Langkah Asher terpatah-patah saat memasuki ruangan. Tidak sekalipun Asher berani menatap sang Marchioness, ibunya.
Suasana juga seketika sunyi karena Ivy yang tadi terus berbicara menjadi diam. Marchioness melirik posisi duduk Ivy menjadi tegang dan canggung. Gadis itu juga tidak menatap anaknya sama sekali.
Marchioness melirik bergantian. Beliau tahu bahwa sesuatu terjadi diantara kedua orang itu.
"Asher, kemarilah berbicara dengan Ivy. Ibu harus pergi sekarang."
Tidak ada melihat tanda-tanda bahwa anaknya akan mendekati Ivy, Marchioness beranjak dan menarik Asher untuk duduk. Asher pasrah karena ini juga permintaan Ibunya.
"Kalau begitu, silakan nikmati waktu kalian," ujar Marchioness sambil tersenyum sebelum meninggalkan ruangan tersebut.
Kini hanya ada Ivy dan Asher duduk berhadap-hadapan. Ivy menggigit bibirnya canggung.
"H-Hai?" Ivy melambaikan satu tangannya kaku seperti robot.
"Uh ... Bodoh Ivy! Harusnya kamu menunduk dan menyapa dengan salam formal," ringisnya gadis itu dalam batin.
"A-Ah. Ya," jawab Asher mengangguk. Ruangan itu kembali sunyi.
"Asher tolong katakan sesuatu ...!!" batin Ivy memasang ekspresi pasrah.
"I-Itu ...." Ivy tersentak mendengar Asher yang tiba-tiba membuka suara.
"Saya minta maaf soal kemarin. Tampaknya saya sudah gila. Maafkan saya." Asher menundukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa." Ivy memainkan tangannya. Suasana kembali hening lagi.
"Kalau begitu, saya akan pergi duluan." Asher bangun dari posisinya. Lebih baik dia pergi dari sini daripada kalah dari Ivy karena dia takut akan luluh pada gadis tersebut. Usaha Asher untuk menjaga jarak dari Ivy pasti akan gagal.
Yang benar saja? Dia ingin meninggalkanku sendiri di sini?
Ivy menangkap lengan Asher. "Kita masih punya beberapa hal yang harus dibicarakan."
Jantung Asher berdetak kencang mengingat kejadian kemarin. Dia menghindari pandangan Ivy.
Tanpa berbicara apa-apa, Asher kembali duduk.
"Kenapa kamu melakukan itu kemarin? Kenapa kamu terus mengabaikanku?" Ivy melontarkan dua pertanyaan sekaligus.
"Soal kemarin, itu adalah sebuah kesalahan. Hal yang kedua..., tidak ada urusannya dengan Ivy."
"Kesalahan? APA YANG KAMU MAKSUD KESALAHAN SETELAH MEMBUATKU SEPERTI INI???" Ivy membiarkan Asher merasakan detak jantung Ivy yang tidak karuan.
"Bertanggung jawablah, dasar bodoh." Ivy tahu persis saat ini tentang hal apa yang dilakukan olehnya. Dia membuang semua pengetahuan tata krama bangsawan khusus untuk situasi ini. Ivy hanya ingin fokus berbicara empat mata dengan Asher.
Asher tersipu. Bahkan warna merah di wajahnya bisa terlihat dengan jelas. Ivy tidak pernah melihat Asher seperti ini sebelumnya.
"L-Lepaskan!" Asher menutupi wajah dengan tangan yang lain.
"Berhentilah bertindak gegabah! Inilah yang aku kurang suka darimu Ivy!"
"TIDAK! Aku tidak akan melepaskanmu sampai kamu memberitahuku alasan kamu mengabaikanku," ucap Ivy bersikeras."Ka. ta. kan. pa. da. ku. Ayolahhh," rengek Ivy.
Kewarasan Asher hampir pada batasnya. "Aku akan mengatakannya. Jadi lepaskan."
Ivy menuruti kata Asher."Lalu, diamlah disitu. Aku akan berbicara, tapi tidak menatap wajahmu." Asher berdiri ke dekat pintu. Dia memungungi Ivy. Asher tidak mau Ivy melihat sisi tidak kerennya. Asher siap kapan saja untuk keluar. Padahal tidak pernah sekalipun dia berpikir untuk kabur sampai ketika saat ini.
"Jadi, alasanmu apa?" tanya Ivy.
"Aku tidak mau kamu terluka."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Lost Identity of Asher
Historical Fiction"Seharusnya, hari itu kamu mati ...!" Asher adalah seorang anak yang tinggal di panti tidak jauh dari Desa Lacock, Inggris. Pengadopsiannya mengharuskan Asher pergi. Hidup yang sulit membuat Asher pupus harapan hingga akhirnya roda kehidupan memper...