[24] Air Mata

53 9 5
                                    

Apakah aku seburuk itu?

-Giandra Kamelia-

🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️🌤️

Happy Reading
🌤️🌤️🌤️

Di tengah suasana yang tenang. Terdapat Giandra yang sedang mengobrol ringan bersama Irene sembari menyuapi Irene makan siang.

"Hayooo ... Buka mulutnya," Giandra berbicara dengan suara lucu, seolah sedang menyuapi anak kecil. 

Irene yang baru saja selesai mengunyah, dia tersenyum sambil menolak. "Aku sudah kenyang Gi."

"Loh, kenyang apanya?"
"Kamu saja baru makan dua suap Reen."

Irene membela diri,
"Sama saja Gi."
"Aku sedang tidak nafsu makan."
"Mulutku pahit."

Mendengar hal tersebut, Giandra mengabaikan ucapan Irene. Dia memanyunkan bibirnya, protes.
"Ish kamu inii."
"Kamu harus tetap makan pokoknya."
"Kalau kamu tidak makan, kapan sembuhnya cobaa?"

"Kamu gak kasihan sama aku?"
"Tanganku pegel nih pegangin sendok terus," Giandra mengeluhkan tangannya yang sedari tadi sudah siap memegang sendok untuk menyuapi Irene.

"Aduh ... Pegel banget nih."
"Kalau kaya gini terus tangan aku bisa keram. Nanti malam kan, aku mau merangkum tugas Ibu Linda." gumam Giandra agar didengar oleh Irene.

Irene yang paham tentang akal bulus sahabatnya itu, dia terkekeh. "Hahaha, sudahlaah."
"Males aku, kalau kaya gini."

"Aku sudah kenyang Giandra Kameliaaaa," Irene berbicara dengan wajah memelas, dan memegang perutnya.

Giandra tersenyum sangat manis, membujuk sahabatnya itu untuk terakhir kali. "Sekali lagi sajaa. Aku janji, setelah ini sudah."

Irene tersenyum dan terdiam sebentar. Dia berpikir keras sambil melirik ke Mba Nina yang tiba-tiba membuka tirai dan melihat ke mereka berdua.

"Ayoo, di makan supaya cepat sembuh," ucap Mba Nina yang berhasil membuat Irene tertawa malu. Irene menjadi malu karena Ibunya Nina pun tersenyum ke arahnya.

Mereka terlihat seperti menertawakan Irene.

Giandra menengok ke arah mereka berada, hingga menunjukkan sederet gigi putihnya, "Iya nih Mba. Irene susah sekali disuruh makan." Giandra mencari pembelaan.

"Makan yang banyak Nak. Kamu butuh banyak tenaga untuk segera sembuh."

"Ibu saja sudah menghabiskan makan siang itu, karena mau cepat-cepat pulang," lanjut beliau untuk menasihati Irene.

Irene tersenyum dan mengangguk, "Iya Bu ...."
"T-tapi mulut saya rasanya pahit sekali. Jadi tidak enak untuk mengunyah."

"Paksa saja Nak.""
"Nikmat perasa kita, sedang dikurangi oleh Allah sebagai penggugur dosa."
"Jadi tugas kita sekarang hanyalah ikhtiar."

"Meminum obat, makan yang banyak supaya cepat sembuh."
"Jangan malah mengabaikan hal-hal baik, yang bisa membantu kita cepat sembuh."

Giandra tersenyum dan menatap ke Irene,"Tuh, dengar."

Giandra berbicara seperti itu untuk meledek Irene, karena pada akhirnya Giandra mendapatkan pembelaan.

Irene memanyunkan bibirnya kepada Giandra, seolah dia kesal namun tidak bisa berbuat apa-apa.

Dia membuka mulut dengan terpaksa, yang langsung saja disuapi oleh Giandra.

Perut Giandra terasa geli.
Dia ingin sekali tertawa terbahak-bahak melihat sahabatnya pasrah tak mampu melawan.

Kisah Giandra [IU] On Going Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang