbicara, tetapi raguu.

"G-gak biasa ya, panggil orang dengan sebutan Mas?" gumam Gia dengan suara terbatah.

Satria menengok sebentar sambil tersenyum, "Iyaa."

"Memang biasanya apa?"

Satria berfikir sejenak, "Kalau bahasa daerahnya ada banyak."
"Bisa dipanggil Kiyay, Adin, Ajo."
"Tapi kalau panggilan untuk umum yang entah sukunya apa ... Saya biasa panggil mereka dengan sebutan Kakak atau Abang."

Giandra mengangguk paham.
"Kalau panggilan untuk kakak perempuan?"

"Uni ya?" Gia asal menebak.

"Iyaa, uni juga bisa."
"Kalau kakak perempuan di suku Lampung, biasanya dipanggil Engah, Yunda, Uni."

"Engah?" Giandra mencoba mengucapkan dengan benar.

Satria lagi-lagi tersenyum,"Iya .... Engah Giandraaa," tutur Satria dengan suara lembut sambil tersenyum ke arah Gia yang juga sedang menatap Satria.

Entah bagaimana ....
Mendengar Satria memanggil nama dirinya dengan sebutan itu membuat jantung Gia seolah berhenti berdetak.

Keduanya saling bertatapan berapa detik, lalu dengan cepat mengalihkan  pandangan mereka ke sudut lain.

Mereka terlihat salah tingkah. Namun berusaha mengontrol ekspresinya menjadi datar.

Karena jarak keduanya sudah dekat dengan mobil, Giandra segera berjalan mendahului Satria untuk membuka bagasi mobil.

Sambil memunggungi Satria, Giandra tersenyum sangat lebar hingga menunjukkan sederet gigi putihnya.

Dia terlihat melting atas apa yang telah terjadi. Sedangkan Satria masih tersenyum tipis berusaha menghilangkan senyumannya.

🌤️🌤️🌤️

Saat ini jam mata kuliah Bu Farida telah selesai. Para siswa sudah banyak yang meninggalkan kelas terkecuali Irene, Yeri dan Yoga.

Kisah Giandra [IU] On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang