Sekembalinya Asher dan Ivy dari taman bunga, Suster memanggil Asher untuk bertemu dengan seorang tamu secara terpisah. Dalam perjalanan menuju ruang itu, Suster memberi nasihat bahwa pilihan ada di tangan Asher untuk menolak atau menerima pengadopsian.
Suster dan Asher pun sampai. Sebagai seseorang yang bertanggung jawab atas panti, Suster masuk terlebih dahulu ke ruangan, sedangkan Asher mengintip dari sela-sela pintu yang terbuka.
Di ruang tamu yang hanya berisikan kursi kayu lapuk, tampak seorang pria asing menggunakan kemeja putih rapi dilapisi jas berwarna hitam sedang berbincang-bincang dengan Suster. Kerah si pria terlipat tinggi hingga ke leher. Lengkap juga dengan dasi kupu-kupu, serta topi tabung hitam di kepalanya. Sebuah penampilan yang cukup mewah.
Walau Asher hanya menunggu dari luar, ia pandai menafsirkan apa yang seseorang rasakan dari cara mereka berekspresi.
Wajah suster memang tersenyum. Namun, senyuman itu tidak terasa menyenangkan. Lirikan mata suster yang tidak tenang. Menandakan bahwa tidak akan ada hal yang baik di sana.
Jarum jam terus berjalan. Asher tidak tahu sudah berapa lama dia menunggu di luar.
Suara lembut dari dalam ruangan pun memanggilnya.
Asher memasuki ruangan. Tidak lupa membungkukkan badan sebagai salam sapa walau tidak sempurna.
Meskipun Asher selama ini tinggal di panti, Asher tahu bahwa pria itu adalah seorang bangsawan dari pakaian yang dikenakannya.
Bangsawan tidak suka orang yang berkasta rendah seperti dirinya. Apalagi yang tidak tahu tata krama.
Semua pengetahuan itu ada dari buku-buku yang ada telah dibaca Asher. Namun, satu hal yang mengusik, mengapa seorang bangsawan datang ke panti asuhan yang sudah tua dan 'kumuh' ini?
Berbagai pertanyaan terus bermunculan dalam benaknya. Asher larut begitu lama mencari jawaban.
"Akhirnya ...! Aku menemukanmu!" Tawa pria itu memecah lamunan Asher. Tak henti-hentinya ia memuji seakan menemukan sebuah batu langka yang telah lama hilang.
"Lihat lah sorot mata itu! Kamu tidak akan bisa menemukannya dimana pun!!" ujar pria tersebut. Tangannya menarik dagu Asher, meneliti lekat-lekat.
Dehaman suster menyadarkan kembali pria aneh itu.
"Ah, maaf. Saya terlalu senang," balasnya sambil merapikan topi bundar tinggi yang dikenakannya. Kemudian meletakkan itu di atas meja. Gerakan telunjuk jari menyuruh Asher untuk duduk di hadapannya.
Emosi Asher sudah berada di ujung tanduk. Ingin sekali ia melayangkan sebuah pukulan. Akan tetapi, Asher sadar bahwa dirinya tidak sebanding. Mau tidak mau harus mengikuti keinginan sang bangsawan.
"Saya Count Lay. Kamu, akan saya adopsi. Berpikir untuk menolak ...?" Mata hijau terang milik Count menajam. Embusan angin tepat di samping telinga Asher membuatnya bergidik.
Bisik kecil terdengar. "Saya akan membunuh gadis yang baru saja bermain denganmu. Siapa ya namanya ...? Oh ... I ... Ivy, ya?"
Mata Asher membelalak. Pria ini bukan orang biasa. Dia tahu cara menusuk sebuah titik kelemahan seseorang.
Asher ingin meronta-ronta. Count menaikkan ujung bibir hingga matanya menyipit. Jempol terangkat, merujuk ke salah satu jendela panti.
Suster bahkan tidak sadar apa yang terjadi. Akan tetapi, mata Asher menangkap bayangan hitam. Itu adalah sesosok pria berpakaian serba hitam dari atas kepala hingga ujung kaki, lengkap dengan masker wajah untuk menutupi identitas yang siap menjalankan perintah kapan pun Count mau. Keringat dingin mengalir dari wajah Asher.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...