"Asher …!!"
Count Bernard mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Dia harus menjalankan rencana selanjutnya.
Count Bernard mengambil kertas dan fountain pen. Ujung pulpen itu dia celupkan ke dalam tinta. Tangannya cepat menuliskan sebuah surat undangan kepada Asher untuk datang ke mansion miliknya sekarang ini.
"Tunggu, saja. Akan ku habisi kau." Mata Count Bernard menatap dingin kertas yang baru saja ditulisnya. Dia memasukkan kertas itu dalam amplop surat.
"Pelayan!" panggilnya.
Seorang pelayan masuk ke dalam ruangan sambil membungkukkan badan. "Apakah ada yang saya bisa bantu, Tuan?"
"Kirimkan sekarang juga surat itu."
"Baik, Tuan." Pelayan itu membawa surat pergi.
Setelahnya, paman Asher tetap berdiri di tempat. Dia harus mempersiapkan hal untuk rencana selanjutnya.
***
Seorang dengan baju full hitam menyelinap masuk ke dalam kediaman Count Lay diam-diam. Menurut kabar, Count Lay belum kembali sama sekali. Jadi saat ini adalah kesempatan untuknya.
"Sial, kemana bukti transaksi yang waktu itu?" ujar orang itu sambil membuka laci meja Count Lay.
"Andai saja dari awal aku tidak terlibat dengan pekerjaan aneh-aneh, pasti hidupku akan lebih nyaman tidak perlu melakukan hal seperti ini," keluhnya masih sambil membuka-buka laci meja Count. Akan tetapi, dia tetap tidak melihat tanda-tanda akan barang yang sedang dicarinya.
"Waktuku tidak banyak." Pemimpin pembunuh itu yang sebelumnya melakukan kesepakatan dengan Asher melihat sekeliling ruang kerja Count.
Dia mengetuk beberapa bagian tembok untuk memastikan apakah ada ruang di sana.
Beberapa lama, tidak ada tanda aneh dari tembok-tembok. Dia melihat sebuah lukisan besar terpampang di sebelah kiri, atas perapian.
Orang itu mencoba menggeser lukisan. Benar saja dibalik ya ada ruang. Kertas-kertas berisi transaksi atau hal illegal lainnya tercatat. Dia mencoba memuaskan rasa penasarannya dengan membaca kertas satu persatu sekilas.
"Wah gila sih. Mantan bos ternyata melakukan hal-hal yang gila," ucapnya. Dia menggulung semua kertas tersebut dan memasukkannya dalam kantong.
Suara keributan jauh dari lorong menyita perhatiannya. "Count sudah kembali?? Ini lebih cepat dari yang diperkirakan."
"Aku pergi dulu. Selamat tinggal mantan bos," gumamnya.
Tidak lama kemudian pintu ruangan kerja Count Lay terbuka. Dia melihat kantornya berantakan. Mata Count membelalak.
Dia cepat-cepat berlari ke arah lukisan besar dan mengecek hal-hal yang dia sembunyikan di belakangnya. Semua hilang.
"SIAPA YANG BERANI-BERANINYA MELAKUKAN HAL INI!"
Pelayan Count memasuki ruangan setelah mendengar teriakan tuannya.
"Kau, cepat kirimkan penjaga kediaman untuk mengecek diluar. Selama masih di wilayah Count, akan ku coba tangkap dia!"
"Segera saya laksanakan, Tuan."
"Dasar cecunguk, apakah ini ulah Asher? Bajingan licik. Sudah salah aku sempat mengambilmu di bawah sayapku."
Dia mengeluarkan gambar Asher dari kantong dan melemparkannya ke lantai. Kakinya aktif menginjak-injakkan gambar tersebut, memuaskan rasa kesal dari dalam dirinya.
Dada Count kempas kempis resah. "Aku harus kembali ke Count Bernard. Sialan keponakannya itu!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...