◇ Bab 21: Pertengkaran

11 8 12
                                    

"A-Asher!" seru Ivy. Ternyata Asher berada di dekatnya.

"Kenapa dari tadi Anda mengikuti saya?" Mata Asher yang biasanya begitu hangat, menjadi dingin. Suasana disekitar Asher juga berbeda.

"Apa maksudmu, Asher?"

"Kalau Anda tidak punya keperluan, lebih baik kembali saja bersama keluarga Anda di aula," tambah Asher tidak melirik Ivy sama sekali. Dia hanya melipat kedua tangan di depan dada. Melihat lurus jauh ke langit-langit malam.

"I-Itu, Aku mau menjelaskan soal yang kemarin." Ivy memainkan jari-jari tangannya.

"Apakah kamu punya waktu?" Mata gadis itu tidak melepaskan pandangan dari Asher.

Asher mengerutkan dahinya. "Tidak ada yang perlu dibicarakan. Pergilah."

Asher berjalan melewati Ivy. Ivy tidak mau pembicaraan berakhir begitu saja. Tangan mungil ya menarik ujung lengan jas Asher.

"Kenapa kamu seperti ini! Kamu masih marah padaku perihal kemarin?!" teriak Ivy. Suara itu cukup kencang. Beruntung, tidak ada satu pun orang di sana.

"Tidak. Saya hanya tidak ingin berbicara dengan Anda untuk saat ini," balas Asher tetap mempertahankan wajah datarnya. Asher melepaskan tangan Ivy.

Mungkin karena Ivy tidak lama pulih, perasaannya menjadi lebih sedikit sensitif. Butiran air mata perlahan turun melewati pipi gadis itu. Padahal Ivy tidak ingin memperlihatkan sosoknya yang seperti ini di hadapan Asher.

Bulir air mata terus berjatuhan. "Kenapa kamu seperti ini Asher?"
Ivy menangis sesegukan. "Kamu yang terburuk!! A-Aku hanya ingin membantumu …." Ivy menyeka pipinya yang basah. Akan tetapi, tangisan tidak mau berhenti.

"Benar. Aku yang terburuk. Aku hampir saja kehilanganmu. Cukup sampai di sini saja daripada melibatkanmu lebih jauh," batin Asher.

Lelaki itu mengusap wajahnya frustasi. Asher akan tetap pergi walau Ivy menangis. Hanya ini satu-satunya jalan yang terpikirkan oleh Asher.

Asher melanjutkan langkahnya.
"H-Hei! Jelaskan kepadamu mengapa kamu terus mengabaikanku!" Ivy memeluk lengan Asher kuat, menahan orang itu pergi.

Tali rasionalitas Asher terputus. Semula Asher tidak ingin menanggapi Ivy sama sekali. Sekarang berbeda. Gadis itu sedang memangis, Asher tidak bisa membiarkan hal tersebut.

Dia membalikkan kepalanya. Asher tidak menyadari bahwa Ivy selama ini begitu kecil dan rapuh. Jauh lebih pendek juga darinya.

Tanpa disadari, Asher sudah memegang kedua sisi pipi Ivy. Mengarahkannya hanya untuk menatap mata milik Asher.

Momen waktu sepersekian detik itu, membekukan Ivy. Bibir milik Asher mengecup bagian bawah mata Ivy yang merupakan tempat asal bulir air mata berada.

"Berhentilah menangis," ujar Asher.

Ivy masih memproses hal yang baru saja terjadi. Tidak sepatah kata pun yang lolos dari bibir mungilnya. Ivy memegangi pipi.

Asher …, mengecupku?

Tentu saja gadis itu akan terdiam. Hal yang sudah jelas. Namun, Asher sedikit berharap bahwa Ivy akan mengatakan sesuatu diluar dugaan.

Asher membuang napas panjang. "Kalau begitu, saya duluan, nona Aretha," salam Asher membungkukkan badan dan pergi begitu saja tidak membereskan kekacauan yang diperbuat olehnya kepada Ivy.

"Dasar Gila! Apa maksudmu  barusan Asheerr!!!" Ivy menghentak-hentakkan kakinya. Bibirnya tidak berhenti mengomel mencari beribu alasan akan perbuatan yang Asher lakukan tadi sejak kepergiannya.

Selama ini Asher memang tidak pandai menunjukkan apa yang diinginkan olehnya. Akan tetapi, bukankah yang tadi terlalu absurd?

Apa sih yang ada di benak Asher?

Di sisi lain, seorang laki-laki berada di tengah lorong yang sepi berjongkok sambil memegangi tenguk lehernya. Warna kemerahan juga muncul hingga kepermukaan. Warna itu tampak sangat jelas di telinga Asher. Seluruh wajahnya terasa panas.

"Haa…, bodoh. Aku tidak bermaksud melakukan itu tadi," gumam Asher menyesali perbuatannya barusan.

Dia ingin berkata bahwa mereka tidak perlu bertemu lagi untuk sementara waktu. Namun, saat melihat wajah menangis gadis yang imut itu, Asher tidak bisa berpikir secara benar.

Dia hanya spontan. Tidak bermaksud untuk melakukan hal tersebut. Jari Asher menyentuh bibirnya sendiri. Wangi parfum Ivy juga masih tertinggal jelas di jasnya.

Asher mengacak-acak rambutnya kasar. Bagaimana caranya menghadapi Ivy saat mereka bertemu lagi?

Asher menebas pikiran-pikiran anehnya. Sekarang dia tidak yakin bahwa Ivy akan meninggalkan dirinya sendirian. Itu akan diurus olehnya nanti.

***

Ivy telah kembali dari pesta. Sekarang dia berada di kamar bersama pelayannya Emer.

"Emer. Aku ingin liburan."

"Ya? YAAA??" Emer kaget. Dia tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh nona-nya.

"Ada apa, nona? Anda tiba-tiba saja meminta liburan tanpa bilang apa-apa sebelumnya," tanya Emer.

"Aku ingin ke wilayah Herefordshire, dekat kediaman Marquis Rognvaldr."

"YAAAA!?" Emer mendekati nona-nya. "Jelaskan lebih rinci, nona."

"Aku akan mengunjungi Asher sampai dia mau berbicara denganku."

Itulah yang dikatakan Ivy. Lebih tidak masuk akalnya lagi, Ivy mendapatkan izin dari keluarga Count asalkan dia tetap membawa penjaga setiap kali pergi. Soal membujuk, Ivy sangat hebat sampai-sampai Count pun luluh.

Di sinilah, Ivy. Berdiri depan gerbang kediaman keluarga Rognvaldr tanpa pemberitahuan sebelumnya bahwa dia akan berkunjung.

Benar sekali. Ivy tidak akan meninggalkan Asher sendirian karena kejadian sebelumnya.
Ivy selalu mendapat jawaban dari pelayan bahwa tuan muda sedang tidak berada di kediaman, tetapi Ivy yakin itu hanya alasan dari Asher untuk menghindarinya.

Beberapa kali gagal, tetapi tidak untuk hari ini. Akhirnya Ivy berhasil menginfiltrasi kediaman Rognvaldr. Ivy tidak sengaja berpapasan dengan Marchioness di depan gerbang, dia pun diundang untuk masuk bertamu.

Yang Ivy lakukan memang tidak pantas bagi wanita bangsawan. Namun, demi hubungan Asher dan Ivy dapat membaik, Ivy akan melakukannya.

***

"Bagaimana. Bagaimana. Bagaimana bisa Ivy bertemu dengan Marchioness secara tidak sengaja?" Asher bergumam kecil.

Ivy dan Marchioness berada dalam satu ruangan sedang berbicara satu sama lain. Asher berada di depan pintu mendengarkan percakapan mereka.

"Ibu, dulu Asher saat kecil senang kali menempel dengan kakak bernama Kyne. Mereka berdua saat kecil punya rambut pirang. Lucu sekali dia mengikuti Kyne kemana-mana." Ivy menceritakan sedikit kehidupan dia di panti.

"Oh, begitukah?" Terdengar rawa kecil Ivy mengatakan benar pada Marchioness.

Asher membelalak. Mengapa Ivy memanggil Marchioness sebagai ibu? Apa saja yang telah Asher lewatkan?

"Nona Ivy. Sebenarnya, sudah dari lama saya penasaran dengan nona dari sejak pesta rebut Asher. Saya senang hari ini bisa bertemu denganmu."

"Saya tidak pernah melihat anak saya tersenyum lebar selain denganmu. Maka dari itulah saya ingin mengenal nona Ivy. Memang benar. Nona orangnya sangat menyenangkan," sambung Marchioness.

"Bukankah begitu, Asher?" panggil Marchioness dari dalam.

Glek. Keringat dingin mengucur dari dahi Asher. Bagaimana bisa ibunya, sang Marchioness menyadari bahwa dia sedari tadi berada diluar mendengarkan pembicaraan mereka? Dia ragu-ragu untuk membuka pintu.

"Masuklah, Asher. Tentu saja aku akan menyadarimu datang," suruh Marchioness lagi.

Ini adalah perintah dari ibunya. Asher tidak punya pilihan lagi selain masuk.

The Lost Identity of AsherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang