◇ Bab 23: Dugaan

9 5 7
                                    

"Nona, sudah waktunya bangun," ujar seorang pelayan kepada gadis berambut hazelnut yang masih terlelap di hadapannya.

"Mmmn …, lima menit lagi," balas Ivy. Namun, setelah lima menit kemudian Ivy tidak kunjung beranjak dari kasurnya.

"Maaf, Nona, tetapi keluarga Marquis mengajak nona untuk sarapan bersama sebentar lagi."

Pelayan tersebut meletakkan baskom berisi air bersih untuk mencuci muka di meja kecil samping kasur.

Mata Ivy yang sebelumnya terpejam kini terbuka lebar. Rasa kantuk Ivy sudah menghilang.

"Apa? Sarapan bersama keluarga Marquis? Kenapa tidak bilang daritadi?"

Ivy terburu-buru membasuh mukanya.

Ivy menatap pelayan lainnya yang berada di ruangan. "Tolong sampaikan bahwa aku menerima permintaan sarapan keluarga Marquis."

Pelayan itu mengangguk dan pergi menyampaikan pesan Ivy.

Sisanya membantu Ivy mandi dan berganti baju.

"Nona, Ivy. Silakan kenakan perhiasan ini. Hadiah dari tuan muda, Asher. Tuan Muda berkata akan sangat apabila nona mengenakan perhiasan ini."

Sebuah kalung berlian yang dibingkai mewah diujung-ujung sisinya. Pelayan memasangkan kalung tersebut ke leher Ivy.

"Kalung itu sangat cocok, nona. Tuan Muda pintar memilihkannya untukmu."

Pujian dari pelayan membuat Ivy tersipu malu. Rasanya Ivy cepat-cepat ingin menjadi pasangan Asher, tetapi memang harus menyelesaikan permasalahan yang sekarang dulu daripada kemungkinan bahaya di masa mendatang.

"Semua sudah siap, Nona."
"Baik, terima kasih. Aku akan segera ke ruang makan."

***

Sesampainya Ivy di ruang makan, Asher dan pamannya sudah hadir terlebih dahulu di sana. Mereka duduk bersampingan. Marchioness bersama Marquis tampak baru datang.

Ivy membungkukkan badan dan mengambil tempat berhadapan dengan Asher setelah Marquis dan Marchioness duduk. Suasana sunyi tanpa ada seorang pun yang berani angkat bicara.

"Apa kabar putri Count Aretha?" tanya sang Marquis memecah keheningan.

Ivy tersenyum formal. "Salam untuk Marquis Rognvaldr. Saya baik-baik saja berkat pelayanan yang sangat baik di kediaman Anda."

Para pelayan membawakan berbagai makanan masuk dan menatanya di meja makan.

Wewangian makanan tersaji cukup untuk membuat Ivy lapar.

"Silakan nikmati makanannya," jamu Marquis.

Ivy akhirnya menyentuh makanan setelah Marquis dan Marchioness makan.

Marchioness menyadari sesuatu berbeda pada leher Ivy.

"Oh? Saya baru pertama kali melihat Ivy mengenakan kalung itu." Marchioness melirik Asher sedikit yang berusaha menahan senyumnya dari tadi.

"I-Itu …," Ivy bingung harus berkata apa untuk membalas pertanyaan Marchioness.

"Aku yang memberikannya pada Ivy, Ibu." Marquis membatu. Anaknya sekarang berani mendekati gadis terang-terangan. Bahkan dia tidak tahu dari mana anaknya belajar hal seperti itu.

Paman Asher tertawa menonton adegan menarik keluarga Marquis. Terutama reaksi kakaknya itu yang tidak percaya bahwa Asher sudah beranjak dewasa.

"Kakak, lihatlah. Anakmu sudah besar," ucap paman Asher.

Suara itu. Suara lelaki yang baru saja berbicara membuat bulu kuduk Ivy merinding. Ia sangat mengenali suara milik siapa itu. Mata Ivy tidak bisa lepas darinya.

Paman Asher menyadari bahwa sedari tadi Ivy memandang lekat-lekat. Dia memberi kode kepada kakaknya, sang Marquis.

Marquis berdeham. "Nona, perkenalkan. Orang yang berada di sebelah kiri saya ini adalah Count Bernard. Adik saya yang mewarisi gelar dari keluarga mendiang Marchioness."

Paman Asher berdiri di tempat. "Salam, nona. Saya Count Bernard," ucapnya sambil membungkukkan badan.

Ivy juga berdiri di tempat, "Salam hormat untuk Count Bernard. Saya Ivy Aretha, putri Count Aretha," balasnya juga membungkukkan badan.

Mereka berdua masing-masing kembali dalam posisi duduk.
Akan tetapi, gadis itu tentu merasakan hal yang berbeda. Sampai-sampai berkeringat dingin.

Marchioness khawatir Ivy tidak kunjung menyentuh makanannya.

"Apakah makanannya kurang sesuai dengan seleramu, Ivy?"

Ivy tersentak. "Bukan begitu, Marchioness. Saya hanya tiba-tiba merasa kurang enak badan."

Walau sebelumnya Ivy telah diberi izin memanggil Marchioness sebagai Ibu, tentu saja Ivy masih tahu batasan dirinya sehingga dia  tidak akan melakukan hal tersebut di depan umum apalagi ada Marquis dan Count Bernard, paman Asher.

"Apakah perlu saya panggilan dokter?" sahut Marquis. Dari Asher, Marquis, dan Marchioness, mereka memasang tampang khawatir.

"Tidak. Terima kasih atas kemurahan hati Anda, Marquis. Hal seperti ini sering terjadi dan akan sembuh sebentar lagi, jadi tidak perlu memanggil dokter." Ivy tersenyum.

"Baiklah, bila nona berkata begitu."

***

Setelah sarapan, Ivy sesegera mungkin kembali ke kamar tempat dia menginap. Ivy berlari ke kamar mandi dan mengeluarkan isi perutnya yang terasa teraduk-aduk meskipun dia berakhir hanya makan sedikit.

Ingatan kejadian peracunan dirinya terputar kembali. Bahkan sampai saat dia sebelum pingsan, Ivy tidak menyadari bahwa teh tersebut terkandung racun Arsenik karena zat yang digunakan tidak berwarna dan berbau.

Asher yang khawatir membuntuti Ivy diam-diam. Lelaki itu menunggu di luar. Tidak tahu apa yang terjadi dengan Ivy berada di dalam kamarnya saat ini.

"A-Asher …," panggil Ivy di balik ruangan. Gadis itu tertidur lemah di lantai.

Mendengar namanya disebut dari bibir Ivy, Asher mengetuk pintu kamarnya.

"Ivy, jawab aku."

Tidak ada jawaban.

"Aku masuk ya?"

Asher membuka pintu dan pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Ivy terbaring miring menghadap lantai.

"I-Ivy!" Asher menyandarkan Ivy dalam pelukannya. "Kamu kenapa?"

"A-Asher." Ivy memegang tangan Asher.

"Maaf, telah menunjukkan sisi lemah diriku, tapi …, aku punya dugaan kuat tentang siapa yang meracuni ku. Walau bukti jelas belum dilampirkan. Setidaknya aku ingin memberitahukan hal ini kepadamu."

"Katakan, Ivy. Aku akan tetap mempercayaimu."

Napas Ivy menjadi kencang. "Aku rasa, pelakunya adalah pamanmu."
Ucapan Ivy mengejutkan Asher. Alasannya, selama ini paman Asher telah membantu banyak dalam proses belajar Asher.

Asher sangat menghormati beliau.

Ivy bisa menebak dari ekspresi gelap wajah Asher. Lelaki itu tidak mempercayai hal yang baru saja dikatakannya. Siapa yang tahu bahwa salah satu orang penting menjadi dugaan pelaku atas hidup lalu yang sulit.

"Percayalah kepada-ku, Asher. Tidak pernah sekalipun terlupakan suara orang yang pernah mengancamku."

Asher saat ini tidak bisa berpikir dengan benar. Tentu Asher sangat mempercayai Ivy. Akan tetapi, sulit juga untuk diterima pernyataan tentang pamannya yang berusaha mencelakai Ivy. Mengapa baru sekarang?

Kondisi Ivy yang berkeringat dingin, Asher memutuskan untuk menggendongnya. Laki-laki itu meletakkan Ivy di atas kasur ruangan. Pasti trauma yang dialami Ivy saat itu masih cukup membekas karena terjadi tidak lama ini.

Asher menyeka dahi Ivy. "Beristirahatlah terlebih dahulu."
Asher memanggil pelayan lain untuk menjaga Ivy dan melaporkan pada dirinya apabila terjadi sesuatu.

Asher pergi menemui Theon di ruang kerja miliknya.

"Ada apa, Tuan Muda mencari saya?" tanya Teon sesampainya Asher di sana.

"Teon, jaga rahasia ini." Teon membungkukkan badan.
"Perintah Tuan Muda juga kewajiban saya."

Memang Teon dapat diandalkan. "Tolong cari tahu informasi tentang Count Bernard, pamanku, dayang Lily yang menculik saya saat lahir, dan temukan lokasi dayang tersebut tinggal saat ini." 

The Lost Identity of AsherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang