Wajah Ivy memerah seketika seperti teko yang mendidih, dia pikir ada akan asap yang keluar dari atas kepalanya.
"A-Apaan sih Asher." Ivy memukul punggung belakang pria itu.
Asher tersenyum. Ivy tahu bahwa Asher sangat puas dengan apa yang baru saja dia lakukan. Tidak habis pikir, akhir-akhir ini Asher menjadi lebih sulit ditebak. Namun, Ivy memutuskan untuk membeli gaun biru langit tersebut.
Walau Ivy telah bersikap seperti itu, dia tidak membencinya sedikit pun. Ivy akan sangat senang apabila Asher terus memujinya.
"A …." Ivy menepuk kedua pipinya. Apa yang baru saja dia pikirkan? Dia dan Asher tidak mempunyai hubungan apapun selain dari teman masa kecil. Jangan berharap lebih, Ivy.
Asher menunggu Ivy dari kejauhan. Menurutnya, Ivy sudah cantik. Akan tetapi, hari ini terasa sedikit berbeda. Ivy lebih cantik lagi dari biasanya. Andaikan Asher bisa terus menemani kemana-mana.
"Asher!" sahut Ivy.
"Asheerr!"
Ah. Asher tidak menyadari bahwa Ivy berada di hadapannya. Gadis itu sudah kembali mengenakan pakaian pertama mereka datang ke sini.
"Ayo, Asher! Kita jalan ke alun-alun kota lagi. Aku ingin makan sesuatu …," ucap Ivy sambil memegangi perutnya.
Asher mengangguk. "Ayo."
***
Perut Ivy sudah penuh. Makanan di restoran tadi siang sangat enak. Dari semua jalan-jalan yang pernah dilakukan, ini adalah yang terbaik. Apalagi ada Asher berada di sampingnya untuk menemani.
Cahaya matahari sudah tidak terlalu terik. Langit mulai berwarna oranye. Mereka tidak punya hal untuk dilakukan lagi, tapi Ivy tidak ingin kembali ke rumah.Ivy melihat sekeliling. Sebuah toko aksesoris menarik perhatiannya.
"Asher! Ayo kita berkunjung ke toko itu!" Ivy menarik tangan Asher memasuki tempat itu.Pemandangan yang pertama kali Ivy lihat, penuh dengan macam aksesoris, seperti bros, tongkat topi, sapu tangan, dan banyak lainnya.
Ivy melepaskan pegangan pada tangan Asher. Dia berkeliling. Asher tidak begitu mengerti tentang fashion. Biasanya dia hanya akan membeli baju yang ada dan tidak memikirkan tentang aksesoris apapun. Selama nyaman, Asher tidak akan komplain. Dia hanya diam mengikuti Ivy dari belakang bagai anak ayam.
"Asher, lihat ini!" Ivy menunjuk sebuah bros berwarna biru kehijauan. Persis seperti mata Asher.
"Oh! Pembeli, kamu punya mata yang bagus. Bros ini baru saja datang. Jumlahnya tidak banyak. Apakah anda ingin melihatnya lebih dekat?"
Ivy mengangguk antusias. Pelayan toko itu mengeluarkan bros dari kotak kaca.
"Bolehkan saya memegangnya?" tanya Ivy."Tentu saja," jawab pelayan tersebut ringan.
Ivy mengambil bros tersebut dan memakaikan pada jas Asher.
"Cocok sekali!!" Mata Ivy berbinar-binar. "Kalau begitu aku akan membeli ini satu," ucap Ivy kepada pelayan toko.
"Tunggu, Ivy. Aku saja yang membayarnya," sahut Asher. Bros ini untuknya. Ivy tidak perlu membayar sama sekali. Cukup dia saja.
"Tidak! Ini hadiahku untukmu. Jadi kamu tidak perlu membayar. Anggap saja karena telah menemani aku hari ini." Ivy bersikeras. Bila Asher menjawab lagi, Ivy akan terus mengerucutkan bibir mungilnya itu. Tidak punya pilihan, dia pasrah akan keputusan Ivy.
"Phew." Ivy merasa lega setelah keluar dari toko itu. Semoga Asher nanti memakai bros yang diberikan olehnya.
Hari semakin menggelapkan. Kereta kuda telah disiapkan untuk perjalan pulang Ivy. Asher membantu Ivy menaiki kereta kuda dengan menggenggam tangannya.
"Terima kasih, hari ini sangat menyenangkan. Sampai jumpa lagi lain waktu," salam gadis tersebut sambil melambaikan tangannya.
"Sampai jumpa lagi." Asher tersenyum. Kereta kuda pergi.Seperti itu, hari yang menyenangkan telah berakhir.
***
Tiba waktunya pesta minum teh dilaksanakan. Ivy bersiap dalam gaun biru miliknya.
Emer mendampingi Ivy sedari tadi. Pelayan lagi juga dikerahkan untuk membantu Ivy berdandan. Riasan wajah dirinya hari ini menunjukkan sisi natural dan dewasa. Rambut Ivy disanggul naik menampakkan leher jenjangnya.
Selesai berias, pelayan lain pergi menyisakan Ivy dan Emer di sana.
"Jangan lupa apa yang aku katakan tadi, Emer," ingat Ivy. Dia sudah menitipkan surat kepada Emer."Tentu saja, putri. Serahkan saja kepada saya."
"Memang Emer bisa diandalkan. Ayo pergi." Ivy berdiri. Kaki-kakinya sudah mengenakan sepatu berhak tinggi. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi hari ini.
***
Ivy sampai pada kediaman Baroness Bartzen. Tidak ada keberadaan pelayan yang menyambut Ivy sama sekali pada saat dia datang.
"Ah, rupanya pesta ini juga sama," batin Ivy. Perkataannya kemarin tiga hari lalu saat bersama Emer tidak salah. Paling Countess hanya ingin melihat rupa Ivy, anak angkat Count Aretha yang dirumorkan.
Ivy membuang jauh-jauh semua pikiran buruknya. Meskipun nanti akan mendapat perlakuan yang kurang mengenakan, Ivy akan tetap berusaha menjaga emosinya sehingga reputasi Count Aretha tidak tercoreng.
Memasuki taman yang dijadikan sebagai tempat pelaksanaan pesta teh, banyak perempuan bangsawan lain telah menunggu di sana. Ivy mendekati Baroness.
"Ah," Baroness yang semula duduk di tempatnya berdiri. "Selamat datang putri Count Aretha."
"Saya menyampaikan salam kepada Baroness Bartzen. Terima kasih sudah mengundang saya hari ini, Baroness," balas Ivy membungkukkan badan.
"Tidak apa-apa. Putri Count boleh duduk di sana." Baroness menunjuk meja paling ujung darinya. Itu berada sangat jauh dari Baroness sebagai penyelenggara.
Benar. Baroness tidak mempunyai niat baik mengundang dia hari ini. Ivy baik-baik saja walau telah menerima penghinaan kecil. Dia memasang senyum tipis di wajahnya.
"Terima kasih Baroness. Kalau begitu saya akan menuju tempat duduk saya."
Banyak sekali bisik-bisik. Apakah mereka kira Ivy tidak bisa mendengarnya? Tetapi Ivy memutuskan untuk hanya berpura-pura tidak mendengar apapun. Ivy duduk ditempatnya dan menyeruput teh.
Semua putri sibuk bercakap satu sama lain. Ivy diperlakukan layaknya seperti orang tidak terlihat selama hampir tiga puluh menit di sana. Percuma. Untuk apa Ivy datang.
Tiba-tiba detak jantung Ivy terasa sangat tidak karuan. Kening berdenyut-denyut. Apa yang baru saja terjadi? Ivy baik-baik saja saat tiba ke pesta ini. Ivy sedikit memuntahkan darah sebelum akhirnya dia jatuh pingsan tidak sadarkan diri.
Semua orang yang berada di pesta sebelumnya acuh tak acuh menjadi ricuh seketika. Ivy pingsan.
Di lain sisi, Asher terus memandangi bros yang telah dibelikan Ivy. Dia meletakkannya dalam kotak ditutupi kaca dan memajang di meja kerja supaya bisa melihat setiap saat.
Asher terkekeh pelan. Ivy sangat lucu. Asher mungkin tidak akan pernah bosan apabila menyangkut hal tentang Ivy. Baru saja akhir-akhir ini dia menyadari bahwa dirinya menyukai Ivy. Asal berada di sisi gadis itu, sudah cukup bagi Asher.
Suara ketukan pintu masuk ke pendengaran Asher.
"Masuklah." Muncul sosok Teon begitu suram. Mengapa Teon berekspresi seperti itu?
"Tuan. Saya mendapat kabar dari pelayannya bahwa Ivy keracunan di pesta teh hari ini!"
Asher menggebrak meja. Ekspresi yang semula layak orang jatuh cinta berubah jadi shok.
"APA MAKSUDMU?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...